Kamis, 21 Juni 2018

Kembali ke Al Quran dan Hadits

Bismillahirrohmaanirrohiim..

Sering kali kita mendengar slogan ataupun ungkapan “Kembai ke Alquran dan Hadits”.

Slogan ataupun himbauan yg benar namun bisa salah dalam “penerjemahan” bagi org awam.

Mengapa?

Berikut beberapa sebab mengapa “Slogan/himbauan” tersebut bisa salah tafsir di tangan org awam.
  1. Bagaimana kita memahami makna ayat di Quran dan Hadits, bila kita tidak paham Bahasa Arabnya lgs, sementara kita hanya “bermodal” kitab terjemahan. Kita tidak tau semua ayat yg semakna, ayat yg nasakh maupun mansukh, pendapat maupun ijma para ulama, asbabun Nurul/wurud dari ayat ataupun Hadits, dan masih banyak yg lainnya.
  2. Seperti diketahui, org awam itu belum paham ataupun hapal semua ayat Alquran dan Hadits. Bagaimana bisa mengambil suatu kesimpulan hukum, sementara ayat2 maupun Hadits2 yg semakna maupun bertentangan belum diketahui oleh mereka.
  3. Hampir semua ayat hukum di Quran dan Hadits, bisa menghasilkan banyak hukum yg bisa berbeda2. Apakah para “tholabul ilmi ini” sudah tau semua pendapat para ulama salaf, perbedaan pendapat tersebut?
  4. Mereka selalu mengatakan dan mencari hanya Hadits shohih yg dijadikan landasan amal. Padahal banyak ulama membolehkan Hadits dhoif selama Hadits dhoif nya memiliki banyak penguat, sehingga menjadi Hadits hasan. Atau boleh jadi Hadits dhoif nya dengan redaksi tertentu, sementara ada Hadits shohih yg semakna, namun tidak diketahui oleh tholabul ilmi tersebut.
  5. Dan masih banyak lagi alasan2 lainnya yg menjelaskan bahwa “slogan kembali kepada Quran dan Sunnah” bukanlah untuk org awam.

Kita sering “dihimbau” untuk mengambil langsung setiap “kejadian/kasus/hukum suatu perbuatan”, dengan mengambil langsung ke Quran dan Hadits. Karena, pendapat para imam pun bisa salah, mereka adalah manusia, tidak Ma’shum seperti Rosulullah SAW.

Padahal bila ditanya kepada “mereka yg menyuruh kembali ke Quran dan Hadits”, tentang pendapatnya, hampir bisa dikatakan secara pasti, bahwa pendapat mereka adalah mengikuti pendapat “ustadz2 mereka maupun tulisan-tulisan para Ustadz/guru/Imam/Ulama yang segolongan dengan mereka”. 

Artinya adalah pendapatnya juga bukan “murni berdasarkan Quran dan Hadits”, namun mengikuti “terjemahan Quran dan Hadits” dari guru mereka. Maka tidaklah selayaknya para tholabul ilmi ini mengatakan bahwa pendapat mereka adalah yang paling benar, dibandingkan pendapat orang lain.

Seringkali kita juga mendengar bahwa “hanya ada 1 pendapat yg benar”, karena kebenaran adalah 1 dan tidak berbilang. Bila kebenaran ada lebih dari 1, maka artinya pendapat tersebut tidak sesuai dengan sunnah/Quran. 

Bagaimana mungkin kita bisa mengklaim pendapat kita yang paling benar, dan kebenaran hanya ada 1? Sementara sering kali kita baca di kitab Hadits, bahwa Rosulullah SAW sering membenarkan beberapa pendapat yang berbeda dari sahabat untuk kasus yang sama.

Terakhir, pemahaman kita ataupun guru/Ustadz kita pun masih terbatas. 

Pada umumnya pendapat mereka masih “berafiliasi” kepada guru-guru mereka juga. Jarang sekali pendapat mereka bisa lepas dari “ijtihad” ulama mereka. Sementara kita tahu, bahwa ilmu Ini sangat luas,tidak sesederhana yang mereka pikirkan. 

Banyak permasalahan yang zaman dahulu tidak ada, dan sekarang ada. Jangan pernah kita kaim bahwa pendapat kita/guru kita atau ulama kita yang paling benar. Ingat salah satu definisi “sombong” adalah menolak kebenaran walaupun disampaikan oleh “musuh kita”. 

Jangan sampai kita masuk kedalam orang yang memiliki kesombongan, karena surga tidak akan menerima orang yang di hatinya ada kesombongan, walaupun seberat dzarrah.

Saling berbagi ilmu dan informasi agama adalah baik. Namun “memaksakan pendapat”, bahwa pendapat kita yang paling benar adalah tidak baik. Boleh jadi pendapat kita benar, namun belum tentu pendapat yang lain salah. Sementara boleh jadi pendapat kita salah namun belum tentu pendapat yang lain adalah benar.

Wallahua’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar