Selasa, 26 April 2011

Cinta dan Benci Karena Allah

Bismillahirrohmannirrohiim...

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah riwayat dari Rabbnya:

“Allah ‘Azza wa jalla berfirman: ‘Cinta-Ku telah ditetapkan bagi siapa saja yang saling mencintai karena Aku.’”
(HR Ahmad (V/229), al-Hakim (IV/169) dan selain keduanya dari hadits ‘Ubadah bin ash-Shamit – semoga Allah meridhainya. Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali berkata: hadits ini shahih).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Ada tiga perkara, siapa saja yang memilikinya niscaya ia akan merasakan manisnya iman: (1) Allah dan Rasul-Nya menjadi yang paling ia cintai daripada selain keduanya. (2) Mencintai seseorang karena Allah semata. (3) Benci kembali kepada kekufuran sebagaimana ia benci dilemparkan ke dalam api.”
(Hadist shahih riwayat Bukhari dan Muslim dari shahabat Anas bin Malik – semoga Allah meridhainya).


Orang-orang yang saling mencintai karena Allah ‘azza wa jalla berada di bawah naungan ‘Arsy ar-Rahman pada hari yang tiada naungan kecuali naungan-Nya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

”Sesungguhnya Allah akan bertanya nanti pada hari Kiamat: ’Di manakah orang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku? Pada hari ini Aku akan menaungi mereka di bawah naungan-Ku yang tiada naungan kecuali naungan-Ku.’”
(Hadits Shahih riwayat Muslim (XVI/123) dari shahabat Abu Hurairah – semoga Allah meridhainya).

Dan bahkan para Nabi pun cemburu......

Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah riwayat dari Rabbnya:

”Allah ’azza wa jalla berfirman: ’Orang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku bagi mereka mimbar-mimbar dari cahaya yang membuat cemburu para Nabi dan syuhada.’”
(Hadits shahih riwayat at-Tirmidzi (2390) dan Ahmad (V/236-237))


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

”Sesungguhnya di antara hamba-hamba Allah ada yang bukan Nabi, tetapi para Nabi dan syuhada merasa cemburu terhadap mereka. Ada yang bertanya: ’Siapakah mereka? Semoga kami dapat mencintai mereka.’ Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam menjawab: ’Mereka adalah orang-orang yang saling mencintai karena cahaya Allah tanpa ada hubungan keluarga dan nasab (silsilah) di antara mereka. Wajah-wajah mereka bagaikan cahaya di atas mimbar-mimbar dari cahaya. Mereka tidak takut di saat manusia takut dan mereka tidak bersedih di saat manusia bersedih.’ Kemudian beliau membacakan ayat: ’Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.’” (QS. Yunus: 62).
(Hadits hasan riwayat Ibnu Hibban (2508) dari shahabat Abu Hurairah – semoga Allah meridhainya. Diriwayatkan pula oleh ’Umar bin al-Khaththab dan ’Abdullah bin ’Umar dan selainnya – semoga Allah meridhai mereka).

Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:

”Barangsiapa mencintai karena Allah, membenci karena Allah, memberi karena Allah dan menahan (tidak memberi) karena Allah, sungguh ia telah menyempurnakan keimanan.”
(Hadits shahih lighairihi, diriwayatkan oleh Abu Dawud (4681) dari jalur Yahya bin al-Harits dari al-Qasim dari Abu Umamah secara marfu’).

Seseorang bisa saja mencintai orang lain karena hartanya, kecantikannya, kedudukannya, keturunannya, kepentingannya pribadi, ambisi dunia, atau karena materi yang fana. (Sedangkan benci adalah lawan dari cinta).

Semua itu merupakan pendorong dan tujuan yang dibenci dalam Islam, yang telah menetapkan dasar cinta dan benci, yaitu agama. Oleh karena itu, seorang Muslim tidaklah mencintai seseorang kecuali karena agamanya yang haq. Dan tidaklah membencinya kecuali karena agamanya yang bathil.

Oleh sebab itu, seorang Muslim mencintai pada Nabi, para wali, kaum shiddiq, para syuhada dan orang-orang shalih, karena mereka melakukan apa-apa yang dicintai oleh Allah. Ia mencintai mereka karena Allah. Dan ini merupakan kesempurnaan cinta mereka kepada Allah.

Ia membenci orang-orang kafir dan kaum munafiqin, ahli bid’ah dan pelaku maksiat, karena mereka melakukan apa yang dibenci Allah. Ia membenci mereka karena Allah. Siapa saja yang melakukan itu, maka ia telah mencintai karena Allah dan membenci karena Allah. Cukuplah Allah sebagai pelindungnya dan Dia adalah sebaik-baik pelindung.

Jika seserorang mencintai saudaranya karena Allah, maka dianjurkan untuk mengatakan kepadanya – seperti telah shahih diberitakan oleh Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam dalam salah satu sabda beliau. Sedangkan jika seorang mukmin membenci saudaranya disebabkan maksiat yang dilakukan oleh saudaranya tersebut, maka sangat dianjurkan untuk menjaga lisannya, karena jika diungkapkan akan membawa akibat yang lebih buruk – seperti telah shahih diriwayatkan hadits dari Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallam dari ’Aisyah – semoga Allah meridhainya – tentang hal ini. Hanyalah jika kalau mengucapkan akan membawa kepada yang lebih baik, maka dianjurkan untuk mengatakannya.

Bencinya seorang mukmin terhadap saudaranya disebabkan perbuatan maksiatnya kepada Allah, haruslah proposional tergantung kadar kemaksiatannya tersebut. Misalnya, adalah wajib membenci seorang ahli bid’ah karena bid’ah yang dilakukannya itu merusak aqidah umat, akan tetapi, karena si ahli bid’ah ini masih mencintai Allah dan Rasul-Nya, maka wajib bagi kita untuk mencintainya pula karena hal ini.

Wallahua'lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar