Jumat, 29 April 2011
Tafsir Al Baqarah 17-20 dari kitab Tafsir Adwanul Bayan Imam Syanqithi tentang Orang Munafik
"Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan mereka da¬lam kegelapan, tidak dapat melihat. Mereka tuli, bisu dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar). Atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap gulita, guruh dan kilat; mereka menyumbat telinganya dengan anak jarinya, karena (mendengar suara) petir, sebab takut akan mati. Dan Allah meliputi orang-orang yang kafir. Hampir-¬hampir kilat itu menyambar penglihatan mereka. Setiap kali kilat itu menyinari mereka, mereka berjalan di bawah sinar itu, dan bila gelap menimpa mereka, mereka berhenti. Jikalau Allah meng-hendaki, niscaya Dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka. Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu." (Al-Baqarah: 17-20).
Tafsir Adwanul Bayan
"Mereka tuli, bisu dan buta." (Qs. Al Baqarah: 18)
Makna zhaahir dari ayat ini adalah bahwa orang-orang munafik itu memiliki sifat tuli, bisu dan buta. Akan tetapi pada ayat lain, Allah telah menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan ketulian, kebisuan dan kebutaan mereka itu adalah bahwa mereka tidak dapat memanfaatkan pendengaran, hati dan penglihatan yang mereka miliki. Hal itu dijelaskan oleh Allah dalam firman-Nya, "Dan Kami telah rnemberikan kepada mereka pendengaran, penglihatan dan hati; tetapi pendengaran, penglihatan dan hati mereka itu tidak berguna sedikit apapun bagi mereka, karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan mereka telah diliputi oleh siksa yang dahulu selalu mereka memperolok-olokkannya" (Qs. Al Ahqaaf: 26)
Firman Allah: "Atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap gulita, guruh dan kilat." (Qs. Al Baqarah :19)
Arti dari kata "ash-shayyib" adalah hujan. Pada ayat ini, Allah SWT telah membuat sebuah perumpamaan, yaitu dengan menyerupakan petunjuk dan ilmu yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW dengan hujan. Sebab dengan adanya ilmu dan petunjuk tersebut, ruh-ruh manusia menjadi hidup, sebagairnana dengan adanya hujan tubuh-tubuh manusia pun dapat tetap hidup.
Kemudian Allah telah mengisyaralkan tentang sisi keserupaan antara kedua hal tersebut dalam firman-Nya, "Dan tanah yang baik, tanaman-tanaman tumbuh subur dengan seijin Allah, den tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana." (Qs. Al A’raaf: 58)
Rasulullah SAW telah menjelaskan tentang perumpamnaan yang diisyaratkan dalam kedua ayat di atas dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari Muslim dari Abu Musa. Beliau bersabda, "Sesungguhnya perumpamaan petunjuk dan ilmu yang diriku telah diutus oleh Allah (untuk menyampaikannya) adalah seperti hujan (lebat yang menyirami bumi, dimana sebagian dari bumi itu ada sekelompok tanah yang subur dan dapat mengendapkan air sehingga ia dapat menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dan rumput-rumput yang banyak. Dan sebagian bumi itu, ada tanah yang gersang sehingga dapat menampung air yang dengannya Allah pun memberi manfaat kepada manusia sehingga mereka dapat minum darinya, dapat memberi minum (kepada binatang-bantang mereka) dan dapat bercocok tanam. Hujan itu juga menyirami sejumlah tanah lainnya, yaitu tanah yang gersang tidak dapat menahan air sehingga dapat menumbuhkan tumbuh-tumbuhan. Itulah perumpamaan orang yang mendalami agama Allah dan dapat memanfaatkan apa yang diriku telah diutus oleh Allah (untuk menyampaikannya), lalu dia pun mengetahui dan mengajarkannya kepada orang lain), dan perumpamaan orang yang tidak mau menerima petunjuk Allah yang diriku telah diutus (untuk menyampaikannya) (HR Bukhari)
"Disertai gelap gulita." (Qs. Al Baqarah (1): 19).
Pada ayat ini, Allah SWT juga telah membuat perumpamaan lain, yaitu dengan menyerupakan keraguan yang ada dalam diri orang-orang kafir dan arang-orang munafik terhadap Al Qur'an dengan kegelapan hujan. Kemudian pada ayat-ayat lainnya, Allah menjelaskan tentang sebagian ayat yang telah menjadi sebuah kegelapan bagi mereka, karena ayat-ayat tersebut telah menambah kebutaan (hati) mereka, seperti firman-Nya,
“Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti rasul, dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah." (Qs. Al Baqarah: 143) Sebab dengan adanya penggantian kiblat itu, orang-orang yang memiliki keyakinan lemah menyangka bahwa Nabi SAW tidak yakin benar dengan ajaran yang dibawanya sehingga pada suatu hari (la menghadap ke suatu arah tertentu, dan pada hari lainnya dia menghadap ke arah yang lainnya lagi. Orang yang menganggap demikian telah disinyalir oleh Allah SWT dalam firman-Nya, “Orang-orang yang kurang akalnya di antara manusia akan berkata 'Apakah yang memalingkan mereka (umat Islami) dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya?' (Qt. Al Baqarah:142)
Allah SWT juga telah menegaskan bahwa pemindahan arah kiblat akan terasa berat bagi orang yang tidak diberi petunjuk dan tidak dikuatkan keyakinannya oleh Allah, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya. "Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah (Qs. Al Baqarah :143), dan juga dalam firman-Nya, "Dan Kami tidak menjadikan rnimpi yang telah Kami perlihatkan kepadanya rnelainkan sebagai ujian bagi manusia dan (begitu pula) pohon terkutuk dalam Al Qur'an" (Qs. Al lsraa': 60) Sebab, keajaiban-keajaiban atau hal hal aneh yang telah diperlihatkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad SAW merupakan faktor yang menyebabkan munculnya keyakinan orang-orang kafir bahwa Nabi SAW adalah seorang pendusta, karena mereka beranggapan bahwa apa yang telah diberitakan oleh Nabi itu merupakan sesuatu yang tidak rnungkin terjadi. Hal itu merupakan faktor yang telah menyebabkan bertambahnya kesesatan orang.orang yang sesat. Demikian pula dengan pohon terkutuk yang disebutkan di dalam Al Qur'an, ia juga merupakan faktor yang telah menyebabkan bertambahnya kesesatan orang-orang yang sesat. Sebab, ketika Nabi SAW membaca firman Allah SWT,‘Sesungguhnya dia adalah sebatang pohon yang keluar dari dasar neraka jahim’ (Qs Ash Shaaffaat: 64). mereka pun berkata, "Sungguh, kebohongannya telah terlihat, karena sebuah pohon tidak mungkin tumbuh di tanah yang tandus, maka bagaimana mungkin ini dapat tumbuh di dasar neraka."
Selain itu, juga dalam firrnan-Nya, 'Dan tidaklah Kami menjadikan bilangan mereka melainkan untuk jadi cobaan bagi orang-orang kafir." (Al Muddatstsir: 31) Sebab ketika Nabi SAW membaca firman Allah SWT. "Di atasnya ada sembilan belas (malaikat) penjaga." (Qs. Ai Muddatstsir: 30),
Sebagian kaum Quraisy berkata, 'Ini merupakan jumlah yang sedikit sehingga kita pun mampu untuk membunuh mereka, lalu kita dapat menduduki surga dengan kekuatan yang kita miliki. Hal itu adalah karena jurnlah para penjaga neraka adalah sedikit, dimana kita akan masuk ke dalarnnya, seperti yang telah dikatakan Muhammad SAW."
Allah SWT tidaklah melakukan hal itu kecuali sebagai ujian atau cobaan bagi orang-orang kafir. Sungguh, dalam hal seperti itu terdapat hikmah yang sangat besar, Maha Suci dan Maha Tinggi Dia dan apa yang telah mereka katakan itu.
Firman Nya "Dan guruh." (Al Baqarah: 19)
Allah SWT telah membuat sebuah perumpamaan untuk Qur'an ini dengan menyerupakannya seperti guruh, karena di dalam Al Qur'an terdapat ancaman-ancaman yang dapat mengetuk telinga dan meresahkan hati manusia. Allah telah menyebutkan sebagian ancarnan tersebut pada ayat-ayat lain seperti pada Firman-Nya,'Jika mereka berpaling maka katakanlah Aku telah memperingatkan kamu dengan petir.'" (Qs. Fushshilat :13). Dan firman-Nya, “Sebelum Kami merubah muka (mu), ialu Kami putarkan ke belakang" (Qs. An-Nisaa': 47), dan juga firman-Nya, 'Dia tidak lain hanyalah pemberi peringatan bagi kamu sebelum (menghadapi) adzab yang keras" (Qs. Saba': 46)
Dalam kitab Shahih Bukhari, tepatnya pada penafsiran terhadap surah Ath-Thuur, disebutkan sebuah hadits yang diriwayatkan dari Jabir bin Muth'im ra bahwa dia berkata, ''Aku pernah mendengar rasulullah SAW membara surah Ath-Thuur dalam shalat Maghrib, Ketika bacaan beliau itu sampai pada sebuah ayat yang berbunyi "Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri (Qs. Ath-Thuur: 35), hingga ayat, 'Atau mereka kah yang berkuasa? (Qs. Ath Thuur: 37), hatiku pun hampir terbang. (HR Bukhari)
Selain apa yang telah disebutkan di atas, masih banyak lagi berbagai sindiran atau ancaman-ancaman Al Qur'an yang telah membuat orang-orang munafik merasa takut, Bahkan, Allah telah menggambarkan ketakutan mereka itu dalam firman-Nya, 'Mereka mengira bahwa Tiap-Tiap teriakan yang keras ditujukan kepada mereka. Mereka itulah musuh (yang sebenarnya)' (Qs. Al Munaafiquun: 4)
Meskipun ayat yang sedang kita tafsirkan ini adalah berkaitan dengan orang-orang munafik, akan tetapi pemahaman yang tepat terhadap sebuah teks adalah didasarkan pada keumuman lafazh tersebut dan bukan pada kekhususan sebabnya.
"Dan kilat." (Qs. Al Baqarah: 19)
Allah SWT juga telah membuat perumpamaan untuk Al Qur'an itu dengan menyerupakannya sebagai kilat, karena dalam Al Qur'an terdapat dalil-dalil yang bersifat pasti dan bukti-bukti yang jelas. Allah telah menegaskan bahwa Al Qur'an merupakan cahaya yang digunakan oleh Allah untuk menghilangkan gelapnya kebodohan, keraguan dan kemusyrikan, sebagaimana kegelapan malam dapat dihilangkan dengan cahaya yang bersifat nyata. Hal ini telah dijelaskan oleh Allah dalam firman-Nya, “Dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang (Al Qur'an)." (Qs. An-Nisaa: 174), dan firman-Nya, “Tetapi Kami menjadikan Al Qur'an itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami" (Asy-Syuuraa: 52), dan juga firman-Nya, "Dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Qur'an)." (Qs. Al A'raaf: 157)
Firman Allah,"Dan Allah meliputi orang-orang yang kafir” (Qs. Al Baqarah: 19)
Sebagian ulama mengatakan, "Arti dari ungkapan 'Allah meliputi orang-orang kafir adalah bahwa Allah akan menghancurkan mereka." Pendapat ini diperkuat oleh firman Allah SWT, "Kamu pasti akan membawanya kepadaku kembali. kecuali jika kamu dikepung musuh." (Qs. Yusuf: 66) Maksudnya, kalian akan dihancurkan oleh orang orang selain kalian. Ada pula yang berpendapat bahwa maksudnya adalah kalian akan dikalahkan. Kedua makna tersebut saling berdekatan. Sebab, seseorang tidak akan hancur binasa kecuali jika dia dikepung dari berbagai sisi, sehingga tidak ada lagi tempat baginya untuk menyelamatkan diri, demikian pula dengan orang yang mengalami kekalahan.
Kata "ihaathah" yang diartikan dengan kehancuran juga terdapat pada firman Allah "Dan harta kekayaannya dibinasakan: (Qs. Al Kalfi: 43), dan firman-Nya, "Dan mereka yakin bahwa mereka telah terkepung (bahaya) (Qs. Yuunus: 22)
Firman Allah,"Hampir-hampir kilat itu menyambar penglihatan mereka." (Qs. Al Baqarah: 20)
Maksudnya, karena sangat terangnya, maka cahaya Al Qur'an pun hampir membutakan penglihatan mereka sebagaimana kilat yang sangat terang hampir menyambar penglihatan orang yang melihatnya, apalagi jika penglihatannya itu lemah. Sebab, semakin lemah penglihatan seseorang, make sebuah cahaya pun akan semakin mudah menghilangkan penglihatannya, seperti yang dikatakan oleh seorang penyair,
"Kelelawar-kelelawar telah dibutakan oleh waktu siang dengan cahayanya dan mereka akan lebih cocok dengan, keadaan dimana waktu malam telah gelap gulita"
Penglihatan orang-orang kafir dan orang-orang rnunafik sangatlah lemah sehingga kuatnya pancaran sebuah cahaya akan menambah kebutaannya. Allah SWT telah menegaskan tentang kebutaan seperti ini dalarn firman.Nya, “Adakah orang yang mengetahui bahwasanya apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu benar sama dengan yang buta?' (Qs. Ar-Ra'd: 19), dan firman-Nya, "Dan tidaklah sama orang yang buta dengan orang yang melihat” (Qs. Faathir: 19), serta masih banyak lagi ayat-ayat lainnya.
Sebagian ulama menjelaskan. Maksud dari firman Allah. “Hampir-hampir Kilat itu menyambar penglihatan mereka” adalah bahwa hampir saja ayat-ayat Al Qur'an yang bersifat muhkam (memiliki makna yang jelas) itu menunjukkan atau mengungkap aib-aib kaum munafikin."
Firman Allah, "Setiap kali kilat itu menyinari mereka. mereka berjalan di bawah sinar itu, dan bila gelap menimpa mereka, mereka berhenti" (Qs. Al Baqarah: 20)
Pada ayat ini, Allah SWT telah rnernbuat perumpamaan bagi orang-orang munafik dengan cara menyerupakannya seperti orang-orang yang terkena hujan lebat dengan kondisi gelap gulita, dimana jika kilat itu bersinar, mereka pun akan berjalan di bawah sinar itu, tetapi jika kegelapan telah menimpa, mereka pun akan berhenti. Hal itu adalah seperti kondisi orang-orang munafik yang apabila ajaran-ajaran Al Qur'an sesuai dengan hawa nafsu dan keinginannya, mereka pun akan mengamalkannya, seperti ajaran tentang bolehnya orang-orang munafik (yang mengaku dirinya muslim ed.) untuk menikahi (wanita-wanita) dari kaum muslimin, mendapatkan warisan dari orang-orang muslim, rnernperoleh bagian dari harta rampasan perang yang telah dikumpulkan oleh kaum muslimin, serta terselamatkan jiwa mereka sehingga mereka tidak dibunuh walaupun sebenarnya hati mereka kafir. Sebaliknya, jika ajaran-ajaran Al Qur'an itu tidak cocok dengan hawa nafsu mereka seperti ajaran mengenai kewajiban untuk mencurahkan Jiwa dan harta mereka dalam berjihad di jalan Allah -seperti yang telah diperintahkan dalam Al Qur'an-, mereka pun akan diam saja dan akan berpaling. Allah SWT telah mengisyaratkan hal ini dalam firman-Nya, "Dan apabila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya, agar Rosul menghukum (mengadili) di antara mereka, tiba-tiba sebagian dari mereka menolak untuk datang. Tetapi jika keputusan itu untuk (kemaslahatan) mereka, mereka datang kepada Rosul dengan patuh" (Qs. An-Nuur: 48-49)
Sebagian ulama menjelaskan, Firman Allah, ”Setiap kali kilat itu menyinari mereka, mereka berjalan. '(Qs. Al Bagarah: 20). maksudnya adalah bahwa ketika Allah memberi nikmat kepada mereka berupa nikrnat harta dan kesehatan, mereka pun berkata, 'Agarna ini (Islam) adalah agama yang benar. Sebab selama kami memeluknya, tidak ada sesuatupun yang menimpa kami kecuali kebaikan”. Sedangkan maksud dari firman Allah “dan bila gelap menimpa mereka, mereka berhenti” (Qs. Al Baqarah: 20), adalah bahwa ketika mereka tertimpa ketakutan ataupun suatu penyakit, atau ketika mereka dikaruniai anak perempuan dan bukan anak laki-laki, mereka pun berkata, Musibah yang menirnpa kami ini tidak lain adalah karena kejelekan agama Islam”. Oleh karena itu, maka mereka pun keluar dari agama Islam (murtad). Hal ini telah disinyalir oleh Allah SWT dalam firman-Nya, “Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi maka jika ia memperoleh kebajikan. tetaplah ia dalam keadaan itu, dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah ia ke belakang. Rugilah ia di dunia dan akhirat. Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata.' (Qs. Al Hajj: 11)"
Sebagian ulama menjelaskan, "Yang dimaksud dengan sinar yang menyinari mereka itu adalah pengetahuan mereka tentang sebagian kebenaran yang terdapat dalam Al Qur'an, sedangkan yang dimaksud dengan kegelapan yang menimpa mereka itu adalah keraguan dalam diri mereka tentang kebenaran Al Qur'an."
Wallahua'lam
Ringkasan Tafsir Al Baqarah 17-20 tentang Orang Munafik dari beberapa Mufassirin
Berikut Ringkasan Tafsir surah Al Baqarah ayat 17-20 dari beberapa kitab tafsir.
"Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan mereka da¬lam kegelapan, tidak dapat melihat. Mereka tuli, bisu dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar). Atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap gulita, guruh dan kilat; mereka menyumbat telinganya dengan anak jarinya, karena (mendengar suara) petir, sebab takut akan mati. Dan Allah meliputi orang-orang yang kafir. Hampir-¬hampir kilat itu menyambar penglihatan mereka. Setiap kali kilat itu menyinari mereka, mereka berjalan di bawah sinar itu, dan bila gelap menimpa mereka, mereka berhenti. Jikalau Allah meng-hendaki, niscaya Dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka. Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu." (Al-Baqarah: 17-20).
Tafsir As Sa’di :
Yaitu perumpamaan mereka yang sesuai dengan kondisi mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, yaitu ia berada dalam kegelapan yang pekat, dan sangat membutuhkan api, lalu menyala dari selain dirinya, dan ia sendiri tidak memiliki persiapan akan tetapi di luar kesiapannya, dan ketika api itu telah menerangi sekitarnya, dan ia mampu melihat tempat di mana ia berada dan segala yang ia rasakan berupa kekhawatiran, ia menenangkan diri dan memanfaatkan api tersebut, lalu tenanglah pandangannya, dan ia mengira bahwa ia menguasai kondisi itu, lalu ketika ia berada dalam kondisi seperti itu, Allah memadamkan cahayaNya hingga hilanglah cahaya dari api itu dan lenyaplah kebahagiaannya, lalu ia berada kembali dalam kegelapan yang pekat sedangkan api masih menyala-nyala namun telah hilang cahaya darinya dan tinggallah padanya api yang menyala-nyala, dan ia berada dalam kegelapan yang bermacam-macam; kegelapan malam, kegelapan awan, kegelapan hujan, dan kegelapan yang terjadi setelah adanya cahaya, maka bagaimanakah kondisi orang yang seperti ini? Demikianlah juga orang-orang munafiq yang menyalakan api keimanan dari kaum mukminin. namun tidak menjadi ciri bagi mereka, mereka menjadikannya penerangan untuk sementara waktu dan memanfaatkannya, hingga terjagalah darah mereka dan selamatlah harta mereka, serta mereka mendapatkan suatu keamanan di muka bumi ini, lalu ketika mereka dalam kondisi seperti ini, tiba-tiba kematian menyergap mereka, dan menghentikan pemanfaatan mereka terhadap cahaya tersebut, hingga terjadilah kegundahan, kebimbangan dan siksaan, dan mereka mendapatkan kegelapan kubur, kegelapan kekufuran, kegelapan kemunaqikan dan kegelapan kemaksiatan dengan segala perbedaan coraknya, lalu kemudian setelah itu kegelapan api neraka; dan itulah seburuk-buruk kediaman, oleh karena itu Allah berfirman tentang mereka. (Al Baqarah:17)
Mereka “tuli" maksudnya tuli dari mendengarkan kebaikan, "bisu" maksudnya bisu dari_membicarakannya, "dan buta" dari melihat kebenaran, "Maka tidaklah mereka akan kembali ke jalan yang benar" karena mereka meninggalkan kebenaran setelah mereka mengetahuinya, lalu mereka tidak kembali kepadanya, berbeda dengan orang yang meninggalkan kebenaran karena kebodohan dan kesesatan, karena sesungguhnya ia tidak berfikir dan ia lebih dekat untuk kembali daripada mereka. (Al Baqarah :18)
Kemudian Allah SWT: berfirman, "Atau seperti orang-orang yang ditimpa hujan lebat dari langit" yaitu yang terkena hujan, dia adalah hujan yang mengalir, yaitu turun dengan derasnya, "di sertai gelap gulita" kegelapan malam, kegelapan awan dan kegelapan hujan, yang ada padanya, "guruh" yaitu suara yang terdengar dari awan dan juga ada padanya "kilat" yaitu cahaya yang menyala dan terlihat dari awan. (Al Baqarah:19)
"Setiap kali kilat itu rnenyinari mereka" kilat dalam kegelapan-kegelapan tersebut "Mereka” berjalan di bawah sinar itu, dan bila gelap menimpa mereka, mereka berhenti" yaitu mereka diam, seperti itulah kondisi orang-orang munafiq ketika mereka mendengarkan al-Qur'an, perintah-perintahnya, larangan-larangannya, janjinya dan ancamannya. Mereka meletakkan jari jemari mereka pada telinga-telinga mereka dan mereka berpaling dari perintahnya, larangannya, janjinya dan ancamannya, lalu ancamannya menggetarkan mereka, janji-janjinya mengganggu mereka, dan mereka berpaling darinya dengan sekuat apa pun, hingga membuat mereka lebih kokoh, mereka membencinya seperti seorang yang terkena hujan dan ia mendengar guruh lalu meletakkan jari jemarinya pada kedua telinganya karena takut dari kematian, orang ini masih mempunyai kemungkinan saja memperoleh keselamatan. Adapun orang-orang munafiq dari manakah mereka memperoleh keselamatan, padahal Allah mengawasi mereka baik dengan kemampuan maupun pengetahuannya dan mereka tidak akan lepas dariNya dan tidak mampu melemahkanNya, bahkan Dia menjaga perbuatan-perbuatan mereka lalu memberikan balasan atasnya dengan balasan yang setimpal.
Dan ketika mereka diuji dengan ketulian, kebutaan dan kebisuan maknawi serta tertutupnya pintu-pintu keimanan bagi mereka, Allah berfirman "Jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka" yaitu yang bersifat nyata, dalam hal ini merupakan sebuah tindakan menakut-nakuti mereka, dan peringatan dari hukuman dunia, agar mereka berhati-hati lalu mengambil pelajaran dari sebagian kejahatan dan kenifakan mereka. "Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu" Dia tidaklah lemah terhadap apa pun, dan di antara kekuasaanNya adalah bahwa apabila Dia menghendaki sesuatu niscaya Dia lakukan tanpa ada penghalang dan tanpa ada perintang. Dalam ayat ini dan ayat-ayat yang semisalnya ada sebuah jawaban terhadap al-Qadariyah yang berpendapat bahwasanya perbuatan-perbuatan mereka tidaklah termasuk dalam kekuasaan Allah SWT, karena perbuatan-perbuatan mereka termasuk bagian dari hal-hal yang masuk dalam firmanNya, "Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu".(Al Baqarah :20)
Tafsir Fathul Qadir
Allah memberikan perumpamaan ini bagi orang-orang munafik untuk menerangkan, bahwa keimanan yang mereka tampakkan dan kemunafikan yang mereka sembunyikan itu tidak mengukuhkan hukum-hukum Islam bagi mereka, sebagaimana halnya orang yang menyalakan api, lalu apinya im menerangi sekelilingnya, kemudian api itu padam, maka ia kembali dalam kegelapan, dan penerangan yang sebentar itu tidak ada gunanya baginya. Tetapnya orang yang menyalakan api itu dalam kegelapan tanpa bisa melihat adalah seperti tetapnya orang-orang munafik dalam kebingungannya. Disandangkannya karakter menerangi pada api, walaupun itu api yang bail karena kebatilahjuga begitu, dimana kobaran apinya bisa membahana sejenak kemudian meredup.
Dari pengertian tersebut terbentuk ungkapan mereka, "Kebatilan bisa membengkak, kemudian menciut."
Ibnu Jarir berkata, "Sesungguhnya orang-orang yang diperumpamakan pada mereka di sini, mereka itu sama sekali tidak pernah beriman." Lalu ia berdalih dengan firman Allah Ta'ala:
Di antara manusia ada yang mengatakan, "Kami beriman kepada Allah dan Hari Kemudian," padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yg beriman) (Qs. Al Baqarah [2]: 8).
(Setiap kali kilat itu menyinari mereka, mereka berjalan di bawah sinar itu) Yakni setiap kali orang-orang munafik itu mendapatkan kemuliaan dari Islam, maka mereka merasa tenteram, dan bila mereka mendapatkan hambatan dalam Islam, mereka berhenti untuk kembali kepada kekufuran, sebagaimana firman-Nya: (Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi)." (Qs. Al Hajj 22;11)
Ibnu Katsir berkata, "Yang benar, bahwa pemberitahuan tentang mereka ini adalah mengenai kemunafikan dan kekufuran mereka, dan ini memastikan bahwa mereka itu sebelumnya pernah beriman lalu keimanan itu hilang dari mereka kemudian, hati mereka dikunci mati, ini sebagaimana dikatakan oleh firman Allah Ta'ala:
(Yang demikian itu adalah karena bahwa sesungguhnya mereka telah beriman, kemudian menjadi kafir [lagi!] lalu hati mereka dikunci mati; karena itu mereka tidak dapat mengerti). (Qs. Al Munaafiquun [63] : 3).
(Mereka itu tuli, bisu, dan buta), yakni: mereka tidak dapat mendengar petunjuk, tidak dapat melihatnya dan tidak pula memikirkannya.
Tafsir Al Qurthubi
Maksud dari ayat di atas adalah membuat perumpamaan orang-orang munafik. Yakni, mereka yang menampakkan keirnanan yang dengannya seseorang diperlakukan seperti orang-orang muslim dalam hal perkawinan waris-mewarisi, pembagian harta ghanimah dan jaminan keamanan bagi keluarga dan harta, sama seperti orang yang menyalakan api di malam gelap gulita. Ketika itu, dia mendapatkan cahaya dan dapat melihat apa yang dia harus takuti dan hindari. Namun apabila api padam dari cahayanya sirna maka merekapun kebingungan dan rentan terhadap gangguan:
Seperti itulah orang-orang munafik. Ketika mereka beriman mereka tertipu dengan kata iman. Setelah meninggal dunia, mereka akan dijerumuskan ke dalam adzab yang pedih.
Dalam Al Qur'an, Allah SWT berfirman "sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka (An-Nisaa' [4] : 145).
Mereka tuli, bisu dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar), (Al Baqarah:18)
Apa yang disebutkan di atas bukan maksudnya meniadakan semua kemampuan dari panca indera mereka, akan tetapi maksudnya adalah meniadakan kemampuan panca indera mereka dari satu sisi saja. Qadatah berkata (tuli) dari mendengar yang haq, (bisu) dari berbicara yang haq, (buta) dari melihat kepada yang haq. (Tafsir Al Mawardi)
(Al Qurthubi) katakan, "Makna ini adalah makna yang dimaksudkan dalam ungkapan Nabi SAW tentang para pemimpin di akhir jaman dalam kisah Jibril AS yang bertanya kepada beliau, “Apabila kamu melihat orang-orang yang tidak beralas kaki, telanjang, tuli dan bisu menjadi raja-raja di muka bumi maka itu merupakan tanda-tanda hari kiamat." Wallaahu a 'lam." (HR Muslim)
"Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan mereka da¬lam kegelapan, tidak dapat melihat. Mereka tuli, bisu dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar). Atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap gulita, guruh dan kilat; mereka menyumbat telinganya dengan anak jarinya, karena (mendengar suara) petir, sebab takut akan mati. Dan Allah meliputi orang-orang yang kafir. Hampir-¬hampir kilat itu menyambar penglihatan mereka. Setiap kali kilat itu menyinari mereka, mereka berjalan di bawah sinar itu, dan bila gelap menimpa mereka, mereka berhenti. Jikalau Allah meng-hendaki, niscaya Dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka. Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu." (Al-Baqarah: 17-20).
Tafsir As Sa’di :
Yaitu perumpamaan mereka yang sesuai dengan kondisi mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, yaitu ia berada dalam kegelapan yang pekat, dan sangat membutuhkan api, lalu menyala dari selain dirinya, dan ia sendiri tidak memiliki persiapan akan tetapi di luar kesiapannya, dan ketika api itu telah menerangi sekitarnya, dan ia mampu melihat tempat di mana ia berada dan segala yang ia rasakan berupa kekhawatiran, ia menenangkan diri dan memanfaatkan api tersebut, lalu tenanglah pandangannya, dan ia mengira bahwa ia menguasai kondisi itu, lalu ketika ia berada dalam kondisi seperti itu, Allah memadamkan cahayaNya hingga hilanglah cahaya dari api itu dan lenyaplah kebahagiaannya, lalu ia berada kembali dalam kegelapan yang pekat sedangkan api masih menyala-nyala namun telah hilang cahaya darinya dan tinggallah padanya api yang menyala-nyala, dan ia berada dalam kegelapan yang bermacam-macam; kegelapan malam, kegelapan awan, kegelapan hujan, dan kegelapan yang terjadi setelah adanya cahaya, maka bagaimanakah kondisi orang yang seperti ini? Demikianlah juga orang-orang munafiq yang menyalakan api keimanan dari kaum mukminin. namun tidak menjadi ciri bagi mereka, mereka menjadikannya penerangan untuk sementara waktu dan memanfaatkannya, hingga terjagalah darah mereka dan selamatlah harta mereka, serta mereka mendapatkan suatu keamanan di muka bumi ini, lalu ketika mereka dalam kondisi seperti ini, tiba-tiba kematian menyergap mereka, dan menghentikan pemanfaatan mereka terhadap cahaya tersebut, hingga terjadilah kegundahan, kebimbangan dan siksaan, dan mereka mendapatkan kegelapan kubur, kegelapan kekufuran, kegelapan kemunaqikan dan kegelapan kemaksiatan dengan segala perbedaan coraknya, lalu kemudian setelah itu kegelapan api neraka; dan itulah seburuk-buruk kediaman, oleh karena itu Allah berfirman tentang mereka. (Al Baqarah:17)
Mereka “tuli" maksudnya tuli dari mendengarkan kebaikan, "bisu" maksudnya bisu dari_membicarakannya, "dan buta" dari melihat kebenaran, "Maka tidaklah mereka akan kembali ke jalan yang benar" karena mereka meninggalkan kebenaran setelah mereka mengetahuinya, lalu mereka tidak kembali kepadanya, berbeda dengan orang yang meninggalkan kebenaran karena kebodohan dan kesesatan, karena sesungguhnya ia tidak berfikir dan ia lebih dekat untuk kembali daripada mereka. (Al Baqarah :18)
Kemudian Allah SWT: berfirman, "Atau seperti orang-orang yang ditimpa hujan lebat dari langit" yaitu yang terkena hujan, dia adalah hujan yang mengalir, yaitu turun dengan derasnya, "di sertai gelap gulita" kegelapan malam, kegelapan awan dan kegelapan hujan, yang ada padanya, "guruh" yaitu suara yang terdengar dari awan dan juga ada padanya "kilat" yaitu cahaya yang menyala dan terlihat dari awan. (Al Baqarah:19)
"Setiap kali kilat itu rnenyinari mereka" kilat dalam kegelapan-kegelapan tersebut "Mereka” berjalan di bawah sinar itu, dan bila gelap menimpa mereka, mereka berhenti" yaitu mereka diam, seperti itulah kondisi orang-orang munafiq ketika mereka mendengarkan al-Qur'an, perintah-perintahnya, larangan-larangannya, janjinya dan ancamannya. Mereka meletakkan jari jemari mereka pada telinga-telinga mereka dan mereka berpaling dari perintahnya, larangannya, janjinya dan ancamannya, lalu ancamannya menggetarkan mereka, janji-janjinya mengganggu mereka, dan mereka berpaling darinya dengan sekuat apa pun, hingga membuat mereka lebih kokoh, mereka membencinya seperti seorang yang terkena hujan dan ia mendengar guruh lalu meletakkan jari jemarinya pada kedua telinganya karena takut dari kematian, orang ini masih mempunyai kemungkinan saja memperoleh keselamatan. Adapun orang-orang munafiq dari manakah mereka memperoleh keselamatan, padahal Allah mengawasi mereka baik dengan kemampuan maupun pengetahuannya dan mereka tidak akan lepas dariNya dan tidak mampu melemahkanNya, bahkan Dia menjaga perbuatan-perbuatan mereka lalu memberikan balasan atasnya dengan balasan yang setimpal.
Dan ketika mereka diuji dengan ketulian, kebutaan dan kebisuan maknawi serta tertutupnya pintu-pintu keimanan bagi mereka, Allah berfirman "Jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka" yaitu yang bersifat nyata, dalam hal ini merupakan sebuah tindakan menakut-nakuti mereka, dan peringatan dari hukuman dunia, agar mereka berhati-hati lalu mengambil pelajaran dari sebagian kejahatan dan kenifakan mereka. "Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu" Dia tidaklah lemah terhadap apa pun, dan di antara kekuasaanNya adalah bahwa apabila Dia menghendaki sesuatu niscaya Dia lakukan tanpa ada penghalang dan tanpa ada perintang. Dalam ayat ini dan ayat-ayat yang semisalnya ada sebuah jawaban terhadap al-Qadariyah yang berpendapat bahwasanya perbuatan-perbuatan mereka tidaklah termasuk dalam kekuasaan Allah SWT, karena perbuatan-perbuatan mereka termasuk bagian dari hal-hal yang masuk dalam firmanNya, "Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu".(Al Baqarah :20)
Tafsir Fathul Qadir
Allah memberikan perumpamaan ini bagi orang-orang munafik untuk menerangkan, bahwa keimanan yang mereka tampakkan dan kemunafikan yang mereka sembunyikan itu tidak mengukuhkan hukum-hukum Islam bagi mereka, sebagaimana halnya orang yang menyalakan api, lalu apinya im menerangi sekelilingnya, kemudian api itu padam, maka ia kembali dalam kegelapan, dan penerangan yang sebentar itu tidak ada gunanya baginya. Tetapnya orang yang menyalakan api itu dalam kegelapan tanpa bisa melihat adalah seperti tetapnya orang-orang munafik dalam kebingungannya. Disandangkannya karakter menerangi pada api, walaupun itu api yang bail karena kebatilahjuga begitu, dimana kobaran apinya bisa membahana sejenak kemudian meredup.
Dari pengertian tersebut terbentuk ungkapan mereka, "Kebatilan bisa membengkak, kemudian menciut."
Ibnu Jarir berkata, "Sesungguhnya orang-orang yang diperumpamakan pada mereka di sini, mereka itu sama sekali tidak pernah beriman." Lalu ia berdalih dengan firman Allah Ta'ala:
Di antara manusia ada yang mengatakan, "Kami beriman kepada Allah dan Hari Kemudian," padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yg beriman) (Qs. Al Baqarah [2]: 8).
(Setiap kali kilat itu menyinari mereka, mereka berjalan di bawah sinar itu) Yakni setiap kali orang-orang munafik itu mendapatkan kemuliaan dari Islam, maka mereka merasa tenteram, dan bila mereka mendapatkan hambatan dalam Islam, mereka berhenti untuk kembali kepada kekufuran, sebagaimana firman-Nya: (Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi)." (Qs. Al Hajj 22;11)
Ibnu Katsir berkata, "Yang benar, bahwa pemberitahuan tentang mereka ini adalah mengenai kemunafikan dan kekufuran mereka, dan ini memastikan bahwa mereka itu sebelumnya pernah beriman lalu keimanan itu hilang dari mereka kemudian, hati mereka dikunci mati, ini sebagaimana dikatakan oleh firman Allah Ta'ala:
(Yang demikian itu adalah karena bahwa sesungguhnya mereka telah beriman, kemudian menjadi kafir [lagi!] lalu hati mereka dikunci mati; karena itu mereka tidak dapat mengerti). (Qs. Al Munaafiquun [63] : 3).
(Mereka itu tuli, bisu, dan buta), yakni: mereka tidak dapat mendengar petunjuk, tidak dapat melihatnya dan tidak pula memikirkannya.
Tafsir Al Qurthubi
Maksud dari ayat di atas adalah membuat perumpamaan orang-orang munafik. Yakni, mereka yang menampakkan keirnanan yang dengannya seseorang diperlakukan seperti orang-orang muslim dalam hal perkawinan waris-mewarisi, pembagian harta ghanimah dan jaminan keamanan bagi keluarga dan harta, sama seperti orang yang menyalakan api di malam gelap gulita. Ketika itu, dia mendapatkan cahaya dan dapat melihat apa yang dia harus takuti dan hindari. Namun apabila api padam dari cahayanya sirna maka merekapun kebingungan dan rentan terhadap gangguan:
Seperti itulah orang-orang munafik. Ketika mereka beriman mereka tertipu dengan kata iman. Setelah meninggal dunia, mereka akan dijerumuskan ke dalam adzab yang pedih.
Dalam Al Qur'an, Allah SWT berfirman "sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka (An-Nisaa' [4] : 145).
Mereka tuli, bisu dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar), (Al Baqarah:18)
Apa yang disebutkan di atas bukan maksudnya meniadakan semua kemampuan dari panca indera mereka, akan tetapi maksudnya adalah meniadakan kemampuan panca indera mereka dari satu sisi saja. Qadatah berkata (tuli) dari mendengar yang haq, (bisu) dari berbicara yang haq, (buta) dari melihat kepada yang haq. (Tafsir Al Mawardi)
(Al Qurthubi) katakan, "Makna ini adalah makna yang dimaksudkan dalam ungkapan Nabi SAW tentang para pemimpin di akhir jaman dalam kisah Jibril AS yang bertanya kepada beliau, “Apabila kamu melihat orang-orang yang tidak beralas kaki, telanjang, tuli dan bisu menjadi raja-raja di muka bumi maka itu merupakan tanda-tanda hari kiamat." Wallaahu a 'lam." (HR Muslim)
Selasa, 26 April 2011
*Menjaga Kehormatan Muslimah*
penyusun: Ummu Uwais dan Ummu Aiman
Muraja’ah: Ustadz Nur Kholis Kurdian, Lc.
Wahai saudariku muslimah, wanita adalah kunci kebaikan suatu umat. Wanita
bagaikan batu bata, ia adalah pembangun generasi manusia. Maka jika kaum
wanita baik, maka baiklah suatu generasi. Namun sebaliknya, jika kaum wanita
itu rusak, maka akan rusak pulalah generasi tersebut.
Maka, engkaulah wahai saudariku… engkaulah pengemban amanah pembangun
generasi umat ini. Jadilah engkau wanita muslimah yang sejati, wanita yang
senantiasa menjaga kehormatannya. Yang menjunjung tinggi hak Rabb-nya. Yang
setia menjalankan sunnah rasul-Nya.
Wanita Berbeda Dengan Laki-Laki
Allah berfirman,
* “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
menyembah-Ku.” (Qs. Adz-Dzaariyat: 56)*
* *
Allah telah menciptakan manusia dalam jenis perempuan dan laki-laki dengan
memiliki kewajiban yang sama, yaitu untuk beribadah kepada Allah. Dia telah
menempatkan pria dan wanita pada kedudukannya masing-masing sesuai dengan
kodratnya. Dalam beberapa hal, sebagian mereka tidak boleh dan tidak bisa
menggantikan yang lain.
Keduanya memiliki kedudukan yang sama. Dalam peribadatan, secara umum mereka
memiliki hak dan kewajiban yang tidak berbeda. Hanya dalam masalah-masalah
tertentu, memang ada perbedaan. Hal itu Allah sesuaikan dengan naluri,
tabiat, dan kondisi masing-masing.
Allah mentakdirkan bahwa laki-laki tidaklah sama dengan perempuan, baik
dalam bentuk penciptaan, postur tubuh, dan susunan anggota badan.
Allah berfirman,
*“Dan laki-laki itu tidaklah sama dengan perempuan.” (Qs. Ali Imran: 36)*
Karena perbedaan ini, maka Allah mengkhususkan beberapa hukum syar’i bagi
kaum laki-laki dan perempuan sesuai dengan bentuk dasar, keahlian dan
kemampuannya masing-masing. Allah memberikan hukum-hukum yang menjadi
keistimewaan bagi kaum laki-laki, diantaranya bahwa laki-laki adalah
pemimpin bagi kaum perempuan, kenabian dan kerasulan hanya diberikan kepada
kaum laki-laki dan bukan kepada perempuan, laki-laki mendapatkan dua kali
lipat dari bagian perempuan dalam hal warisan, dan lain-lain. Sebaliknya,
Islam telah memuliakan wanita dengan memerintahkan wanita untuk tetap
tinggal dalam rumahnya, serta merawat suami dan anak-anaknya.
Mujahid meriwayatkan bahwa Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha berkata: “Wahai
Rasulullah, mengapa kaum laki-laki bisa pergi ke medan perang sedang kami
tidak, dan kamipun hanya mendapatkan warisan setengah bagian laki-laki?”
Maka turunlah ayat yang artinya, “Dan janganlah kamu iri terhadap apa yang
dikaruniakan Allah…” (Qs. An-Nisaa’: 32)” (Diriwayatkan oleh Ath-Thabari,
Imam Ahmad, Al-Hakim, dan lain sebagainya)
Saudariku, maka hendaklah kita mengimani apa yang Allah takdirkan, bahwa
laki-laki dan perempuan berbeda. Yakinlah, di balik perbedaan ini ada hikmah
yang sangat besar, karena Allah adalah Dzat Yang Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal.
Mari Menjaga Kehormatan Dengan Berhijab
Berhijab merupakan kewajiban yang harus ditunaikan bagi setiap wanita
muslimah. Hijab merupakan salah satu bentuk pemuliaan terhadap wanita yang
telah disyariatkan dalam Islam. Dalam mengenakan hijab syar’i haruslah
menutupi seluruh tubuh dan menutupi seluruh perhiasan yang dikenakan dari
pandangan laki-laki yang bukan mahram. Hal ini sebagaimana tercantum dalam
firman Allah Ta’ala:
*“dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya.” (Qs. An-Nuur: 31)*
Mengenakan hijab syar’i merupakan amalan yang dilakukan oleh wanita-wanita
mukminah dari kalangan sahabiah dan generasi setelahnya. Merupakan keharusan
bagi wanita-wanita sekarang yang menisbatkan diri pada islam untuk
meneladani jejak wanita-wanita muslimah pendahulu meraka dalam berbagai
aspek kehidupan, salah satunya adalah dalam masalah berhijab. Hijab
merupakan cermin kesucian diri, kemuliaan yang berhiaskan malu dan
kecemburuan (ghirah). Ironisnya, banyak wanita sekarang yang menisbatkan
diri pada islam keluar di jalan-jalan dan tempat-tempat umum tanpa
mengenakan hijab, tetapi malah bersolek dan bertabaruj tanpa rasa malu.
Sampai-sampai sulit dibedakan mana wanita muslim dan mana wanita kafir,
sekalipun ada yang memakai kerudung, akan tetapi kerudung tersebut tak
ubahnya hanyalah seperti hiasan penutup kepala.
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata:
“Semoga Alloh merahmati para wanita generasi pertama yang berhijrah, ketika
turun ayat:
*“dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung kedadanya,” (Qs. An-Nuur:
31)*
* *
“Maka mereka segera merobek kain panjang/baju mantel mereka untuk kemudian
menggunakannya sebagai khimar penutup tubuh bagian atas mereka.”
Subhanallah… jauh sekali keadaan wanita di zaman ini dengan keadaan wanita
zaman sahabiah.
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa hijab merupakan kewajiban atas diri
seorang muslimah dan meninggalkannya menyebabkan dosa yang membinasakan dan
mendatangkan dosa-dosa yang lainnya. Sebagai bentuk ketaatan kepada Allah
dan rasul-Nya hendaknya wanita mukminah bersegera melaksanakan perintah
Alloh yang satu ini.
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman: *“Dan tidaklah patut bagi mukmin dan tidak
(pula) bagi mukminah, apabila Allah dan rasul-Nya telah menetapkan suatu
ketetapan, kemudian mereka mempunyai pilihan (yang lain) tentang urusan
mereka, dan barangsiapa mendurhakai Allah dan rasul-Nya. Maka sungguhlah dia
telah sesat, dengan kesesatan yang nyata.”* *(Qs. Al-Ahzab: 36)*
Mengenakan hijab syar’i mempunyai banyak keutamaan, diantaranya:
Menjaga kehormatan.
Membersihkan hati.
Melahirkan akhlaq yang mulia.
Tanda kesucian.
Menjaga rasa malu.
Mencegah dari keinginan dan hasrat syaithoniah.
Menjaga ghirah.
Dan lain-lain. Adapun untuk rincian tentang hijab dapat dilihat pada
artikel-artikel sebelumnya.
Kembalilah ke Rumahmu
*“Dan hendaklah kamu tetap berada di rumahmu.” (Qs. Al-Ahzab: 33)*
Islam telah memuliakan kaum wanita dengan memerintahkan mereka untuk tetap
tinggal dalam rumahnya. Ini merupakan ketentuan yang telah Allah
syari’atkan. Oleh karena itu, Allah membebaskan kaum wanita dari beberapa
kewajiban syari’at yang di lain sisi diwajibkan kepada kaum laki-laki,
diantaranya:
1. Digugurkan baginya kewajiban menghadiri shalat jum’at dan shalat jama’ah.
2. Kewajiban menunaikan ibadah haji bagi wanita disyaratkan dengan mahram
yang menyertainya.
3. Wanita tidak berkewajiban berjihad.
Sedangkan keluarnya mereka dari rumah adalah rukhshah (keringanan) yang
diberikan karena kebutuhan dan darurat. Maka, hendaklah wanita muslimah
tidak sering-sering keluar rumah, apalagi dengan berhias atau memakai
wangi-wangian sebagaimana halnya kebiasaan wanita-wanita jahiliyah.
Perintah untuk tetap berada di rumah merupakan hijab bagi kaum wanita dari
menampakkan diri di hadapan laki-laki yang bukan mahram dan dari ihtilat.
Apabila wanita menampakkan diri di hadapan laki-laki yang bukan mahram maka
ia wajib mengenakan hijab yang menutupi seluruh tubuh dan perhiasannya.
Dengan menjaga hal ini, maka akan terwujud berbagai tujuan syari’at, yaitu:
Terpeliharanya apa yang menjadi tuntunan fitrah dan kondisi manusia berupa
pembagian yang adil diantara hamba-hamba-Nya yaitu kaum wanita memegang
urusan rumah tangga sedangkan laki-laki menangani pekerjaan di luar rumah.
Terpeliharanya tujuan syari’at bahwa masyarakat islami adalah masyarakat
yang tidak bercampur baur. Kaum wanita memiliki komunitas khusus yaitu di
dalam rumah sedang kaum laki-laki memiliki komunitas tersendiri, yaitu di
luar rumah.
Memfokuskan kaum wanita untuk melaksanakan kewajibannya dalam rumah tangga
dan mendidik generasi mendatang.
Islam adalah agama fitrah, dimana kemaslahatan umum seiring dengan fitrah
manusia dan kebahagiaannya. Jadi, Islam tidak memperbolehkan bagi kaum
wanita untuk bekerja kecuali sesuai dengan fitrah, tabiat, dan sifat
kewanitaannya. Sebab, seorang perempuan adalah seorang istri yang mengemban
tugas mengandung, melahirkan, menyusui, mengurus rumah, merawat anak,
mendidik generasi umat di madrasah mereka yang pertama, yaitu: ‘Rumah’.
Bahaya Tabarruj Model Jahiliyah
Bersolek merupakan fitrah bagi wanita pada umumnya. Jika bersolek di depan
suami, orang tua atau teman-teman sesama wanita maka hal ini tidak mengapa.
Namun, wanita sekarang umumnya bersolek dan menampakkan sebagian anggota
tubuh serta perhiasan di tempat-tempat umum. Padahal di tempat-tempat umum
banyak terdapat laki-laki non mahram yang akan memperhatikan mereka dan
keindahan yang ditampakkannya. Seperti itulah yang disebut dengan tabarruj
model jahiliyah.
Di zaman sekarang, tabarruj model ini merupakan hal yang sudah dianggap
biasa, padahal Allah dan Rasul-Nya mengharamkan yang demikian.
Allah berfirman:
*“Dan hendaklah kamu tetap berada di rumahmu, dan janganlah kalian berhias
dan bertingkah laku seperti model berhias dan bertingkah lakunya orang-orang
jahiliyah dahulu (tabarruj model jahiliyah).” (Qs. Al-Ahzab: 33)*
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, yang artinya: “Ada dua golongan ahli neraka yang tidak
pernah aku lihat sebelumnya; sekelompok orang yang memegang cambuk seperti
ekor sapi yang dipakai untuk mencambuk manusia, dan wanita-wanita yang
berpakaian tapi hakikatnya telanjang, mereka berjalan melenggak-lenggok,
kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Mereka tidak akan masuk surga
dan tidak bisa mencium aromanya. Sesungguhnya aroma jannah tercium dari
jarak sekian dan sekian.” (HR. Muslim)
Bentuk-bentuk tabarruj model jahiliyah diantaranya:
Menampakkan sebagian anggota tubuhnya di hadapan laki-laki non mahram.
Menampakkan perhiasannya,baik semua atau sebagian.
Berjalan dengan dibuat-buat.
Mendayu-dayu dalam berbicara terhadap laki-laki non mahram.
Menghentak-hentakkan kaki agar diketahui perhiasan yang tersembunyi.
Pernikahan, Mahkota Kaum Wanita
Menikah merupakan sunnah para Nabi dan Rasul serta jalan hidup orang-orang
mukmin. Menikah merupakan perintah Allah kepada hamba-hamba-Nya:
*“Dan nikahkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang
yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba
sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memberi kemampuan
kepada mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi
Maha Mengetahui.” (Qs. An-Nuur: 32)*
Pernikahan merupakan sarana untuk menjaga kesucian dan kehormatan baik
laki-laki maupun perempuan. Selain itu, menikah dapat menentramkan hati dan
mencegah diri dari dosa (zina). Hendaknya menikah diniatkan karena mengikuti
sunnah nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan untuk menjaga agama serta
kehormatannya.
Tidak sepantasnya bagi wanita mukminah bercita-cita untuk hidup membujang.
Membujang dapat menyebabkan hati senantiasa gelisah, terjerumus dalam banyak
dosa, dan menyebabkan terjatuh dalam kehinaan.
Kemaslahatan-kemaslahatan pernikahan:
Menjaga keturunan dan kelangsungan hidup manusia.
Menjaga kehormatan dan kesucian diri.
Memberikan ketentraman bagi dua insan. Ada yang dilindungi dan melindungi.
Serta memunculkan kasih sayang bagi keduanya.
Demikianlah beberapa perkara yang harus diperhatikan oleh setiap muslimah
agar dirinya tidak terjerumus ke dalam dosa dan kemaksiatan dan tidak
menjerumuskan orang lain ke dalam dosa dan kemaksiatan. Allahu A’lam.
Referensi:
Menjaga Kehormatan Muslimah, Syaikh Bakar Abu Zaid.
Muraja’ah: Ustadz Nur Kholis Kurdian, Lc.
Wahai saudariku muslimah, wanita adalah kunci kebaikan suatu umat. Wanita
bagaikan batu bata, ia adalah pembangun generasi manusia. Maka jika kaum
wanita baik, maka baiklah suatu generasi. Namun sebaliknya, jika kaum wanita
itu rusak, maka akan rusak pulalah generasi tersebut.
Maka, engkaulah wahai saudariku… engkaulah pengemban amanah pembangun
generasi umat ini. Jadilah engkau wanita muslimah yang sejati, wanita yang
senantiasa menjaga kehormatannya. Yang menjunjung tinggi hak Rabb-nya. Yang
setia menjalankan sunnah rasul-Nya.
Wanita Berbeda Dengan Laki-Laki
Allah berfirman,
* “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
menyembah-Ku.” (Qs. Adz-Dzaariyat: 56)*
* *
Allah telah menciptakan manusia dalam jenis perempuan dan laki-laki dengan
memiliki kewajiban yang sama, yaitu untuk beribadah kepada Allah. Dia telah
menempatkan pria dan wanita pada kedudukannya masing-masing sesuai dengan
kodratnya. Dalam beberapa hal, sebagian mereka tidak boleh dan tidak bisa
menggantikan yang lain.
Keduanya memiliki kedudukan yang sama. Dalam peribadatan, secara umum mereka
memiliki hak dan kewajiban yang tidak berbeda. Hanya dalam masalah-masalah
tertentu, memang ada perbedaan. Hal itu Allah sesuaikan dengan naluri,
tabiat, dan kondisi masing-masing.
Allah mentakdirkan bahwa laki-laki tidaklah sama dengan perempuan, baik
dalam bentuk penciptaan, postur tubuh, dan susunan anggota badan.
Allah berfirman,
*“Dan laki-laki itu tidaklah sama dengan perempuan.” (Qs. Ali Imran: 36)*
Karena perbedaan ini, maka Allah mengkhususkan beberapa hukum syar’i bagi
kaum laki-laki dan perempuan sesuai dengan bentuk dasar, keahlian dan
kemampuannya masing-masing. Allah memberikan hukum-hukum yang menjadi
keistimewaan bagi kaum laki-laki, diantaranya bahwa laki-laki adalah
pemimpin bagi kaum perempuan, kenabian dan kerasulan hanya diberikan kepada
kaum laki-laki dan bukan kepada perempuan, laki-laki mendapatkan dua kali
lipat dari bagian perempuan dalam hal warisan, dan lain-lain. Sebaliknya,
Islam telah memuliakan wanita dengan memerintahkan wanita untuk tetap
tinggal dalam rumahnya, serta merawat suami dan anak-anaknya.
Mujahid meriwayatkan bahwa Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha berkata: “Wahai
Rasulullah, mengapa kaum laki-laki bisa pergi ke medan perang sedang kami
tidak, dan kamipun hanya mendapatkan warisan setengah bagian laki-laki?”
Maka turunlah ayat yang artinya, “Dan janganlah kamu iri terhadap apa yang
dikaruniakan Allah…” (Qs. An-Nisaa’: 32)” (Diriwayatkan oleh Ath-Thabari,
Imam Ahmad, Al-Hakim, dan lain sebagainya)
Saudariku, maka hendaklah kita mengimani apa yang Allah takdirkan, bahwa
laki-laki dan perempuan berbeda. Yakinlah, di balik perbedaan ini ada hikmah
yang sangat besar, karena Allah adalah Dzat Yang Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal.
Mari Menjaga Kehormatan Dengan Berhijab
Berhijab merupakan kewajiban yang harus ditunaikan bagi setiap wanita
muslimah. Hijab merupakan salah satu bentuk pemuliaan terhadap wanita yang
telah disyariatkan dalam Islam. Dalam mengenakan hijab syar’i haruslah
menutupi seluruh tubuh dan menutupi seluruh perhiasan yang dikenakan dari
pandangan laki-laki yang bukan mahram. Hal ini sebagaimana tercantum dalam
firman Allah Ta’ala:
*“dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya.” (Qs. An-Nuur: 31)*
Mengenakan hijab syar’i merupakan amalan yang dilakukan oleh wanita-wanita
mukminah dari kalangan sahabiah dan generasi setelahnya. Merupakan keharusan
bagi wanita-wanita sekarang yang menisbatkan diri pada islam untuk
meneladani jejak wanita-wanita muslimah pendahulu meraka dalam berbagai
aspek kehidupan, salah satunya adalah dalam masalah berhijab. Hijab
merupakan cermin kesucian diri, kemuliaan yang berhiaskan malu dan
kecemburuan (ghirah). Ironisnya, banyak wanita sekarang yang menisbatkan
diri pada islam keluar di jalan-jalan dan tempat-tempat umum tanpa
mengenakan hijab, tetapi malah bersolek dan bertabaruj tanpa rasa malu.
Sampai-sampai sulit dibedakan mana wanita muslim dan mana wanita kafir,
sekalipun ada yang memakai kerudung, akan tetapi kerudung tersebut tak
ubahnya hanyalah seperti hiasan penutup kepala.
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata:
“Semoga Alloh merahmati para wanita generasi pertama yang berhijrah, ketika
turun ayat:
*“dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung kedadanya,” (Qs. An-Nuur:
31)*
* *
“Maka mereka segera merobek kain panjang/baju mantel mereka untuk kemudian
menggunakannya sebagai khimar penutup tubuh bagian atas mereka.”
Subhanallah… jauh sekali keadaan wanita di zaman ini dengan keadaan wanita
zaman sahabiah.
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa hijab merupakan kewajiban atas diri
seorang muslimah dan meninggalkannya menyebabkan dosa yang membinasakan dan
mendatangkan dosa-dosa yang lainnya. Sebagai bentuk ketaatan kepada Allah
dan rasul-Nya hendaknya wanita mukminah bersegera melaksanakan perintah
Alloh yang satu ini.
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman: *“Dan tidaklah patut bagi mukmin dan tidak
(pula) bagi mukminah, apabila Allah dan rasul-Nya telah menetapkan suatu
ketetapan, kemudian mereka mempunyai pilihan (yang lain) tentang urusan
mereka, dan barangsiapa mendurhakai Allah dan rasul-Nya. Maka sungguhlah dia
telah sesat, dengan kesesatan yang nyata.”* *(Qs. Al-Ahzab: 36)*
Mengenakan hijab syar’i mempunyai banyak keutamaan, diantaranya:
Menjaga kehormatan.
Membersihkan hati.
Melahirkan akhlaq yang mulia.
Tanda kesucian.
Menjaga rasa malu.
Mencegah dari keinginan dan hasrat syaithoniah.
Menjaga ghirah.
Dan lain-lain. Adapun untuk rincian tentang hijab dapat dilihat pada
artikel-artikel sebelumnya.
Kembalilah ke Rumahmu
*“Dan hendaklah kamu tetap berada di rumahmu.” (Qs. Al-Ahzab: 33)*
Islam telah memuliakan kaum wanita dengan memerintahkan mereka untuk tetap
tinggal dalam rumahnya. Ini merupakan ketentuan yang telah Allah
syari’atkan. Oleh karena itu, Allah membebaskan kaum wanita dari beberapa
kewajiban syari’at yang di lain sisi diwajibkan kepada kaum laki-laki,
diantaranya:
1. Digugurkan baginya kewajiban menghadiri shalat jum’at dan shalat jama’ah.
2. Kewajiban menunaikan ibadah haji bagi wanita disyaratkan dengan mahram
yang menyertainya.
3. Wanita tidak berkewajiban berjihad.
Sedangkan keluarnya mereka dari rumah adalah rukhshah (keringanan) yang
diberikan karena kebutuhan dan darurat. Maka, hendaklah wanita muslimah
tidak sering-sering keluar rumah, apalagi dengan berhias atau memakai
wangi-wangian sebagaimana halnya kebiasaan wanita-wanita jahiliyah.
Perintah untuk tetap berada di rumah merupakan hijab bagi kaum wanita dari
menampakkan diri di hadapan laki-laki yang bukan mahram dan dari ihtilat.
Apabila wanita menampakkan diri di hadapan laki-laki yang bukan mahram maka
ia wajib mengenakan hijab yang menutupi seluruh tubuh dan perhiasannya.
Dengan menjaga hal ini, maka akan terwujud berbagai tujuan syari’at, yaitu:
Terpeliharanya apa yang menjadi tuntunan fitrah dan kondisi manusia berupa
pembagian yang adil diantara hamba-hamba-Nya yaitu kaum wanita memegang
urusan rumah tangga sedangkan laki-laki menangani pekerjaan di luar rumah.
Terpeliharanya tujuan syari’at bahwa masyarakat islami adalah masyarakat
yang tidak bercampur baur. Kaum wanita memiliki komunitas khusus yaitu di
dalam rumah sedang kaum laki-laki memiliki komunitas tersendiri, yaitu di
luar rumah.
Memfokuskan kaum wanita untuk melaksanakan kewajibannya dalam rumah tangga
dan mendidik generasi mendatang.
Islam adalah agama fitrah, dimana kemaslahatan umum seiring dengan fitrah
manusia dan kebahagiaannya. Jadi, Islam tidak memperbolehkan bagi kaum
wanita untuk bekerja kecuali sesuai dengan fitrah, tabiat, dan sifat
kewanitaannya. Sebab, seorang perempuan adalah seorang istri yang mengemban
tugas mengandung, melahirkan, menyusui, mengurus rumah, merawat anak,
mendidik generasi umat di madrasah mereka yang pertama, yaitu: ‘Rumah’.
Bahaya Tabarruj Model Jahiliyah
Bersolek merupakan fitrah bagi wanita pada umumnya. Jika bersolek di depan
suami, orang tua atau teman-teman sesama wanita maka hal ini tidak mengapa.
Namun, wanita sekarang umumnya bersolek dan menampakkan sebagian anggota
tubuh serta perhiasan di tempat-tempat umum. Padahal di tempat-tempat umum
banyak terdapat laki-laki non mahram yang akan memperhatikan mereka dan
keindahan yang ditampakkannya. Seperti itulah yang disebut dengan tabarruj
model jahiliyah.
Di zaman sekarang, tabarruj model ini merupakan hal yang sudah dianggap
biasa, padahal Allah dan Rasul-Nya mengharamkan yang demikian.
Allah berfirman:
*“Dan hendaklah kamu tetap berada di rumahmu, dan janganlah kalian berhias
dan bertingkah laku seperti model berhias dan bertingkah lakunya orang-orang
jahiliyah dahulu (tabarruj model jahiliyah).” (Qs. Al-Ahzab: 33)*
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, yang artinya: “Ada dua golongan ahli neraka yang tidak
pernah aku lihat sebelumnya; sekelompok orang yang memegang cambuk seperti
ekor sapi yang dipakai untuk mencambuk manusia, dan wanita-wanita yang
berpakaian tapi hakikatnya telanjang, mereka berjalan melenggak-lenggok,
kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Mereka tidak akan masuk surga
dan tidak bisa mencium aromanya. Sesungguhnya aroma jannah tercium dari
jarak sekian dan sekian.” (HR. Muslim)
Bentuk-bentuk tabarruj model jahiliyah diantaranya:
Menampakkan sebagian anggota tubuhnya di hadapan laki-laki non mahram.
Menampakkan perhiasannya,baik semua atau sebagian.
Berjalan dengan dibuat-buat.
Mendayu-dayu dalam berbicara terhadap laki-laki non mahram.
Menghentak-hentakkan kaki agar diketahui perhiasan yang tersembunyi.
Pernikahan, Mahkota Kaum Wanita
Menikah merupakan sunnah para Nabi dan Rasul serta jalan hidup orang-orang
mukmin. Menikah merupakan perintah Allah kepada hamba-hamba-Nya:
*“Dan nikahkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang
yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba
sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memberi kemampuan
kepada mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi
Maha Mengetahui.” (Qs. An-Nuur: 32)*
Pernikahan merupakan sarana untuk menjaga kesucian dan kehormatan baik
laki-laki maupun perempuan. Selain itu, menikah dapat menentramkan hati dan
mencegah diri dari dosa (zina). Hendaknya menikah diniatkan karena mengikuti
sunnah nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan untuk menjaga agama serta
kehormatannya.
Tidak sepantasnya bagi wanita mukminah bercita-cita untuk hidup membujang.
Membujang dapat menyebabkan hati senantiasa gelisah, terjerumus dalam banyak
dosa, dan menyebabkan terjatuh dalam kehinaan.
Kemaslahatan-kemaslahatan pernikahan:
Menjaga keturunan dan kelangsungan hidup manusia.
Menjaga kehormatan dan kesucian diri.
Memberikan ketentraman bagi dua insan. Ada yang dilindungi dan melindungi.
Serta memunculkan kasih sayang bagi keduanya.
Demikianlah beberapa perkara yang harus diperhatikan oleh setiap muslimah
agar dirinya tidak terjerumus ke dalam dosa dan kemaksiatan dan tidak
menjerumuskan orang lain ke dalam dosa dan kemaksiatan. Allahu A’lam.
Referensi:
Menjaga Kehormatan Muslimah, Syaikh Bakar Abu Zaid.
Cinta dan Benci Karena Allah
Bismillahirrohmannirrohiim...
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah riwayat dari Rabbnya:
“Allah ‘Azza wa jalla berfirman: ‘Cinta-Ku telah ditetapkan bagi siapa saja yang saling mencintai karena Aku.’”
(HR Ahmad (V/229), al-Hakim (IV/169) dan selain keduanya dari hadits ‘Ubadah bin ash-Shamit – semoga Allah meridhainya. Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali berkata: hadits ini shahih).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Ada tiga perkara, siapa saja yang memilikinya niscaya ia akan merasakan manisnya iman: (1) Allah dan Rasul-Nya menjadi yang paling ia cintai daripada selain keduanya. (2) Mencintai seseorang karena Allah semata. (3) Benci kembali kepada kekufuran sebagaimana ia benci dilemparkan ke dalam api.”
(Hadist shahih riwayat Bukhari dan Muslim dari shahabat Anas bin Malik – semoga Allah meridhainya).
Orang-orang yang saling mencintai karena Allah ‘azza wa jalla berada di bawah naungan ‘Arsy ar-Rahman pada hari yang tiada naungan kecuali naungan-Nya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
”Sesungguhnya Allah akan bertanya nanti pada hari Kiamat: ’Di manakah orang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku? Pada hari ini Aku akan menaungi mereka di bawah naungan-Ku yang tiada naungan kecuali naungan-Ku.’”
(Hadits Shahih riwayat Muslim (XVI/123) dari shahabat Abu Hurairah – semoga Allah meridhainya).
Dan bahkan para Nabi pun cemburu......
Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah riwayat dari Rabbnya:
”Allah ’azza wa jalla berfirman: ’Orang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku bagi mereka mimbar-mimbar dari cahaya yang membuat cemburu para Nabi dan syuhada.’”
(Hadits shahih riwayat at-Tirmidzi (2390) dan Ahmad (V/236-237))
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
”Sesungguhnya di antara hamba-hamba Allah ada yang bukan Nabi, tetapi para Nabi dan syuhada merasa cemburu terhadap mereka. Ada yang bertanya: ’Siapakah mereka? Semoga kami dapat mencintai mereka.’ Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam menjawab: ’Mereka adalah orang-orang yang saling mencintai karena cahaya Allah tanpa ada hubungan keluarga dan nasab (silsilah) di antara mereka. Wajah-wajah mereka bagaikan cahaya di atas mimbar-mimbar dari cahaya. Mereka tidak takut di saat manusia takut dan mereka tidak bersedih di saat manusia bersedih.’ Kemudian beliau membacakan ayat: ’Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.’” (QS. Yunus: 62).
(Hadits hasan riwayat Ibnu Hibban (2508) dari shahabat Abu Hurairah – semoga Allah meridhainya. Diriwayatkan pula oleh ’Umar bin al-Khaththab dan ’Abdullah bin ’Umar dan selainnya – semoga Allah meridhai mereka).
Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:
”Barangsiapa mencintai karena Allah, membenci karena Allah, memberi karena Allah dan menahan (tidak memberi) karena Allah, sungguh ia telah menyempurnakan keimanan.”
(Hadits shahih lighairihi, diriwayatkan oleh Abu Dawud (4681) dari jalur Yahya bin al-Harits dari al-Qasim dari Abu Umamah secara marfu’).
Seseorang bisa saja mencintai orang lain karena hartanya, kecantikannya, kedudukannya, keturunannya, kepentingannya pribadi, ambisi dunia, atau karena materi yang fana. (Sedangkan benci adalah lawan dari cinta).
Semua itu merupakan pendorong dan tujuan yang dibenci dalam Islam, yang telah menetapkan dasar cinta dan benci, yaitu agama. Oleh karena itu, seorang Muslim tidaklah mencintai seseorang kecuali karena agamanya yang haq. Dan tidaklah membencinya kecuali karena agamanya yang bathil.
Oleh sebab itu, seorang Muslim mencintai pada Nabi, para wali, kaum shiddiq, para syuhada dan orang-orang shalih, karena mereka melakukan apa-apa yang dicintai oleh Allah. Ia mencintai mereka karena Allah. Dan ini merupakan kesempurnaan cinta mereka kepada Allah.
Ia membenci orang-orang kafir dan kaum munafiqin, ahli bid’ah dan pelaku maksiat, karena mereka melakukan apa yang dibenci Allah. Ia membenci mereka karena Allah. Siapa saja yang melakukan itu, maka ia telah mencintai karena Allah dan membenci karena Allah. Cukuplah Allah sebagai pelindungnya dan Dia adalah sebaik-baik pelindung.
Jika seserorang mencintai saudaranya karena Allah, maka dianjurkan untuk mengatakan kepadanya – seperti telah shahih diberitakan oleh Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam dalam salah satu sabda beliau. Sedangkan jika seorang mukmin membenci saudaranya disebabkan maksiat yang dilakukan oleh saudaranya tersebut, maka sangat dianjurkan untuk menjaga lisannya, karena jika diungkapkan akan membawa akibat yang lebih buruk – seperti telah shahih diriwayatkan hadits dari Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallam dari ’Aisyah – semoga Allah meridhainya – tentang hal ini. Hanyalah jika kalau mengucapkan akan membawa kepada yang lebih baik, maka dianjurkan untuk mengatakannya.
Bencinya seorang mukmin terhadap saudaranya disebabkan perbuatan maksiatnya kepada Allah, haruslah proposional tergantung kadar kemaksiatannya tersebut. Misalnya, adalah wajib membenci seorang ahli bid’ah karena bid’ah yang dilakukannya itu merusak aqidah umat, akan tetapi, karena si ahli bid’ah ini masih mencintai Allah dan Rasul-Nya, maka wajib bagi kita untuk mencintainya pula karena hal ini.
Wallahua'lam.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah riwayat dari Rabbnya:
“Allah ‘Azza wa jalla berfirman: ‘Cinta-Ku telah ditetapkan bagi siapa saja yang saling mencintai karena Aku.’”
(HR Ahmad (V/229), al-Hakim (IV/169) dan selain keduanya dari hadits ‘Ubadah bin ash-Shamit – semoga Allah meridhainya. Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali berkata: hadits ini shahih).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Ada tiga perkara, siapa saja yang memilikinya niscaya ia akan merasakan manisnya iman: (1) Allah dan Rasul-Nya menjadi yang paling ia cintai daripada selain keduanya. (2) Mencintai seseorang karena Allah semata. (3) Benci kembali kepada kekufuran sebagaimana ia benci dilemparkan ke dalam api.”
(Hadist shahih riwayat Bukhari dan Muslim dari shahabat Anas bin Malik – semoga Allah meridhainya).
Orang-orang yang saling mencintai karena Allah ‘azza wa jalla berada di bawah naungan ‘Arsy ar-Rahman pada hari yang tiada naungan kecuali naungan-Nya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
”Sesungguhnya Allah akan bertanya nanti pada hari Kiamat: ’Di manakah orang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku? Pada hari ini Aku akan menaungi mereka di bawah naungan-Ku yang tiada naungan kecuali naungan-Ku.’”
(Hadits Shahih riwayat Muslim (XVI/123) dari shahabat Abu Hurairah – semoga Allah meridhainya).
Dan bahkan para Nabi pun cemburu......
Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah riwayat dari Rabbnya:
”Allah ’azza wa jalla berfirman: ’Orang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku bagi mereka mimbar-mimbar dari cahaya yang membuat cemburu para Nabi dan syuhada.’”
(Hadits shahih riwayat at-Tirmidzi (2390) dan Ahmad (V/236-237))
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
”Sesungguhnya di antara hamba-hamba Allah ada yang bukan Nabi, tetapi para Nabi dan syuhada merasa cemburu terhadap mereka. Ada yang bertanya: ’Siapakah mereka? Semoga kami dapat mencintai mereka.’ Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam menjawab: ’Mereka adalah orang-orang yang saling mencintai karena cahaya Allah tanpa ada hubungan keluarga dan nasab (silsilah) di antara mereka. Wajah-wajah mereka bagaikan cahaya di atas mimbar-mimbar dari cahaya. Mereka tidak takut di saat manusia takut dan mereka tidak bersedih di saat manusia bersedih.’ Kemudian beliau membacakan ayat: ’Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.’” (QS. Yunus: 62).
(Hadits hasan riwayat Ibnu Hibban (2508) dari shahabat Abu Hurairah – semoga Allah meridhainya. Diriwayatkan pula oleh ’Umar bin al-Khaththab dan ’Abdullah bin ’Umar dan selainnya – semoga Allah meridhai mereka).
Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:
”Barangsiapa mencintai karena Allah, membenci karena Allah, memberi karena Allah dan menahan (tidak memberi) karena Allah, sungguh ia telah menyempurnakan keimanan.”
(Hadits shahih lighairihi, diriwayatkan oleh Abu Dawud (4681) dari jalur Yahya bin al-Harits dari al-Qasim dari Abu Umamah secara marfu’).
Seseorang bisa saja mencintai orang lain karena hartanya, kecantikannya, kedudukannya, keturunannya, kepentingannya pribadi, ambisi dunia, atau karena materi yang fana. (Sedangkan benci adalah lawan dari cinta).
Semua itu merupakan pendorong dan tujuan yang dibenci dalam Islam, yang telah menetapkan dasar cinta dan benci, yaitu agama. Oleh karena itu, seorang Muslim tidaklah mencintai seseorang kecuali karena agamanya yang haq. Dan tidaklah membencinya kecuali karena agamanya yang bathil.
Oleh sebab itu, seorang Muslim mencintai pada Nabi, para wali, kaum shiddiq, para syuhada dan orang-orang shalih, karena mereka melakukan apa-apa yang dicintai oleh Allah. Ia mencintai mereka karena Allah. Dan ini merupakan kesempurnaan cinta mereka kepada Allah.
Ia membenci orang-orang kafir dan kaum munafiqin, ahli bid’ah dan pelaku maksiat, karena mereka melakukan apa yang dibenci Allah. Ia membenci mereka karena Allah. Siapa saja yang melakukan itu, maka ia telah mencintai karena Allah dan membenci karena Allah. Cukuplah Allah sebagai pelindungnya dan Dia adalah sebaik-baik pelindung.
Jika seserorang mencintai saudaranya karena Allah, maka dianjurkan untuk mengatakan kepadanya – seperti telah shahih diberitakan oleh Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam dalam salah satu sabda beliau. Sedangkan jika seorang mukmin membenci saudaranya disebabkan maksiat yang dilakukan oleh saudaranya tersebut, maka sangat dianjurkan untuk menjaga lisannya, karena jika diungkapkan akan membawa akibat yang lebih buruk – seperti telah shahih diriwayatkan hadits dari Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallam dari ’Aisyah – semoga Allah meridhainya – tentang hal ini. Hanyalah jika kalau mengucapkan akan membawa kepada yang lebih baik, maka dianjurkan untuk mengatakannya.
Bencinya seorang mukmin terhadap saudaranya disebabkan perbuatan maksiatnya kepada Allah, haruslah proposional tergantung kadar kemaksiatannya tersebut. Misalnya, adalah wajib membenci seorang ahli bid’ah karena bid’ah yang dilakukannya itu merusak aqidah umat, akan tetapi, karena si ahli bid’ah ini masih mencintai Allah dan Rasul-Nya, maka wajib bagi kita untuk mencintainya pula karena hal ini.
Wallahua'lam.
Hadits Agama Islam adalah Agama yang Mudah
Assalamu'alaikum
HADITS :
Dari Abu Hurairah RA, ia berkata, "Rasulullah SAW bersabda :
"Sesungguhnya agama ini mudah, dan tidaklah seseorang bersikap ekstrim terhadap agama ini melainkan pasti ia akan menyulitkan dirinya. Oleh karena itu, bersikaplah tengah-tengah, pilihlah yang paling dekat dengan kebenaran dan berilah kabar gembira. Dan mintalah pertolongan (kepada Allah dengan senantiasa beribadah pada waktu bersemangat) pagi, sore dan sebagian malam" (HR. Al-Bukhari)
Intisari Hadits :
1. Mintalah pertolongan (kepada Allah) untuk senantiasa beribadah dengan melakukannya di saat-saat bersemangat.
2. Bahwa amalan yang sedikit namun kontinu lebih baik daripada amalan yang banyak namun terputus-putus.
3. Bahwa diantara karakteristik agama Islam adalah mudah dan segala perintah serta larangannya sesuai dengan kemampuan.
4.Bahwa larang yang tersirat pada hadits ini adalah dari sikap berlebihan, ekstrim dan memaksakan diri.
5. Keharusan bersikap tengah-tengah, tidak berlebih-lebihan dan tidak asal-asalan, itulah jalan yang lurus. Dan apabila ibadah tidak sempurna, maka seorang hamba harus berusaha untuk mendekati (kesempurnaan)
6. Keutaman ibadah dan amal shalih di permulaan siang (pagi hari), karena saat itu adalah waktu bersemangat dan waktu diterimanya amal.
7. Keutamaan beribadah (shalat) disebagian malam dan sesungguhnya hal itu adalah penolong dengan izin Allah untuk mencapai tujuan.
8. Anjuran membaca wirid-wirid berupa bacaan dan dzikir-dzikir beberapa saat setelah Ashar dan sebelum Maghrib.
9. Adanya berita gembira bagi seorang Muslim selama dia bersikap tengah-tengah, melakukan yang paling dekat dengan kebenaran dan berpegang teguh terhadap Sunnah.
Wallahua'lam bishowab
HADITS :
Dari Abu Hurairah RA, ia berkata, "Rasulullah SAW bersabda :
"Sesungguhnya agama ini mudah, dan tidaklah seseorang bersikap ekstrim terhadap agama ini melainkan pasti ia akan menyulitkan dirinya. Oleh karena itu, bersikaplah tengah-tengah, pilihlah yang paling dekat dengan kebenaran dan berilah kabar gembira. Dan mintalah pertolongan (kepada Allah dengan senantiasa beribadah pada waktu bersemangat) pagi, sore dan sebagian malam" (HR. Al-Bukhari)
Intisari Hadits :
1. Mintalah pertolongan (kepada Allah) untuk senantiasa beribadah dengan melakukannya di saat-saat bersemangat.
2. Bahwa amalan yang sedikit namun kontinu lebih baik daripada amalan yang banyak namun terputus-putus.
3. Bahwa diantara karakteristik agama Islam adalah mudah dan segala perintah serta larangannya sesuai dengan kemampuan.
4.Bahwa larang yang tersirat pada hadits ini adalah dari sikap berlebihan, ekstrim dan memaksakan diri.
5. Keharusan bersikap tengah-tengah, tidak berlebih-lebihan dan tidak asal-asalan, itulah jalan yang lurus. Dan apabila ibadah tidak sempurna, maka seorang hamba harus berusaha untuk mendekati (kesempurnaan)
6. Keutaman ibadah dan amal shalih di permulaan siang (pagi hari), karena saat itu adalah waktu bersemangat dan waktu diterimanya amal.
7. Keutamaan beribadah (shalat) disebagian malam dan sesungguhnya hal itu adalah penolong dengan izin Allah untuk mencapai tujuan.
8. Anjuran membaca wirid-wirid berupa bacaan dan dzikir-dzikir beberapa saat setelah Ashar dan sebelum Maghrib.
9. Adanya berita gembira bagi seorang Muslim selama dia bersikap tengah-tengah, melakukan yang paling dekat dengan kebenaran dan berpegang teguh terhadap Sunnah.
Wallahua'lam bishowab
Keutamaan, penjagaan niat serta keutamaan mencari pergaulan / teman yang baik
Assalamu'alaikum...
Hadits :
Dari Ummul Mukminin Ummu Abdillah Aisyah RA, ia berkata, "Rasulullah SAW bersabda, 'Ada sekelompok pasukan tentara yang akan menyerang Ka'bah, namun ketika mereka sampai di tanah lapang, mereka ditelan bumi semuanya, dari awal sampai terakhir'. Aisyah bertanya,' Wahai Rasulullah, bagaimana mereka ditelan bumi semuanya, dari awal sampai akhir, padahal diantara mereka ada orang-orang yang sedang berbelanja di pasar dan ada pula orang-orang yang bukan termasuk dalam kelompok mereka?' Rasulullah menjawab, 'Mereka ditelan bumi semuanya, dari awal sampai aakhir kemudian mereka akan dibangkitkan sesuai dengan niatnya masing-masing'" (Muttafaq 'Alaih dan lafal ini dari Bukhari"
Makna Hadits :
Bahwa dahulu kala ada pasukan besar yang hendak menghancurkan Ka'bah, dan karena besarnya pasukan tersebut, sampai ada Pasar untuk berjual beli dan sebagainya, lalu Allah menenggelamkan mereka semua dari depan hingga belakang. Ketika Rasulullah bersabda seperti itu, terbersit dalam pikiran Aisyah sesuatu sehingga dia bertanya,
"Bagaimana mereka dibinasakan dari depan hingga belakang, padahal ada diantara mereka orang-orang yang sedang berjual beli dipasar, dan ada pula orang-orang yang bukan termasuk dalam kelompok mereka?"
Diantara mereka juga ada orang-orang yang mengikuti mereka, tetapi tidak mengetahui tujuan mereka.
Oleh karena itu, Rasulullah SAW bersabda,
"Mereka dibinasakan dari depan hingga belakang, kemudian mereka akan dibangkitkan sesuai dengan niatnya masing-masing."
Ini merupakan bagian dari sabda Rasulullah SAW,
"Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung kepada niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan balasan sesuai dengan niatnya."
Dalam hadits ini terdapat pelajaran bahwa orang yang bersekutu dengan orang batil dan sesat, maka dia diikutkan dengan mereka dalam siksa, baik mereka yang shalih maupun yangn tidak shalih karena suatu bencana jika terjadi akan bersifat umum dan tidak meninggalkan seseorang pun. Kemudian, di hari Kiamat mereka akan dibangkitkan berdasaarkan niat mereka masing-masing.
Allah SWT berfirman,
"Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja diantara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksa Nya" (Al Anfaal:25)
Maka dari itu sahabat, alangkah baiknya kita masing-masing selalu menjaga niat kita dalam segala macam kondisi / keadaan, karena kita tidak pernah akan tahu, kapan dan dimana ajal akan menjemput kita, dan bilamana ajal datang menjemput kita, semoga kita semua selalu dalam keadaan niat yang baik untuk mencari ridho Allah, sehingga kita dibangkitkan dalam keadaan dalam niat mencari Ridho Allah, Amiinn..
Ya Allah, masukkanlah kami kedalam orang-orang yang selalu mendapat pertolongan dan ridho Mu...Aminnn...
Diringkas dari Kitab Riyadhus Sholihih, yang ditakhrij oleh Syaikh Muhammad Al Utsaimin
Wallahua'alam
Hadits :
Dari Ummul Mukminin Ummu Abdillah Aisyah RA, ia berkata, "Rasulullah SAW bersabda, 'Ada sekelompok pasukan tentara yang akan menyerang Ka'bah, namun ketika mereka sampai di tanah lapang, mereka ditelan bumi semuanya, dari awal sampai terakhir'. Aisyah bertanya,' Wahai Rasulullah, bagaimana mereka ditelan bumi semuanya, dari awal sampai akhir, padahal diantara mereka ada orang-orang yang sedang berbelanja di pasar dan ada pula orang-orang yang bukan termasuk dalam kelompok mereka?' Rasulullah menjawab, 'Mereka ditelan bumi semuanya, dari awal sampai aakhir kemudian mereka akan dibangkitkan sesuai dengan niatnya masing-masing'" (Muttafaq 'Alaih dan lafal ini dari Bukhari"
Makna Hadits :
Bahwa dahulu kala ada pasukan besar yang hendak menghancurkan Ka'bah, dan karena besarnya pasukan tersebut, sampai ada Pasar untuk berjual beli dan sebagainya, lalu Allah menenggelamkan mereka semua dari depan hingga belakang. Ketika Rasulullah bersabda seperti itu, terbersit dalam pikiran Aisyah sesuatu sehingga dia bertanya,
"Bagaimana mereka dibinasakan dari depan hingga belakang, padahal ada diantara mereka orang-orang yang sedang berjual beli dipasar, dan ada pula orang-orang yang bukan termasuk dalam kelompok mereka?"
Diantara mereka juga ada orang-orang yang mengikuti mereka, tetapi tidak mengetahui tujuan mereka.
Oleh karena itu, Rasulullah SAW bersabda,
"Mereka dibinasakan dari depan hingga belakang, kemudian mereka akan dibangkitkan sesuai dengan niatnya masing-masing."
Ini merupakan bagian dari sabda Rasulullah SAW,
"Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung kepada niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan balasan sesuai dengan niatnya."
Dalam hadits ini terdapat pelajaran bahwa orang yang bersekutu dengan orang batil dan sesat, maka dia diikutkan dengan mereka dalam siksa, baik mereka yang shalih maupun yangn tidak shalih karena suatu bencana jika terjadi akan bersifat umum dan tidak meninggalkan seseorang pun. Kemudian, di hari Kiamat mereka akan dibangkitkan berdasaarkan niat mereka masing-masing.
Allah SWT berfirman,
"Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja diantara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksa Nya" (Al Anfaal:25)
Maka dari itu sahabat, alangkah baiknya kita masing-masing selalu menjaga niat kita dalam segala macam kondisi / keadaan, karena kita tidak pernah akan tahu, kapan dan dimana ajal akan menjemput kita, dan bilamana ajal datang menjemput kita, semoga kita semua selalu dalam keadaan niat yang baik untuk mencari ridho Allah, sehingga kita dibangkitkan dalam keadaan dalam niat mencari Ridho Allah, Amiinn..
Ya Allah, masukkanlah kami kedalam orang-orang yang selalu mendapat pertolongan dan ridho Mu...Aminnn...
Diringkas dari Kitab Riyadhus Sholihih, yang ditakhrij oleh Syaikh Muhammad Al Utsaimin
Wallahua'alam
Hadits tentang Takdir (Arba'in Imam Nawawi)
Bismillahirrohmannirrohiim...
Berikut Ada petikan hadits dari kitab Arba'in nya Imam Nawawi
Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas'ud ra berkata, Rasulullah saw yang jujur dan terpercaya bersabda kepada kami,
"Sesungguhnya penciptaan kalian dikumpulkan dalam rahim ibu, selama empat puluh hari berupa nutfah (sperma) lalu menjadi alaqah (segumpal darah) selama itu pula, lalu menjadi mudhghah (segumpal daging), selama itu pula. Kemudian Allah mengutus malaikat untuk meniupkan ruh dan mencatat 4 (empat) perkara yang telah ditentukan, yaitu rezeki, ajal, amal dan sengsara atau bahagianya.
Demi Allah, Dzat yang tiada tuhan selain Dia, sesungguhnya ada diantara kalian yang melakukan perbuatan-perbuatan penghuni surga hingga jarak antara dia dan dengan surga hanya sehasta (dari siku s/d ke ujung jari), namun suratan takdirnya sudah ditetapkan, lalu ia melakukan perbuatan penghuni neraka, maka ia pun masuk neraka.
Ada juga yang melakukan perbuatan-perbuatan penghuni neraka hingga jarak antara dia dan neraka hanya sehasta. Namun suratan takdirnya sudah ditetapkan, lalu ia melakukan perbuatan penghuni surga maka ia pun masuk surga". (HR Bukhari dan Muslim)
Kandungan Hadits :
1. Tahapan perkembangan Janin.
Hadits in menjelaskan bahwa selama seratus dua puluh hari, janin mengalami tiga kali perkembangan.
Hikmah diciptakannya manusia secara bertahap, padahal sebenarnya Allah mampu untuk menciptakan secara langsung dan dalam waktu yang singkat, adalah untuk menyesuaikan dengan sunatullah yang berlaku di alam semesta. Semuanya berjalan sesuai dengan hukum sebab akibat.
Hikmah lainnya adalah agar manusia berhati-hati dalam melakukan segala urusannya, tidak terburu-buru. Juga mengajarkan kepada manusia bahwa untuk mendapatkan hasil yang maksimal dan sempurna, baik dalam masalah-maslah batin maupun zhahir, adalah dengan melakukannya dengan penuh hati-hati dan bertahap.
2. Peniupan Ruh
Para ulama sepakat bahwa ruh ditiupkan pada janin ketika janin berusia seratus dua puluh hari terhitung sejak bertemunya sel sperma dan ovum
3. Larangan Aborsi.
Para Ulama sepakat bahwa aborsi setelah ruh ditiupkan kedalam janin adalah haram. Karenanya jika dalam melakukan aborsi, janin keluar dalam keadaan hidup dan kemudian mati, maka dikenakan diyat (denda yang sudah ditentukan ukurannya). Jika keluar dalam keadaan mati, maka dendanya lebih ringan.
4. Allah Maha Mengetahui.
Sesungguhnya Allah mengetahui kondisi manusia sebelum mereka diciptakan. Keimanan, ketaatan, kekufuran, kemaksiatan, kebahagiaan atau kesengsaraan, semuanya atas pengetahuan dan kehendak Allah swt.
Ali bin Abi Thalib ra menyebutkan bahwa Rosulullah saw bersabda,
"TIdaklah satu jiwa yang ditiupkan ruh kedalamnya melainkan Allah telah menetapkan tempatnya di Syurga atau Neraka. Jika tidak, maka Allah telah menetapkan apakah ia bahagia atau celaka"
Seorang laki-laki bertanya,
"Ya Rasulullah, jika demikian, apakah kita kemudian pasrah dengan ketentuan kita?"
Rasulullah menjawab,
"Tidak, tapi beramallah, karena semua dimudahkan menurut ketentuan masing-masing, orang yang ditentukan bahagia, akan dimudahkan pada amal-amal orang yang berbahagia, sedangkan orang yang ditetapkan sengsara akan dimudahkan pada amal-amal orang-orang yang sengsara" Lalu beliau membaca ayat, "Adapun orang ynag memberikan hartanya di jalan Allah dan bertakwa. Dan membenarkan adanya pahala yang terbaik...."(Al-Lail 5-6)
Dengan demikian, maka pengetahuan Allah dalam masalah ini tidak berarti meniadakan ikhtiar (usaha) seorang hamba. Karena Allah telah memerintahkan hamba Nya untuk beriman dan menaati perintah, juga melarang manusia dari kekufuran dan kemaksiatan, ini menunjukkan bahwa seorang hamba harus berusaha untuk mencapai apa yang ia inginkan.
Allah berfirman, "Demi jiwa dan penyempurnaanya. Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaannya. Maka sesungguhnya beruntung orang yang mensucikan jiwa. Dan sesungguhnya merugilah orang-yang mengotorinya" (Asy Syams 7-10)
5. Menggunakan takdir sebagai argumen.
Allah swt telah memerintahkan kepada kita untuk menyakini dan menaati-Nya, juga melarang kita dari kekufuran dan kemaksiatan. Itulah yang telah dibebankan kepada kita. Adapun apa yang telah digariskan untuk kita, sama sekali kita tidak mengetahuinya. Karenanya orang-orang yang kufur dan berbuat kesesatan tidak bisa menggunakan takdir sebagai argumen kekafiran dan kefasikan mereka. Allah berfirman,"Katakanlah wahai Muhammad, "Beramallah kalian semua, karena Allah, RasulNya dan orang-orang mukmin akan mengetahui amal perbuatanmu" (At Taubah 105)
Adapun jika ketetapan (qadla') tersebut benar-benar telah terjadi, maka diperbolehkan menggunkan takdir sebagai argumen. Karena hal ini dapat meringankan beban orang-orang mukmin. Bahwa apapun hasil yang diterima, itulah ketetapan Allah, karena itu adalah yang terbaik buat kita.
6. Yang menjadi penentu adalah bagian akhir dari amal perbuatan.
Rasulullah saw bersabda,"Sesungguhnya segala perbuatan ditentukan bagian akhirnya." (HR Bukhari)
Oleh karena itu , marilah kita sama-sama berdoa semoga Allah memberikan kepada kita keteguhan hati dalam kebenaran dan kebaikan serta memberikan kepada kita husnul khotimah 'akhir hayat yang baik' amin.
7. Nabi Muhammad saw. sering berdoa, "Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkanllah hatiku dalam agama-Mu".
Dalam riwayat Muslim, Rasulullah saw bersabda, "Sesungguhnya hati seluruh manusia berada diatara dua jari Allah, seolah-olah hanya satu hati. Allah berbuat sekehendak Nya. "Lalu beliau berdo'a, "Wahai Dzat yang memalingkan hati, palingkankanlah hati kami kepada ketaatanMu".
Diambil dan diringkas dari kitab Al Wafi, karangan Dr Musthafa DIeb Al Bugha Muhyidin Mistu. PEnerbit Al I'tishom
Wallahu'alam
Berikut Ada petikan hadits dari kitab Arba'in nya Imam Nawawi
Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas'ud ra berkata, Rasulullah saw yang jujur dan terpercaya bersabda kepada kami,
"Sesungguhnya penciptaan kalian dikumpulkan dalam rahim ibu, selama empat puluh hari berupa nutfah (sperma) lalu menjadi alaqah (segumpal darah) selama itu pula, lalu menjadi mudhghah (segumpal daging), selama itu pula. Kemudian Allah mengutus malaikat untuk meniupkan ruh dan mencatat 4 (empat) perkara yang telah ditentukan, yaitu rezeki, ajal, amal dan sengsara atau bahagianya.
Demi Allah, Dzat yang tiada tuhan selain Dia, sesungguhnya ada diantara kalian yang melakukan perbuatan-perbuatan penghuni surga hingga jarak antara dia dan dengan surga hanya sehasta (dari siku s/d ke ujung jari), namun suratan takdirnya sudah ditetapkan, lalu ia melakukan perbuatan penghuni neraka, maka ia pun masuk neraka.
Ada juga yang melakukan perbuatan-perbuatan penghuni neraka hingga jarak antara dia dan neraka hanya sehasta. Namun suratan takdirnya sudah ditetapkan, lalu ia melakukan perbuatan penghuni surga maka ia pun masuk surga". (HR Bukhari dan Muslim)
Kandungan Hadits :
1. Tahapan perkembangan Janin.
Hadits in menjelaskan bahwa selama seratus dua puluh hari, janin mengalami tiga kali perkembangan.
Hikmah diciptakannya manusia secara bertahap, padahal sebenarnya Allah mampu untuk menciptakan secara langsung dan dalam waktu yang singkat, adalah untuk menyesuaikan dengan sunatullah yang berlaku di alam semesta. Semuanya berjalan sesuai dengan hukum sebab akibat.
Hikmah lainnya adalah agar manusia berhati-hati dalam melakukan segala urusannya, tidak terburu-buru. Juga mengajarkan kepada manusia bahwa untuk mendapatkan hasil yang maksimal dan sempurna, baik dalam masalah-maslah batin maupun zhahir, adalah dengan melakukannya dengan penuh hati-hati dan bertahap.
2. Peniupan Ruh
Para ulama sepakat bahwa ruh ditiupkan pada janin ketika janin berusia seratus dua puluh hari terhitung sejak bertemunya sel sperma dan ovum
3. Larangan Aborsi.
Para Ulama sepakat bahwa aborsi setelah ruh ditiupkan kedalam janin adalah haram. Karenanya jika dalam melakukan aborsi, janin keluar dalam keadaan hidup dan kemudian mati, maka dikenakan diyat (denda yang sudah ditentukan ukurannya). Jika keluar dalam keadaan mati, maka dendanya lebih ringan.
4. Allah Maha Mengetahui.
Sesungguhnya Allah mengetahui kondisi manusia sebelum mereka diciptakan. Keimanan, ketaatan, kekufuran, kemaksiatan, kebahagiaan atau kesengsaraan, semuanya atas pengetahuan dan kehendak Allah swt.
Ali bin Abi Thalib ra menyebutkan bahwa Rosulullah saw bersabda,
"TIdaklah satu jiwa yang ditiupkan ruh kedalamnya melainkan Allah telah menetapkan tempatnya di Syurga atau Neraka. Jika tidak, maka Allah telah menetapkan apakah ia bahagia atau celaka"
Seorang laki-laki bertanya,
"Ya Rasulullah, jika demikian, apakah kita kemudian pasrah dengan ketentuan kita?"
Rasulullah menjawab,
"Tidak, tapi beramallah, karena semua dimudahkan menurut ketentuan masing-masing, orang yang ditentukan bahagia, akan dimudahkan pada amal-amal orang yang berbahagia, sedangkan orang yang ditetapkan sengsara akan dimudahkan pada amal-amal orang-orang yang sengsara" Lalu beliau membaca ayat, "Adapun orang ynag memberikan hartanya di jalan Allah dan bertakwa. Dan membenarkan adanya pahala yang terbaik...."(Al-Lail 5-6)
Dengan demikian, maka pengetahuan Allah dalam masalah ini tidak berarti meniadakan ikhtiar (usaha) seorang hamba. Karena Allah telah memerintahkan hamba Nya untuk beriman dan menaati perintah, juga melarang manusia dari kekufuran dan kemaksiatan, ini menunjukkan bahwa seorang hamba harus berusaha untuk mencapai apa yang ia inginkan.
Allah berfirman, "Demi jiwa dan penyempurnaanya. Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaannya. Maka sesungguhnya beruntung orang yang mensucikan jiwa. Dan sesungguhnya merugilah orang-yang mengotorinya" (Asy Syams 7-10)
5. Menggunakan takdir sebagai argumen.
Allah swt telah memerintahkan kepada kita untuk menyakini dan menaati-Nya, juga melarang kita dari kekufuran dan kemaksiatan. Itulah yang telah dibebankan kepada kita. Adapun apa yang telah digariskan untuk kita, sama sekali kita tidak mengetahuinya. Karenanya orang-orang yang kufur dan berbuat kesesatan tidak bisa menggunakan takdir sebagai argumen kekafiran dan kefasikan mereka. Allah berfirman,"Katakanlah wahai Muhammad, "Beramallah kalian semua, karena Allah, RasulNya dan orang-orang mukmin akan mengetahui amal perbuatanmu" (At Taubah 105)
Adapun jika ketetapan (qadla') tersebut benar-benar telah terjadi, maka diperbolehkan menggunkan takdir sebagai argumen. Karena hal ini dapat meringankan beban orang-orang mukmin. Bahwa apapun hasil yang diterima, itulah ketetapan Allah, karena itu adalah yang terbaik buat kita.
6. Yang menjadi penentu adalah bagian akhir dari amal perbuatan.
Rasulullah saw bersabda,"Sesungguhnya segala perbuatan ditentukan bagian akhirnya." (HR Bukhari)
Oleh karena itu , marilah kita sama-sama berdoa semoga Allah memberikan kepada kita keteguhan hati dalam kebenaran dan kebaikan serta memberikan kepada kita husnul khotimah 'akhir hayat yang baik' amin.
7. Nabi Muhammad saw. sering berdoa, "Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkanllah hatiku dalam agama-Mu".
Dalam riwayat Muslim, Rasulullah saw bersabda, "Sesungguhnya hati seluruh manusia berada diatara dua jari Allah, seolah-olah hanya satu hati. Allah berbuat sekehendak Nya. "Lalu beliau berdo'a, "Wahai Dzat yang memalingkan hati, palingkankanlah hati kami kepada ketaatanMu".
Diambil dan diringkas dari kitab Al Wafi, karangan Dr Musthafa DIeb Al Bugha Muhyidin Mistu. PEnerbit Al I'tishom
Wallahu'alam
Bisa Jadi Kamu Membenci Sesuatu namun Itu Baik Buatmu (Al Baqarah:216)
Assalamu'alaykum wa Rohmatulloohi wa Barokatuhu
Untaian Nasehat |
Oleh: Ibnu Qayyim Al Jauziah
وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” (Al-Baqarah: 216)
Dalam ayat ini ada beberapa hikmah dan rahasia serta maslahat untuk seorang hamba. Karena sesungguhnya jika seorang hamba tahu bahwa sesuatu yang dibenci itu terkadang membawa sesuatu yang disukai, sebagaimana yang disukai terkadang membawa sesuatu yang dibenci, iapun tidak akan merasa aman untuk tertimpa sesuatu yang mencelakakan menyertai sesuatu yang menyenangkan. Dan iapun tidak akan putus asa untuk mendapatkan sesuatu yang menyenangkan menyertai sesuatu yang mencelakakan. Ia tidak tahu akibat suatu perkara, karena sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala mengetahui sesuatu yang tidak diketahui oleh hamba. Dan ini menumbuhkan pada diri hamba beberapa hal:
1. Bahwa tidak ada yang lebih bermanfaat bagi hamba daripada melakukan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala, walaupun di awalnya terasa berat. Karena seluruh akibatnya adalah kebaikan dan menyenangkan, serta kenikmatan-kenikmat an dan kebahagiaan. Walaupun jiwanya benci, akan tetapi hal itu akan lebih baik dan bermanfaat. Demikian pula, tidak ada yang lebih mencelakakan dia daripada melakukan larangan, walaupun jiwanya cenderung dan condong kepadanya. Karena semua akibatnya adalah penderitaan, kesedihan, kejelekan, dan berbagai musibah.
Ciri khas orang yang berakal sehat, ia akan bersabar dengan penderitaan sesaat, yang akan berbuah kenikmatan yang besar dan kebaikan yang banyak. Dan ia akan menahan diri dari kenikmatan sesaat yang mengakibatkan kepedihan yang besar dan penderitaan yang berlarut-larut.
Adapun pandangan orang yang bodoh itu (dangkal), sehingga ia tidak akan melampaui permukaan dan tidak akan sampai kepada ujung akibatnya. Sementara orang yang berakal lagi cerdas akan senantiasa melihat kepada puncak akibat sesuatu yang berada di balik tirai permukaannya. Iapun akan melihat apa yang di balik tirai tersebut berupa akibat-akibat yang baik ataupun yang jelek. Sehingga ia memandang suatu larangan itu bagai makanan lezat yang telah tercampur dengan racun yang mematikan. Setiap kali kelezatannya menggodanya untuk memakannya, maka racunnya menghalanginya (untuk memakannya). Ia juga memandang perintah-perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala bagai obat yang pahit rasanya, namun mengantarkan kepada kesembuhan dan kesehatan. Maka, setiap kali kebenciannya terhadap rasa (pahit)nya menghalanginya untuk mengonsumsinya, manfaatnyapun akan memerintahkannya untuk mengonsumsinya.
Akan tetapi, itu semua memerlukan ilmu yang lebih, yang dengannya ia akan mengetahui akibat dari sesuatu. Juga memerlukan kesabaran yang kuat, yang mengokohkan dirinya untuk memikul beban perjalanannya, demi mendapatkan apa yang dia harapkan di pengujung jalan. Kalau ia kehilangan ilmu yang yakin dan kesabaran maka ia akan terhambat dari memperolehnya. Tetapi bila ilmu yakinnya dan kesabarannya kuat, maka ringan baginya segala beban yang ia pikul dalam rangka memperoleh kebaikan yang langgeng dan kenikmatan yang abadi.
2. Di antara rahasia ayat ini bahwa ayat ini menghendaki seorang hamba untuk menyerahkan urusan kepada Dzat yang mengetahui akibat segala perkara serta ridha dengan apa yang Ia pilihkan dan takdirkan untuknya, karena dia mengharapkan dari-Nya akibat-akibat yang baik.
3. Bahwa seorang hamba tidak boleh memiliki suatu pandangan yang mendahului keputusan Allah Subhanahu wa Ta’ala, atau memilih sesuatu yang tidak Allah Subhanahu wa Ta’ala pilih serta memohon-Nya sesuatu yang ia tidak mengetahuinya. Karena barangkali di situlah kecelakaan dan kebinasaannya, sementara ia tidak mengetahuinya. Sehingga janganlah ia memilih sesuatu mendahului pilihan-Nya. Bahkan semestinya ia memohon kepada-Nya pilihan-Nya yang baik untuk dirinya serta memohon-Nya agar menjadikan dirinya ridha dengan pilihan-Nya. Karena tidak ada yang lebih bermanfaat untuknya daripada hal ini.
4. Bahwa bila seorang hamba menyerahkan urusan kepada Rabbnya serta ridha dengan apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala pilihkan untuk dirinya, Allah Subhanahu wa Ta’ala pun akan mengirimkan bantuan-Nya kepadanya untuk melakukan apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala pilihkan, berupa kekuatan dan tekad serta kesabaran. Juga, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan palingkan darinya segala yang memalingkannya darinya, di mana hal itu menjadi penghalang pilihan hamba tersebut untuk dirinya. Allah Subhanahu wa Ta’ala pun akan memperlihatkan kepadanya akibat-akibat baik pilihan-Nya untuk dirinya, yang ia tidak akan mampu mencapainya walaupun sebagian dari apa yang dia lihat pada pilihannya untuk dirinya.
5. Di antara hikmah ayat ini, bahwa ayat ini membuat lega hamba dari berbagai pikiran yang meletihkan pada berbagai macam pilihan. Juga melegakan kalbunya dari perhitungan- perhitungan dan rencana-rencananya, yang ia terus-menerus naik turun pada tebing-tebingnya. Namun demikian, iapun tidak mampu keluar atau lepas dari apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala telah taqdirkan. Seandainya ia ridha dengan pilihan Allah Subhanahu wa Ta’ala maka takdir akan menghampirinya dalam keadaan ia terpuji dan tersyukuri serta terkasihi oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bila tidak, maka taqdir tetap akan berjalan padanya dalam keadaan ia tercela dan tidak mendapatkan kasih sayang-Nya karena ia bersama pilihannya sendiri. Dan ketika seorang hamba tepat dalam menyerahkan urusan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan ridhanya kepada-Nya, ia akan diapit oleh kelembutan-Nya dan kasih sayang-Nya dalam menjalani taqdir ini. Sehingga ia berada di antara kelembutan-Nya dan kasih
sayang-Nya. Kasih sayang-Nya melindunginya dari apa yang ia khawatirkan, dan kelembutan-Nya membuatnya merasa ringan dalam menjalani taqdir-Nya.
Bila taqdir itu terlaksana pada seorang hamba, maka di antara sebab kuatnya tekanan taqdir itu pada dirinya adalah usahanya untuk menolaknya. Sehingga bila demikian, tiada yang lebih bermanfaat baginya daripada berserah diri dan melemparkan dirinya di hadapan taqdir dalam keadaan terkapar, seolah sebuah mayat. Dan sesungguhnya binatang buas itu tidak akan rela memakan mayat.
(Diterjemahkan oleh Al-Ustadz Qomar Sua’idi ZA, Lc dari buku Al-Fawa`id hal. 153-155)
Walhamdulillaah
Wassalamu'alaykum wa Rohmatulloohi wa Barokatuhu
Untaian Nasehat |
Oleh: Ibnu Qayyim Al Jauziah
وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” (Al-Baqarah: 216)
Dalam ayat ini ada beberapa hikmah dan rahasia serta maslahat untuk seorang hamba. Karena sesungguhnya jika seorang hamba tahu bahwa sesuatu yang dibenci itu terkadang membawa sesuatu yang disukai, sebagaimana yang disukai terkadang membawa sesuatu yang dibenci, iapun tidak akan merasa aman untuk tertimpa sesuatu yang mencelakakan menyertai sesuatu yang menyenangkan. Dan iapun tidak akan putus asa untuk mendapatkan sesuatu yang menyenangkan menyertai sesuatu yang mencelakakan. Ia tidak tahu akibat suatu perkara, karena sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala mengetahui sesuatu yang tidak diketahui oleh hamba. Dan ini menumbuhkan pada diri hamba beberapa hal:
1. Bahwa tidak ada yang lebih bermanfaat bagi hamba daripada melakukan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala, walaupun di awalnya terasa berat. Karena seluruh akibatnya adalah kebaikan dan menyenangkan, serta kenikmatan-kenikmat an dan kebahagiaan. Walaupun jiwanya benci, akan tetapi hal itu akan lebih baik dan bermanfaat. Demikian pula, tidak ada yang lebih mencelakakan dia daripada melakukan larangan, walaupun jiwanya cenderung dan condong kepadanya. Karena semua akibatnya adalah penderitaan, kesedihan, kejelekan, dan berbagai musibah.
Ciri khas orang yang berakal sehat, ia akan bersabar dengan penderitaan sesaat, yang akan berbuah kenikmatan yang besar dan kebaikan yang banyak. Dan ia akan menahan diri dari kenikmatan sesaat yang mengakibatkan kepedihan yang besar dan penderitaan yang berlarut-larut.
Adapun pandangan orang yang bodoh itu (dangkal), sehingga ia tidak akan melampaui permukaan dan tidak akan sampai kepada ujung akibatnya. Sementara orang yang berakal lagi cerdas akan senantiasa melihat kepada puncak akibat sesuatu yang berada di balik tirai permukaannya. Iapun akan melihat apa yang di balik tirai tersebut berupa akibat-akibat yang baik ataupun yang jelek. Sehingga ia memandang suatu larangan itu bagai makanan lezat yang telah tercampur dengan racun yang mematikan. Setiap kali kelezatannya menggodanya untuk memakannya, maka racunnya menghalanginya (untuk memakannya). Ia juga memandang perintah-perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala bagai obat yang pahit rasanya, namun mengantarkan kepada kesembuhan dan kesehatan. Maka, setiap kali kebenciannya terhadap rasa (pahit)nya menghalanginya untuk mengonsumsinya, manfaatnyapun akan memerintahkannya untuk mengonsumsinya.
Akan tetapi, itu semua memerlukan ilmu yang lebih, yang dengannya ia akan mengetahui akibat dari sesuatu. Juga memerlukan kesabaran yang kuat, yang mengokohkan dirinya untuk memikul beban perjalanannya, demi mendapatkan apa yang dia harapkan di pengujung jalan. Kalau ia kehilangan ilmu yang yakin dan kesabaran maka ia akan terhambat dari memperolehnya. Tetapi bila ilmu yakinnya dan kesabarannya kuat, maka ringan baginya segala beban yang ia pikul dalam rangka memperoleh kebaikan yang langgeng dan kenikmatan yang abadi.
2. Di antara rahasia ayat ini bahwa ayat ini menghendaki seorang hamba untuk menyerahkan urusan kepada Dzat yang mengetahui akibat segala perkara serta ridha dengan apa yang Ia pilihkan dan takdirkan untuknya, karena dia mengharapkan dari-Nya akibat-akibat yang baik.
3. Bahwa seorang hamba tidak boleh memiliki suatu pandangan yang mendahului keputusan Allah Subhanahu wa Ta’ala, atau memilih sesuatu yang tidak Allah Subhanahu wa Ta’ala pilih serta memohon-Nya sesuatu yang ia tidak mengetahuinya. Karena barangkali di situlah kecelakaan dan kebinasaannya, sementara ia tidak mengetahuinya. Sehingga janganlah ia memilih sesuatu mendahului pilihan-Nya. Bahkan semestinya ia memohon kepada-Nya pilihan-Nya yang baik untuk dirinya serta memohon-Nya agar menjadikan dirinya ridha dengan pilihan-Nya. Karena tidak ada yang lebih bermanfaat untuknya daripada hal ini.
4. Bahwa bila seorang hamba menyerahkan urusan kepada Rabbnya serta ridha dengan apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala pilihkan untuk dirinya, Allah Subhanahu wa Ta’ala pun akan mengirimkan bantuan-Nya kepadanya untuk melakukan apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala pilihkan, berupa kekuatan dan tekad serta kesabaran. Juga, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan palingkan darinya segala yang memalingkannya darinya, di mana hal itu menjadi penghalang pilihan hamba tersebut untuk dirinya. Allah Subhanahu wa Ta’ala pun akan memperlihatkan kepadanya akibat-akibat baik pilihan-Nya untuk dirinya, yang ia tidak akan mampu mencapainya walaupun sebagian dari apa yang dia lihat pada pilihannya untuk dirinya.
5. Di antara hikmah ayat ini, bahwa ayat ini membuat lega hamba dari berbagai pikiran yang meletihkan pada berbagai macam pilihan. Juga melegakan kalbunya dari perhitungan- perhitungan dan rencana-rencananya, yang ia terus-menerus naik turun pada tebing-tebingnya. Namun demikian, iapun tidak mampu keluar atau lepas dari apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala telah taqdirkan. Seandainya ia ridha dengan pilihan Allah Subhanahu wa Ta’ala maka takdir akan menghampirinya dalam keadaan ia terpuji dan tersyukuri serta terkasihi oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bila tidak, maka taqdir tetap akan berjalan padanya dalam keadaan ia tercela dan tidak mendapatkan kasih sayang-Nya karena ia bersama pilihannya sendiri. Dan ketika seorang hamba tepat dalam menyerahkan urusan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan ridhanya kepada-Nya, ia akan diapit oleh kelembutan-Nya dan kasih sayang-Nya dalam menjalani taqdir ini. Sehingga ia berada di antara kelembutan-Nya dan kasih
sayang-Nya. Kasih sayang-Nya melindunginya dari apa yang ia khawatirkan, dan kelembutan-Nya membuatnya merasa ringan dalam menjalani taqdir-Nya.
Bila taqdir itu terlaksana pada seorang hamba, maka di antara sebab kuatnya tekanan taqdir itu pada dirinya adalah usahanya untuk menolaknya. Sehingga bila demikian, tiada yang lebih bermanfaat baginya daripada berserah diri dan melemparkan dirinya di hadapan taqdir dalam keadaan terkapar, seolah sebuah mayat. Dan sesungguhnya binatang buas itu tidak akan rela memakan mayat.
(Diterjemahkan oleh Al-Ustadz Qomar Sua’idi ZA, Lc dari buku Al-Fawa`id hal. 153-155)
Walhamdulillaah
Wassalamu'alaykum wa Rohmatulloohi wa Barokatuhu
MUHAMMAD SAW. DAN KELEMBUTANNYA
Bismillahirrohmannirrohiim...
Karena Nabi Saw. Adalah seorang utusan Allah, maka pastilah IA adalah orang yang paling lembut di antara manusia, paling lapang dadanya, paling halus budinya, Dan paling lembut pergaulannya. Ia menahan amarahnya, memaafkan, berdamai, Dan mengampuni orang yang berbuat salah. Ia melepaskan hak-hak khususnya selama itu bukan hak Allah. Ia memaafkan orang yang menganiayanya, mengusirnya dari negaranya, menyakitinya, mencelanya, memakinya, Dan memeranginya. Ia berkata kepada mereka pada Hari penaklukan:
“Pergilah, kalian adalah orang yang bebas.”
HR. Syafi'i dalam a!-Umm (7/361), Thabrani dalam Tarikh (2/161) Dan Baihaqi dalam Sunan al-Kubra (18055), lihat Shahih al-Jami
Nabi Saw. Memaafkan sepupunya, Sufyan bin Harits pada Hari penaklukan ketika dia berdiri di hadapannya Dan berkata padanya: "Demi Allah, Allah telah memuliakanmu atas kami walaupun kami adalah orang yang telah berbuat salah." Nabi Saw bersabda:
`Dia (Yusuf) berkata: Pada Hari ini tak Ada cercaan terhadap kamu, mudah-mudahan Allah mengampuni (kamu), Dan dia adalah Maha Penyayang di antara para penyayang." (QS.Yusuf [12]: 92).
Orang-orang Arab telah menghadapinya dengan kekerasan Dan adab yang buruk, tetapi IA tetap sabar Dan memaafkan. Ia telah mengambil contoh dari urusan Tuhannya dalam firman-Nya:
".. .Maka maafkanlah (mereka) dengan cara yang baik." Hijr: [15]:85).
Maka, Nabi Saw. Tidak membalas keburukan dengan keburukan, bahkan IA memaafkan Dan berdamai. Ia tidak meluapkan kemarahannya jika itu adalah untuk dirinya sendiri. Ia tidak mendendam untuk dirinya, bahkan ketika dia marah dia bertambah lembut. Sexing kali IA tersenyum, padahal IA sedang marah, Dan sering kali IA menasihati salah seorang dari sahabat-sahabatnya dengan bersabda:
"Jangan marah, jangan marah, jangan marah" (HR Bukhari)
Ketika Ada perkataan yang buruk sampai padanya, Nabi Saw. Tidak mencari orang yang mengucapkan perkataan itu, tidak mencelanya, Dan tidak menghukumnya. Ia bersabda:
`Tidak sampai padaku perkataan salah seorang darimu yang ditujukan padaku. Maka Aku akan suka keluar menuju kalian dalam keadaan hati yang selamat” (HR. Ahmad (3785), Abu Dawud (3460), Dan Tirmidzi (3892) dari Abdullah bin Mas'ud)
Ibnu Mas'ud mengadukan sebuah perkataan yang membuat air muka Nabi Saw. Berubah Dan Nabi bersabda:
"Semoga Allah memberi rahmat kepada Musa, dia disakiti lebih dari ini, dia tetap sabar (HR. Bukhari (3150, 3405) Dan Muslim (1062).
Nabi Saw. Disakiti oleh musuh-musuhnya dalam risalahnya, pasukannya, saksinya, Dan keluarganya. Ketika IA berkuasa atas mereka, IA memaafkan mereka, Dan bersikap lembut kepada mereka. Ia bersabda :
Barang siapa mencegah kemarahannya maka Allah akan mencegah azab-Nya darinya.( HR. Abu Yela (4338), Dan Baihaqi dalam asy-Say 'bu (8311) Dan lihat al `Ilal karangan Ibnu Abi Hatim (1919) Dan Majma' AZ-Zawaid (10/ 298).
Seorang laki-laki berkata padanya: "Bersikap adillah” Nabi Saw. Bersabda:
"Aku telah gagal Dan merugi jika aku tidak bersikap adil (HR. Bukhari (3138) Dan Muslim (1063) dengan kalimat dari Jabir bin Abdullah.)
Nabi Saw. Tidak menghukumnya, bahkan IA bersalaman dengannya. Orang-orang Yahudi menghadapinya dengan hal yang dibencinya, maka IA memaafkan berdamai. Ia melapangkan manusia dengan akhlak toleransinya, Dan IA memadamkan api permusuhan dengan sifat lembutnya, sebagaimana firman Tuhannya
"Tolaklah perbuatan buruk mereka dengan yang lebih baik kami lebih mengetahui apa yang mereka sifatkan " (QS. Al Mukminun [23]: 96).
Nabi Saw. Adalah orang yang paling lembut terhadap keluarganya. Ia berkelakar dengan mereka, bersikap lembut kepada mereka, memaafkan kesalahan yang mereka perbuat, bertemu dengan mereka dengan senyum Dan tawa, memenuhi hati Dan rumah mereka dengan suka cita Dan kebahagiaan. Pelayannya, Anas bin Malik berkata: "Aku melayani Rasulullah Saw. Selama sepuluh tahun, beliau tidak pernah mengatakan kepadaku tentang sesuatu yang aku perbuat: Mengapa karnu rnelakukan ini?' Dan, tidak pula berkata terhadap sesuatu yang tidak aku lakukan: `Mengapa kamu tidak melakukannya?" Ini adalah kesempurnaan sifat lernbut Dan kesempurnaan akhlak yang baik, keindahan sifat, Dan kelembutan budi pekerti. Bahkan, setiap orang yang menemaninya, sahabatnya, atau orang yang berbaiat kepadanya pasti menemukan kelembutan, kecintaan, Dan kelembutannya yang tidak berhenti, sehingga kecintaannya menempati setiap hati, setiap ruh terikat padanya, Dan setiap jiwa manusia bergantung padanya secara sempurna:
Ketika engkau mengasihi, engkau seperti ibu atau ayah Mereka berdua adalah orang-orang yang paling penyayang di dunia
Ketika engkau memberi, engkau memberi dengan kedermawanan sepanjang hidup
Engkau melakukan apa yang tidak dilakukan orang yang memberi
Ketika engkau bersahabat, para sahabat Dan masyarakat melihat kesetiaan tergambar dengan jelas pada pakaianmu Dan engkau memperlihatkan kesabaranmu terhadap orang bodoh dengan penuh pengertian hingga orang-orang bodoh itu merasa rikuh dengan kesabaranmu.
NABI MUHAMMAD SAW. DAN KASIH SAYANGNYA
Rabbnya menyifatinya dalam firman-Nya:
`Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam." (QS. A1-Anbiyaa1211: 107).
Nabi Saw. Adalah rahmat bagi manusia. La bersabda:
“Aku adalah rahmat yang dihadiahkan” (HR. Darimi (15) sebagai hadits mursal dan Hakim sebagai hadits
mausul dari Abu Hurairah Ra. no. 100 dan ia mensahihkannya.)
Nabi Saw. melihat cucu laki-laki dari salah satu anak perempuannya meninggal, lalu ia menangis, ketika ia ditanya tentang hal itu dia bersabda:
`Ini adalah rahmat yang letakkan Allah pada salah satu hati hamba-hamba-Nya yang Dia kehendaki, Dia mengasihi hambaNya yang penyayang." (HR. Bukbari (1284, 6655), Muslim (923), dan Usamah bin Zaid Ra.)
Nabi Saw. menyayangi kerabat dekat dan jauh, sulit baginya untuk menemui orang-orang dengan bermuram durja, dan ia selalu membantu meringankan beban orang-orang dengan memperhatikan keadaan mereka. Sering kali ia ingin memanjangkan shalat, lalu dia mendengar tangisan anak kecil, maka ia meringankan shalat agar tidak menyusahkan ibunya. Ketika Amamah binti Zainab putrinya menangis, Nabi Saw. membawanya sedangkan ia sedang shalat bersama orang-orang. Ketika dia sujud, dia meletakkannya, ketika dia bangun, dia menggendongnya (HR. Bukhari (516) dan Muslim dari Abu Qatadah Ra). Suatu ketika dia sedang sujud dan Hasan naik di atas punggungnya, Nabi Saw. pun memanjangkan sujudnya, dan ketika ia salam ia mengemukakan alasannya kepada orang-orang dengan bersabda:
“Anakku telab menaiki punggungku, maka aku tidak mengangkat kepalaku bingga dia turun (" HR. Ahmad (27100) dan Nasaai (1141) dari Syadad bin Had Ra.)
Dan, ia bersabda:
“Barangsiapa menjadi imam dari kalian, maka ringankanlah shalat, karena di dalamnya ada orang tua, anak kecil, orang sakit, dan orang yang berkepentingan” (HR. Bukhari (703) dan Muslim (467) dari Abu Hurairah Ra)
Nabi Saw. berkata kepada Mu'adz ketika Mu'adz memperpanjang shalatnya dengan orang-orang:
`Apakah kamu orang yang menarik perhatian orang-orang, wahai Mu'az ( HR. Bukhari (705, 6106) dan Muslim (465) dari Jabir bin Ahdullah Ra)
Dan, Nabi Saw. juga bersabda:
"jika tidak memberatkan orang-orang, maka aku akan memerintahkan bersiwak setiap hendak sbalat (HR. Bukhari (87) dan Muslim (252) dari Abu Hurairah Ra)
Sering kali ia meninggalkan perbuatan karena takut akan dijadikan fardhu oleh orang-orang. Dia mengatur para sahabatnya dengan tutur kata yang baik.
Semua itu adalah kasih sayang dari Rasulullah Saw.
Dan ia bersabda:
"Tetaplah pada maksud tujuan, tentu kalian akan sampai (HR. Bukhari (6463) dari Abu Hurairah Ra.)
'Aka diutus dengan kelurusan dan toleransi.( HR. Ahmad (21788) dari Abu Amamah Ra)
"Sebaik-baiknya kalian dalam agama adalah yang mempermudahnya.( HR. Ahmad (15506) lihat Majma' az-Zawaid (3/308)
`Kalian harus memberikan petunjuk kepada orang yang meminta petunjuk (HR. Ahmad (22454, 22544), Baihaqi dalam Sunan al-Kubra (4519) dari Buraidah al-Aslamiy.)
Ambillah oleh kalian pekerjaan yang kalian mampu. Sesungguhaya Allah tidak memberatkan hingga mereka memberatkan diri sendiri (HR. Bukhari (5862) dan Muslim (782) dari Aisyah Ra)
Tidaklah Nabi Saw. memilih di antara dua hal, kecuali memilih yang paling mudah di antara keduanya, selama itu tidak merupakan dosa. Ia mengingkari golongan ketiga yang memberatkan diri mereka dalam ibadah. Ia juga bersabda:
'Demi Allah sesungguhnya aku adalah orang yang paling takut dan paling takwa di antara kalian kepada Allah, tetapi aku tetap bangun dan tidur, puasa dan berbuka, maka barang siapa membenci sunnahku maka ia bukan golonganku” (HR. Bukhari (5063) dan Muslim (1401) dari Anas bin Malik Ra. ")
Nabi Saw. berbuka dalam perjalanan di bulan Ramadhan, meng-qashar shalat yang berjumlah empat, menjamak di antara zhuhur dan ashar, antara maghrib dan isya'. Ia mengumumkan izinnya bahwasanya orang-orang boleh shalat di rumah-rumah mereka pada waktu hujan. Ia juga bersabda:
"Celakalah orang_yang memfasih-fasihkan bacaan" ( HR. Muslim (2670) dari Abdullah bin Mas'ud Ra)
'Tidak ada manfaat dalam sesuatu kecuali ia memperindahnya. Dan tidak ada kerusakan dalam sesuatu kecuali mencelanya'.( HR. Muslim (2594) dari Aisyah Ra)
Nabi Saw. mengingkari Abdullah bin Amr bin Ash, yang terlalu membebani dirinya dalam beribadah. Ia bersabda:
“Hindarilah berlebih-lebihan” (HR. Abmad (3238,1804), Nasaai (3057), Ibnu Majah (3029), dan lbnu Abi Ashim dalam as-Sunnah (1/46) dari Ibnu Abbas Ra.)
"Umatku adalah umat yang dirahmati" (HR. Ahmad(19179,19235), Abu Dawud (3278), dan Hakim (8383)
dari Abu Musa Ra)
Jika aku memerintahkan kepada kalian dengan sesuatu maka kerjakanlah hal tersebut sesuai kemampuan kalian (HR. Bukhari (7288) dan Muslim (13337) dari Abu Hurairah Ra.)
Kemudahan ini dalam kehidupan Nabi Saw. sesuai dengan kemudahan agama dan kemudahan syari’at. Dan, itu adalah contoh dari Nabi Saw. untuk firman Tuhannya:
'Dan kami akan memberi kamu taufik kejalan yang mudab." (QS. al- A'laa [87]: 8).
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya." (QS. al-Baqarah [2]: 286).
"Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu." (QS. at-Taghabun [64]: 16).
Allah menghendaki kemudahan bagiMu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu." (QS. al-Baqarah [2]: 185).
"Dan dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan." (QS. al-Hajj [22]: 78).
Dan ayat-ayat lain semacam itu.
Nabi Saw. adalah kemudahan yang dimudahkan, yang mengasihi dalam risalahnya, dakwahnya, ibadahnya, shalatnya, puasanya, ketaatannya, makannya, minumnya, pakaiannya, berhentinya, berjalannya, dan akhlaknya. Bahkan, kehidupannya didasarkan pada kemudahan karena sesungguhnya ia datang untuk meletakkan dosa-dosa dan belenggu-belenggu dari umat. Maka, tidak ada kemudahan sama sekali kecuali bersamanya. Tidak ditemui kemudahan kecuali dalam syariatnya. Dia adalah kemudahan yang sesungguhnya. Dia adalah rahmat dan manfaat dengan sendirinya.
Diambil dari buku "LAKSANA NABI MUHAMMAD SAW" karangan Dr 'Aidh Al Qarni
Karena Nabi Saw. Adalah seorang utusan Allah, maka pastilah IA adalah orang yang paling lembut di antara manusia, paling lapang dadanya, paling halus budinya, Dan paling lembut pergaulannya. Ia menahan amarahnya, memaafkan, berdamai, Dan mengampuni orang yang berbuat salah. Ia melepaskan hak-hak khususnya selama itu bukan hak Allah. Ia memaafkan orang yang menganiayanya, mengusirnya dari negaranya, menyakitinya, mencelanya, memakinya, Dan memeranginya. Ia berkata kepada mereka pada Hari penaklukan:
“Pergilah, kalian adalah orang yang bebas.”
HR. Syafi'i dalam a!-Umm (7/361), Thabrani dalam Tarikh (2/161) Dan Baihaqi dalam Sunan al-Kubra (18055), lihat Shahih al-Jami
Nabi Saw. Memaafkan sepupunya, Sufyan bin Harits pada Hari penaklukan ketika dia berdiri di hadapannya Dan berkata padanya: "Demi Allah, Allah telah memuliakanmu atas kami walaupun kami adalah orang yang telah berbuat salah." Nabi Saw bersabda:
`Dia (Yusuf) berkata: Pada Hari ini tak Ada cercaan terhadap kamu, mudah-mudahan Allah mengampuni (kamu), Dan dia adalah Maha Penyayang di antara para penyayang." (QS.Yusuf [12]: 92).
Orang-orang Arab telah menghadapinya dengan kekerasan Dan adab yang buruk, tetapi IA tetap sabar Dan memaafkan. Ia telah mengambil contoh dari urusan Tuhannya dalam firman-Nya:
".. .Maka maafkanlah (mereka) dengan cara yang baik." Hijr: [15]:85).
Maka, Nabi Saw. Tidak membalas keburukan dengan keburukan, bahkan IA memaafkan Dan berdamai. Ia tidak meluapkan kemarahannya jika itu adalah untuk dirinya sendiri. Ia tidak mendendam untuk dirinya, bahkan ketika dia marah dia bertambah lembut. Sexing kali IA tersenyum, padahal IA sedang marah, Dan sering kali IA menasihati salah seorang dari sahabat-sahabatnya dengan bersabda:
"Jangan marah, jangan marah, jangan marah" (HR Bukhari)
Ketika Ada perkataan yang buruk sampai padanya, Nabi Saw. Tidak mencari orang yang mengucapkan perkataan itu, tidak mencelanya, Dan tidak menghukumnya. Ia bersabda:
`Tidak sampai padaku perkataan salah seorang darimu yang ditujukan padaku. Maka Aku akan suka keluar menuju kalian dalam keadaan hati yang selamat” (HR. Ahmad (3785), Abu Dawud (3460), Dan Tirmidzi (3892) dari Abdullah bin Mas'ud)
Ibnu Mas'ud mengadukan sebuah perkataan yang membuat air muka Nabi Saw. Berubah Dan Nabi bersabda:
"Semoga Allah memberi rahmat kepada Musa, dia disakiti lebih dari ini, dia tetap sabar (HR. Bukhari (3150, 3405) Dan Muslim (1062).
Nabi Saw. Disakiti oleh musuh-musuhnya dalam risalahnya, pasukannya, saksinya, Dan keluarganya. Ketika IA berkuasa atas mereka, IA memaafkan mereka, Dan bersikap lembut kepada mereka. Ia bersabda :
Barang siapa mencegah kemarahannya maka Allah akan mencegah azab-Nya darinya.( HR. Abu Yela (4338), Dan Baihaqi dalam asy-Say 'bu (8311) Dan lihat al `Ilal karangan Ibnu Abi Hatim (1919) Dan Majma' AZ-Zawaid (10/ 298).
Seorang laki-laki berkata padanya: "Bersikap adillah” Nabi Saw. Bersabda:
"Aku telah gagal Dan merugi jika aku tidak bersikap adil (HR. Bukhari (3138) Dan Muslim (1063) dengan kalimat dari Jabir bin Abdullah.)
Nabi Saw. Tidak menghukumnya, bahkan IA bersalaman dengannya. Orang-orang Yahudi menghadapinya dengan hal yang dibencinya, maka IA memaafkan berdamai. Ia melapangkan manusia dengan akhlak toleransinya, Dan IA memadamkan api permusuhan dengan sifat lembutnya, sebagaimana firman Tuhannya
"Tolaklah perbuatan buruk mereka dengan yang lebih baik kami lebih mengetahui apa yang mereka sifatkan " (QS. Al Mukminun [23]: 96).
Nabi Saw. Adalah orang yang paling lembut terhadap keluarganya. Ia berkelakar dengan mereka, bersikap lembut kepada mereka, memaafkan kesalahan yang mereka perbuat, bertemu dengan mereka dengan senyum Dan tawa, memenuhi hati Dan rumah mereka dengan suka cita Dan kebahagiaan. Pelayannya, Anas bin Malik berkata: "Aku melayani Rasulullah Saw. Selama sepuluh tahun, beliau tidak pernah mengatakan kepadaku tentang sesuatu yang aku perbuat: Mengapa karnu rnelakukan ini?' Dan, tidak pula berkata terhadap sesuatu yang tidak aku lakukan: `Mengapa kamu tidak melakukannya?" Ini adalah kesempurnaan sifat lernbut Dan kesempurnaan akhlak yang baik, keindahan sifat, Dan kelembutan budi pekerti. Bahkan, setiap orang yang menemaninya, sahabatnya, atau orang yang berbaiat kepadanya pasti menemukan kelembutan, kecintaan, Dan kelembutannya yang tidak berhenti, sehingga kecintaannya menempati setiap hati, setiap ruh terikat padanya, Dan setiap jiwa manusia bergantung padanya secara sempurna:
Ketika engkau mengasihi, engkau seperti ibu atau ayah Mereka berdua adalah orang-orang yang paling penyayang di dunia
Ketika engkau memberi, engkau memberi dengan kedermawanan sepanjang hidup
Engkau melakukan apa yang tidak dilakukan orang yang memberi
Ketika engkau bersahabat, para sahabat Dan masyarakat melihat kesetiaan tergambar dengan jelas pada pakaianmu Dan engkau memperlihatkan kesabaranmu terhadap orang bodoh dengan penuh pengertian hingga orang-orang bodoh itu merasa rikuh dengan kesabaranmu.
NABI MUHAMMAD SAW. DAN KASIH SAYANGNYA
Rabbnya menyifatinya dalam firman-Nya:
`Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam." (QS. A1-Anbiyaa1211: 107).
Nabi Saw. Adalah rahmat bagi manusia. La bersabda:
“Aku adalah rahmat yang dihadiahkan” (HR. Darimi (15) sebagai hadits mursal dan Hakim sebagai hadits
mausul dari Abu Hurairah Ra. no. 100 dan ia mensahihkannya.)
Nabi Saw. melihat cucu laki-laki dari salah satu anak perempuannya meninggal, lalu ia menangis, ketika ia ditanya tentang hal itu dia bersabda:
`Ini adalah rahmat yang letakkan Allah pada salah satu hati hamba-hamba-Nya yang Dia kehendaki, Dia mengasihi hambaNya yang penyayang." (HR. Bukbari (1284, 6655), Muslim (923), dan Usamah bin Zaid Ra.)
Nabi Saw. menyayangi kerabat dekat dan jauh, sulit baginya untuk menemui orang-orang dengan bermuram durja, dan ia selalu membantu meringankan beban orang-orang dengan memperhatikan keadaan mereka. Sering kali ia ingin memanjangkan shalat, lalu dia mendengar tangisan anak kecil, maka ia meringankan shalat agar tidak menyusahkan ibunya. Ketika Amamah binti Zainab putrinya menangis, Nabi Saw. membawanya sedangkan ia sedang shalat bersama orang-orang. Ketika dia sujud, dia meletakkannya, ketika dia bangun, dia menggendongnya (HR. Bukhari (516) dan Muslim dari Abu Qatadah Ra). Suatu ketika dia sedang sujud dan Hasan naik di atas punggungnya, Nabi Saw. pun memanjangkan sujudnya, dan ketika ia salam ia mengemukakan alasannya kepada orang-orang dengan bersabda:
“Anakku telab menaiki punggungku, maka aku tidak mengangkat kepalaku bingga dia turun (" HR. Ahmad (27100) dan Nasaai (1141) dari Syadad bin Had Ra.)
Dan, ia bersabda:
“Barangsiapa menjadi imam dari kalian, maka ringankanlah shalat, karena di dalamnya ada orang tua, anak kecil, orang sakit, dan orang yang berkepentingan” (HR. Bukhari (703) dan Muslim (467) dari Abu Hurairah Ra)
Nabi Saw. berkata kepada Mu'adz ketika Mu'adz memperpanjang shalatnya dengan orang-orang:
`Apakah kamu orang yang menarik perhatian orang-orang, wahai Mu'az ( HR. Bukhari (705, 6106) dan Muslim (465) dari Jabir bin Ahdullah Ra)
Dan, Nabi Saw. juga bersabda:
"jika tidak memberatkan orang-orang, maka aku akan memerintahkan bersiwak setiap hendak sbalat (HR. Bukhari (87) dan Muslim (252) dari Abu Hurairah Ra)
Sering kali ia meninggalkan perbuatan karena takut akan dijadikan fardhu oleh orang-orang. Dia mengatur para sahabatnya dengan tutur kata yang baik.
Semua itu adalah kasih sayang dari Rasulullah Saw.
Dan ia bersabda:
"Tetaplah pada maksud tujuan, tentu kalian akan sampai (HR. Bukhari (6463) dari Abu Hurairah Ra.)
'Aka diutus dengan kelurusan dan toleransi.( HR. Ahmad (21788) dari Abu Amamah Ra)
"Sebaik-baiknya kalian dalam agama adalah yang mempermudahnya.( HR. Ahmad (15506) lihat Majma' az-Zawaid (3/308)
`Kalian harus memberikan petunjuk kepada orang yang meminta petunjuk (HR. Ahmad (22454, 22544), Baihaqi dalam Sunan al-Kubra (4519) dari Buraidah al-Aslamiy.)
Ambillah oleh kalian pekerjaan yang kalian mampu. Sesungguhaya Allah tidak memberatkan hingga mereka memberatkan diri sendiri (HR. Bukhari (5862) dan Muslim (782) dari Aisyah Ra)
Tidaklah Nabi Saw. memilih di antara dua hal, kecuali memilih yang paling mudah di antara keduanya, selama itu tidak merupakan dosa. Ia mengingkari golongan ketiga yang memberatkan diri mereka dalam ibadah. Ia juga bersabda:
'Demi Allah sesungguhnya aku adalah orang yang paling takut dan paling takwa di antara kalian kepada Allah, tetapi aku tetap bangun dan tidur, puasa dan berbuka, maka barang siapa membenci sunnahku maka ia bukan golonganku” (HR. Bukhari (5063) dan Muslim (1401) dari Anas bin Malik Ra. ")
Nabi Saw. berbuka dalam perjalanan di bulan Ramadhan, meng-qashar shalat yang berjumlah empat, menjamak di antara zhuhur dan ashar, antara maghrib dan isya'. Ia mengumumkan izinnya bahwasanya orang-orang boleh shalat di rumah-rumah mereka pada waktu hujan. Ia juga bersabda:
"Celakalah orang_yang memfasih-fasihkan bacaan" ( HR. Muslim (2670) dari Abdullah bin Mas'ud Ra)
'Tidak ada manfaat dalam sesuatu kecuali ia memperindahnya. Dan tidak ada kerusakan dalam sesuatu kecuali mencelanya'.( HR. Muslim (2594) dari Aisyah Ra)
Nabi Saw. mengingkari Abdullah bin Amr bin Ash, yang terlalu membebani dirinya dalam beribadah. Ia bersabda:
“Hindarilah berlebih-lebihan” (HR. Abmad (3238,1804), Nasaai (3057), Ibnu Majah (3029), dan lbnu Abi Ashim dalam as-Sunnah (1/46) dari Ibnu Abbas Ra.)
"Umatku adalah umat yang dirahmati" (HR. Ahmad(19179,19235), Abu Dawud (3278), dan Hakim (8383)
dari Abu Musa Ra)
Jika aku memerintahkan kepada kalian dengan sesuatu maka kerjakanlah hal tersebut sesuai kemampuan kalian (HR. Bukhari (7288) dan Muslim (13337) dari Abu Hurairah Ra.)
Kemudahan ini dalam kehidupan Nabi Saw. sesuai dengan kemudahan agama dan kemudahan syari’at. Dan, itu adalah contoh dari Nabi Saw. untuk firman Tuhannya:
'Dan kami akan memberi kamu taufik kejalan yang mudab." (QS. al- A'laa [87]: 8).
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya." (QS. al-Baqarah [2]: 286).
"Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu." (QS. at-Taghabun [64]: 16).
Allah menghendaki kemudahan bagiMu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu." (QS. al-Baqarah [2]: 185).
"Dan dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan." (QS. al-Hajj [22]: 78).
Dan ayat-ayat lain semacam itu.
Nabi Saw. adalah kemudahan yang dimudahkan, yang mengasihi dalam risalahnya, dakwahnya, ibadahnya, shalatnya, puasanya, ketaatannya, makannya, minumnya, pakaiannya, berhentinya, berjalannya, dan akhlaknya. Bahkan, kehidupannya didasarkan pada kemudahan karena sesungguhnya ia datang untuk meletakkan dosa-dosa dan belenggu-belenggu dari umat. Maka, tidak ada kemudahan sama sekali kecuali bersamanya. Tidak ditemui kemudahan kecuali dalam syariatnya. Dia adalah kemudahan yang sesungguhnya. Dia adalah rahmat dan manfaat dengan sendirinya.
Diambil dari buku "LAKSANA NABI MUHAMMAD SAW" karangan Dr 'Aidh Al Qarni
Memperbarui Komitmen Setiap Malam
Bismillahirrohmannirrohiim...
Dalam sebuah hadits riwayat Imam Bukhary disebutkan bahwa setiap malam ketika Nabi shollallahu 'alaih WA sallam bangun untuk sholat malam beliau menyampaikan sebuah DOA kepada Allah ta'aala yang intinya memohon ampunan Allah ta'aala atas segenap dosa di masa lalu Dan yang akan datang. Namun sangat menarik untuk dicatat bahwa DOA tersebut diawali dengan rangkaian ungkapan pujian yang mengandung pembaruan komitmen Nabi shollallahu 'alaih WA sallam kepada Allah ta'aala Dan kepada kehidupan akhirat.
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قَامَ مِنْ اللَّيْلِ يَتَهَجَّدُ قَالَ اللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ قَيِّمُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَنْ فِيهِنَّ وَلَكَ الْحَمْدُ لَكَ مُلْكُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَنْ فِيهِنَّ وَلَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ نُورُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَنْ فِيهِنَّ وَلَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ مَلِكُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَلَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ الْحَقُّ وَوَعْدُكَ الْحَقُّ وَلِقَاؤُكَ حَقٌّ وَقَوْلُكَ حَقٌّ وَالْجَنَّةُ حَقٌّ وَالنَّارُ حَقٌّ وَالنَّبِيُّونَ حَقٌّ وَمُحَمَّدٌ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَقٌّ وَالسَّاعَةُ حَقٌّ اللَّهُمَّ لَكَ أَسْلَمْتُ وَبِكَ آمَنْتُ وَعَلَيْكَ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْكَ أَنَبْتُ وَبِكَ خَاصَمْتُ وَإِلَيْكَ حَاكَمْتُ فَاغْفِرْ لِي مَا قَدَّمْتُ وَمَا أَخَّرْتُ وَمَا أَسْرَرْتُ وَمَا أَعْلَنْتُ أَنْتَ الْمُقَدِّمُ وَأَنْتَ الْمُؤَخِّرُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ أَوْ لَا إِلَهَ غَيْرُكَ
Bila Nabi Muhammad shollallahu 'alaih WA sallam bangun di waktu malam untuk sholat tahajjud beliau mengajukan DOA berikut: "Ya Allah, bagimu segala puji, Engkau Penegak langit Dan bumi serta segala isinya. BagiMu segala puji, Engkau Cahaya langit Dan bumi serta segala isinya. BagiMu segala puji, milikMu Kerajaan langit Dan bumi serta segala isinya. BagiMu segala puji, Engkau Cahaya langit Dan bumi serta segala isinya. BagiMu segala puji, Engkau Raja langit Dan bumi. BagiMu segala puji, Engkaulah Yang Maha Benar, Dan janjiMu benar, perjumpaan denganMu benar, firmanMu benar, Surga itu benar, Neraka itu benar, para NabiMu benar, Dan Muhammad shollallahu 'alaih WA sallam benar, Kiamat itu benar adanya. Ya Allah, kepadaMu aku berserah diri Dan beriman, kepadaMu aku bertawakkal, kepadaMu aku kembali, kepadaMu aku mengadu, Dan kepadaMu aku berhukum. Maka ampunilah dosaku yang lalu Dan yang akan datang, yang tersembunyi Dan tampak. Engkaulah Yang terdahulu Dan Yang terakhir Dan tidak Ada ilah selain Engkau." (HR Bukhary 1053)
Dari DOA di atas jelas terlihat betapa dalamnya perenungan Nabi shollallahu 'alaih WA sallam di tengah malam. Jika setiap Muslim melakukan sholat malam diiringi membaca DOA di atas, niscaya ingatannya terhadap kehidupan akhirat tentu akan menjadi sangat kuat. Coba perhatikan potongan DOA di atas, terutama bagian di bawah ini:
أَنْتَ الْحَقُّ وَوَعْدُكَ الْحَقُّ وَلِقَاؤُكَ حَقٌّ وَقَوْلُكَ حَقٌّ وَالْجَنَّةُ حَقٌّ وَالنَّارُ
"... Engkaulah Yang Maha Benar, Dan janjiMu benar, perjumpaan denganMu benar, firmanMu benar, Surga itu benar, Neraka itu benar..."
Subhanallah...! Kalimat di atas merupakan rangkaian pembaruan ungkapan komitmen, laksana pembaruan bai'at seorang prajurit kepada komandannya. Jika seorang Muslim membaca kalimat di atas setiap malam dengan penghayatan penuh tentulah IA akan menjadi seorang hamba Allah ta'aala yang berkeyakinan mantap akan kehidupan setelah kematian. Ia akan menjadi bersemangat mengusahakan segala daya-upaya untuk meraih kenikmatan surga. Demikian pula IA akan menjadi sangat bersungguh-sungguh menghindari azab neraka Allah ta'aala yang amat menakutkan. Ia tidak akan pernah menganggap surga Dan neraka sekedar sebagai mitos mengandung hiburan atau ancaman khayali.
Bila seorang Muslim sudah yakin akan kehidupan akhirat, niscaya IA akan menjadi sangat berbeda dengan orang yang pengetahuannya hanya sebatas ruang lingkup dunia fana. Dan Allah ta'aala memerintahkan Nabi shollallahu 'alaih WA sallam serta ummatnya untuk meninggalkan golongan manusia seperti itu.
فَأَعْرِضْ عَنْ مَنْ تَوَلَّى عَنْ ذِكْرِنَا وَلَمْ يُرِدْ إِلَّا الْحَيَاةَ الدُّنْيَا ذَلِكَ مَبْلَغُهُمْ مِنَ الْعِلْمِ
"Maka berpalinglah (hai Muhammad) dari orang yang berpaling dari peringatan Kami, Dan hanya menginginkan kehidupan duniawi. Itulah Batas pengetahuan mereka." (QS An-Najm ayat 29-30)
Sungguh sangat berbeda sikap Dan prilaku seorang ahli dunia dengan ahli akhirat. Seorang ahli dunia sangat berambisi mengejar keberhasilan jangka pendek sehingga justru Allah ta'aala cerai-beraikan urusannya di dunia Dan akhirat Dan Allah ta'aala jadikan IA selalu dihantui oleh bayang-bayang kefakiran di dalam kehidupan dunia. Rasulullah shollallahu 'alaih WA sallam bersabda:
مَنْ كَانَتْ الدُّنْيَا هَمَّهُ فَرَّقَ اللَّهُ عَلَيْهِ أَمْرَهُ وَجَعَلَ
فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ وَلَمْ يَأْتِهِ مِنْ الدُّنْيَا إِلَّا مَا كُتِبَ لَهُ
"Barangsiapa yang dunia adalah ambisinya, niscaya Allah cerai-beraikan urusannya Dan dijadikan kefakiran di hadapan kedua matanya Dan Allah tidak memberinya dari harta dunia ini, kecuali apa yang telah ditetapkan untuknya." (HR Ibnu Majah 4095)
Sebaliknya seorang beriman yang keinginan Dan fokusnya sangat kuat akan kebahagiaan akhirat malah Allah ta'aala janjikan untuk menata kehidupan dunianya dengan baik, lalu hatinya senantiasa tenteram di dunia maupun di akhirat kemudian dunia justru bakal mendekati dirinya dengan cara yang samasekali tidak terfikirkan olehnya sama sekali. Rasulullah shollallahu 'alaih WA sallam bersabda:
وَمَنْ كَانَتْ الْآخِرَةُ نِيَّتَهُ جَمَعَ اللَّهُ لَهُ أَمْرَهُ
وَجَعَلَ غِنَاهُ فِي قَلْبِهِ وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِيَ رَاغِمَةٌ
"Dan barangsiapa yang akhirat menjadi keinginannya, niscaya Allah ta'aala kumpulkan baginya urusannya Dan dijadikan kekayaan di dalam hatinya Dan didatangkan kepadanya dunia bagaimanapun keadaannya." (HR Ibnu Majah 4095)
By Ihsan Tanjung
Dalam sebuah hadits riwayat Imam Bukhary disebutkan bahwa setiap malam ketika Nabi shollallahu 'alaih WA sallam bangun untuk sholat malam beliau menyampaikan sebuah DOA kepada Allah ta'aala yang intinya memohon ampunan Allah ta'aala atas segenap dosa di masa lalu Dan yang akan datang. Namun sangat menarik untuk dicatat bahwa DOA tersebut diawali dengan rangkaian ungkapan pujian yang mengandung pembaruan komitmen Nabi shollallahu 'alaih WA sallam kepada Allah ta'aala Dan kepada kehidupan akhirat.
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قَامَ مِنْ اللَّيْلِ يَتَهَجَّدُ قَالَ اللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ قَيِّمُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَنْ فِيهِنَّ وَلَكَ الْحَمْدُ لَكَ مُلْكُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَنْ فِيهِنَّ وَلَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ نُورُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَنْ فِيهِنَّ وَلَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ مَلِكُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَلَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ الْحَقُّ وَوَعْدُكَ الْحَقُّ وَلِقَاؤُكَ حَقٌّ وَقَوْلُكَ حَقٌّ وَالْجَنَّةُ حَقٌّ وَالنَّارُ حَقٌّ وَالنَّبِيُّونَ حَقٌّ وَمُحَمَّدٌ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَقٌّ وَالسَّاعَةُ حَقٌّ اللَّهُمَّ لَكَ أَسْلَمْتُ وَبِكَ آمَنْتُ وَعَلَيْكَ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْكَ أَنَبْتُ وَبِكَ خَاصَمْتُ وَإِلَيْكَ حَاكَمْتُ فَاغْفِرْ لِي مَا قَدَّمْتُ وَمَا أَخَّرْتُ وَمَا أَسْرَرْتُ وَمَا أَعْلَنْتُ أَنْتَ الْمُقَدِّمُ وَأَنْتَ الْمُؤَخِّرُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ أَوْ لَا إِلَهَ غَيْرُكَ
Bila Nabi Muhammad shollallahu 'alaih WA sallam bangun di waktu malam untuk sholat tahajjud beliau mengajukan DOA berikut: "Ya Allah, bagimu segala puji, Engkau Penegak langit Dan bumi serta segala isinya. BagiMu segala puji, Engkau Cahaya langit Dan bumi serta segala isinya. BagiMu segala puji, milikMu Kerajaan langit Dan bumi serta segala isinya. BagiMu segala puji, Engkau Cahaya langit Dan bumi serta segala isinya. BagiMu segala puji, Engkau Raja langit Dan bumi. BagiMu segala puji, Engkaulah Yang Maha Benar, Dan janjiMu benar, perjumpaan denganMu benar, firmanMu benar, Surga itu benar, Neraka itu benar, para NabiMu benar, Dan Muhammad shollallahu 'alaih WA sallam benar, Kiamat itu benar adanya. Ya Allah, kepadaMu aku berserah diri Dan beriman, kepadaMu aku bertawakkal, kepadaMu aku kembali, kepadaMu aku mengadu, Dan kepadaMu aku berhukum. Maka ampunilah dosaku yang lalu Dan yang akan datang, yang tersembunyi Dan tampak. Engkaulah Yang terdahulu Dan Yang terakhir Dan tidak Ada ilah selain Engkau." (HR Bukhary 1053)
Dari DOA di atas jelas terlihat betapa dalamnya perenungan Nabi shollallahu 'alaih WA sallam di tengah malam. Jika setiap Muslim melakukan sholat malam diiringi membaca DOA di atas, niscaya ingatannya terhadap kehidupan akhirat tentu akan menjadi sangat kuat. Coba perhatikan potongan DOA di atas, terutama bagian di bawah ini:
أَنْتَ الْحَقُّ وَوَعْدُكَ الْحَقُّ وَلِقَاؤُكَ حَقٌّ وَقَوْلُكَ حَقٌّ وَالْجَنَّةُ حَقٌّ وَالنَّارُ
"... Engkaulah Yang Maha Benar, Dan janjiMu benar, perjumpaan denganMu benar, firmanMu benar, Surga itu benar, Neraka itu benar..."
Subhanallah...! Kalimat di atas merupakan rangkaian pembaruan ungkapan komitmen, laksana pembaruan bai'at seorang prajurit kepada komandannya. Jika seorang Muslim membaca kalimat di atas setiap malam dengan penghayatan penuh tentulah IA akan menjadi seorang hamba Allah ta'aala yang berkeyakinan mantap akan kehidupan setelah kematian. Ia akan menjadi bersemangat mengusahakan segala daya-upaya untuk meraih kenikmatan surga. Demikian pula IA akan menjadi sangat bersungguh-sungguh menghindari azab neraka Allah ta'aala yang amat menakutkan. Ia tidak akan pernah menganggap surga Dan neraka sekedar sebagai mitos mengandung hiburan atau ancaman khayali.
Bila seorang Muslim sudah yakin akan kehidupan akhirat, niscaya IA akan menjadi sangat berbeda dengan orang yang pengetahuannya hanya sebatas ruang lingkup dunia fana. Dan Allah ta'aala memerintahkan Nabi shollallahu 'alaih WA sallam serta ummatnya untuk meninggalkan golongan manusia seperti itu.
فَأَعْرِضْ عَنْ مَنْ تَوَلَّى عَنْ ذِكْرِنَا وَلَمْ يُرِدْ إِلَّا الْحَيَاةَ الدُّنْيَا ذَلِكَ مَبْلَغُهُمْ مِنَ الْعِلْمِ
"Maka berpalinglah (hai Muhammad) dari orang yang berpaling dari peringatan Kami, Dan hanya menginginkan kehidupan duniawi. Itulah Batas pengetahuan mereka." (QS An-Najm ayat 29-30)
Sungguh sangat berbeda sikap Dan prilaku seorang ahli dunia dengan ahli akhirat. Seorang ahli dunia sangat berambisi mengejar keberhasilan jangka pendek sehingga justru Allah ta'aala cerai-beraikan urusannya di dunia Dan akhirat Dan Allah ta'aala jadikan IA selalu dihantui oleh bayang-bayang kefakiran di dalam kehidupan dunia. Rasulullah shollallahu 'alaih WA sallam bersabda:
مَنْ كَانَتْ الدُّنْيَا هَمَّهُ فَرَّقَ اللَّهُ عَلَيْهِ أَمْرَهُ وَجَعَلَ
فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ وَلَمْ يَأْتِهِ مِنْ الدُّنْيَا إِلَّا مَا كُتِبَ لَهُ
"Barangsiapa yang dunia adalah ambisinya, niscaya Allah cerai-beraikan urusannya Dan dijadikan kefakiran di hadapan kedua matanya Dan Allah tidak memberinya dari harta dunia ini, kecuali apa yang telah ditetapkan untuknya." (HR Ibnu Majah 4095)
Sebaliknya seorang beriman yang keinginan Dan fokusnya sangat kuat akan kebahagiaan akhirat malah Allah ta'aala janjikan untuk menata kehidupan dunianya dengan baik, lalu hatinya senantiasa tenteram di dunia maupun di akhirat kemudian dunia justru bakal mendekati dirinya dengan cara yang samasekali tidak terfikirkan olehnya sama sekali. Rasulullah shollallahu 'alaih WA sallam bersabda:
وَمَنْ كَانَتْ الْآخِرَةُ نِيَّتَهُ جَمَعَ اللَّهُ لَهُ أَمْرَهُ
وَجَعَلَ غِنَاهُ فِي قَلْبِهِ وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِيَ رَاغِمَةٌ
"Dan barangsiapa yang akhirat menjadi keinginannya, niscaya Allah ta'aala kumpulkan baginya urusannya Dan dijadikan kekayaan di dalam hatinya Dan didatangkan kepadanya dunia bagaimanapun keadaannya." (HR Ibnu Majah 4095)
By Ihsan Tanjung
Keutamaan Amanat
Bismillahirrohmannirrohim...
Diriwayatkan dari Abu Musa Al-Asy'ari radhiallahu 'anhu, bahwa Nabi shallalu 'alaihi wasallam bersabda: "Termasuk salah seorang pemberi sedekah: Seorang bendahara Muslim yang jujur yang menyampaikan (menyalurkan) amanat kepada orang yang telah diamanatkan kepadanya secara sempurna Dan dengan kerelaan hati (ikhlas)." (Diriwayatkan oleh Bukhari hadis no. 1438 Dan Muslim hadis no. 1023.)
Makna hadis ini adalah bahwasanya orang yang ikut andil dalam melakukan (merealisakan) ketaatan (contohnya: orang yang menampung Dan menyalurkan infak/sedekah - pen) akan mendapat pahala sebagaimana orang yang melakukan ketaatan memperoleh pahala. Hal ini bukan berarti orang yang melakukan ketaatan tadi terkurangi pahalanya, akan tetapi masing-masing mendapat bagian pahala berdasarkan amalan yang mereka usahakan Dan tidak mesti kadar pahala tersebut sama persis. Artinya ia pemberi sedekah mendapatkan pahala berdasarkan harta yang telah dia infakkan Dan orang yang menyalurkan sedekah disertai amanahpun memperoleh pahala berdasarkan usahanya tanpa mengurangi pahala ia pemberi sedekah sedikitpun.
Imam Nawawi, dalam kitabnya, Syarah Sahih Muslim, jilid 2, hal 202, mengatakan: "Ketahuilah bahwa seorang amil (penyalur sedekah) atau bendahara dalam pelaksanaan tugasnya harus mendapatkan izin dari pemilik harta terlebih dahulu, jika tidak, bukannya yang akan dia peroleh, malah dia akan menuai dosa."
Ibnu Hajar berkata (dalam Fathul Bari, 3/203): "Bendahara yang dimaksud harus memenuhi kriteria berikut: Pertama, Muslim, seorang kafir tidak termasuk dalamnya, karena niatnya bukan karena Allah. Kedua, jujur, maka seorang pengkhianat tidak termasuk dalam kategori ini, karena dia adalah orang yang berdosa. Ketiga, ikhlas karena Allah, karena tanpa keikhlasan usahanya akan sia-sia.
Wallahua'lam
Diriwayatkan dari Abu Musa Al-Asy'ari radhiallahu 'anhu, bahwa Nabi shallalu 'alaihi wasallam bersabda: "Termasuk salah seorang pemberi sedekah: Seorang bendahara Muslim yang jujur yang menyampaikan (menyalurkan) amanat kepada orang yang telah diamanatkan kepadanya secara sempurna Dan dengan kerelaan hati (ikhlas)." (Diriwayatkan oleh Bukhari hadis no. 1438 Dan Muslim hadis no. 1023.)
Makna hadis ini adalah bahwasanya orang yang ikut andil dalam melakukan (merealisakan) ketaatan (contohnya: orang yang menampung Dan menyalurkan infak/sedekah - pen) akan mendapat pahala sebagaimana orang yang melakukan ketaatan memperoleh pahala. Hal ini bukan berarti orang yang melakukan ketaatan tadi terkurangi pahalanya, akan tetapi masing-masing mendapat bagian pahala berdasarkan amalan yang mereka usahakan Dan tidak mesti kadar pahala tersebut sama persis. Artinya ia pemberi sedekah mendapatkan pahala berdasarkan harta yang telah dia infakkan Dan orang yang menyalurkan sedekah disertai amanahpun memperoleh pahala berdasarkan usahanya tanpa mengurangi pahala ia pemberi sedekah sedikitpun.
Imam Nawawi, dalam kitabnya, Syarah Sahih Muslim, jilid 2, hal 202, mengatakan: "Ketahuilah bahwa seorang amil (penyalur sedekah) atau bendahara dalam pelaksanaan tugasnya harus mendapatkan izin dari pemilik harta terlebih dahulu, jika tidak, bukannya yang akan dia peroleh, malah dia akan menuai dosa."
Ibnu Hajar berkata (dalam Fathul Bari, 3/203): "Bendahara yang dimaksud harus memenuhi kriteria berikut: Pertama, Muslim, seorang kafir tidak termasuk dalamnya, karena niatnya bukan karena Allah. Kedua, jujur, maka seorang pengkhianat tidak termasuk dalam kategori ini, karena dia adalah orang yang berdosa. Ketiga, ikhlas karena Allah, karena tanpa keikhlasan usahanya akan sia-sia.
Wallahua'lam
INDAHNYA HIDUP BERSAHAJA
KH. Abdullah Gymnastiar/Aa Gym
Bismillahirrohmanirrohiim,
Saudara-saudaraku Sekalian,
Kita tidak perlu bercita-cita membangun kota Jakarta,
Lebih baik Kita bercita-cita tiap orang bisa membangun
Dirinya sendiri. Paling minimal punya daya tahan
Pribadi terlebih dahulu. Karenanya sebelum IA
Memperbaiki keluarga Dan lingkungannya minimal dia
Mengetahui kekurangan dirinya. Jangan sampai Kita
Tidak mengetahui kekurangan sendiri. Jangan sampai
Kita bersembunyi dibalik jas, dasi Dan merk. Jangan
Sampai Kita tidak mempunyai diri Kita sendiri. Jadi
Target awal dari pertemuan Kita adalah membuat Kita
Berani jujur kepada diri sendiri. Mengapa demikian?
Sebab seorang bapak tidak bisa memperbaiki
Keluarganya, kalau IA tidak bisa memperbaiki dirinya
Sendiri. Jangan mengharap memperbaiki keluarga kalau
Memperbaiki diri sendiri saja tidak bisa. Bagaimana
Berani memperbaiki diri, jika tidak mengetahui apa
Yang mesti diperbaiki.
Kita harus mengawali segalanya dengan egois dahulu,
Sebab Kita tidak bisa memperbaiki orang lain kalau
Diri sendiri saja tidak terperbaiki. Seorang ustad
Akan terkesan omong kosong, jika IA berbicara tentang
Orang lain agar memperbaiki diri sedang IA sendiri
Tidak benar. Dalam bahasa Al-Qur’an,”Sangat besar
Kemurkaan Allah terhadap orang berkata yang tidak
Diperbuatnya”.
Mudah-mudahan seorang ibu yang tersentuh mulai
Mengajak suaminya. Seorang anak mengajak orang tuanya,
Di kantor seorang bos yang berusaha memperbaiki diri
Diperhatikan oleh bawahannya Dan membuat mereka
Tersentuh. Seorang kakek dilihat oleh cucunya kemudian
Tersentuh.
Mudah-mudahan dengan kegigihan memperbaiki diri
Nantinya daya tahan rumah mulai membaik. Kalau sudah
Daya tahan rumah membaik insyaAllah, Kita bisa berbuat
Banyak untuk bangsa Kita ini. Mudah-mudahan nanti
Setiap rumah tangga visinya tentang hidup ini menjadi
Baik.
Tahap selanjutnya adalah mau dibawa kemana rumah
Tangga Kita ini, apakah mau bermewah-mewahan, mau
Pamer bangunan Dan kendaraan atau rumah tangga Kita
Ini adalah rumah tangga yang punya kepribadian yang
Nantinya akan menjadi nyaman. Jangan sampai rumah
Tangga Kita ini menjadi rumah tangga yang hubuddunya,
Karena semua penyakit akarnya dari cinta dunia ini.
Orang sekarang menyebutnya materialistis.
Bangsa ini roboh karena pecinta dunianya terlalu
Banyak. Acara TV membuat Kita menjadi yakin bahwa
Dunia ini alat ukurnya adalah materi. Pelan tapi pasti
Kita harus mulai mengatakan dunia ini tidak Ada
Apa-apanya. Di dunia ini Kita hanya mampir. Dengan
Konsep yang Kita kenal yaitu rumus ‘tukang parkir’.
Yang tadinya bangga dengan merk menjadi malu dengan
Topeng yang dikenakannya. Nanti pelan-pelan akan
Menjadi begitu.
Bukannya Kita harus hidup miskin. Nanti akan terjadi
Suasana di rumah tidak goyah, lebih sabar, melihat
Dunia menjadi tidak Ada apa-apanya Dan tidak sombong.
Lihat kembali rumus ‘tukang parkir’, IA punya Mobil
Tidak sombong, mobilnya ganti-ganti tidak takabur,
Diambil satu persatu sampai habis tidak sakit hati.
Mengapa ? Karena tukang parkir tidak merasa memiliki
Hanya tertitipi.
Ketika melihat orang kaya biasa saja karena sama saja
Cuma menumpang di dunia ini jadi tidak menjilat,
Kepada atasan tidak minder, suasana kantor yang iri
Dan dengki jadi minimal.
Saudara-saudaraku Sekalian,
Jadi visi Kita terhadap dunia ini akan berbeda. Kita
Tidak bergantung lagi kepada dunia, tidak tamak, tidak
Licik, tidak serakah. Hidup akan bersahaja Dan
Proporsional.
Sekarang Kita sedang krisis, masa ini dapat menjadi
Momentum karena dengan krisis harga-harga naik,
Kecemasan orang meningkat, ini kesempatan Kita buat
Berdakwah.
Mau naik berapa saja harganya tidak apa-apa yang
Penting terbeli. Jika tidak terjangkau jangan beli,
Yang penting adalah kebutuhan standar tercukupi. Orang
Yang sengsara bukan tidak cukup tetapi karena
Kebutuhannya melampaui Batas. Padahal Allah
Menciptakan Kita lengkap dengan rezekinya.
Mulai dari buyut Kita yang lahir ke dunia tidak punya
Apa-apa sampai akhir hayatnya masih makan Dan dapat
Tempat berteduh terus. Orang tua Kita lahir tidak
Membawa apa-apa sampai saat ini masih makan terus,
Berpakaian, Dan berteduh. Begitu pula Kita sampai Hari
Ini. Hanya saja disaat krisis begini Kita harus lebih
Kreatif. Mustahil Allah menciptakan manusia tanpa
Rezekinya Kita akan bingung menghadapi hidup. Semua
Orang sudah Ada rezekinya.
Dan barangsiapa yang hatinya akrab dengan Allah Dan
Yakin segala sesuatu milik Allah, tiada yang punya
Selain Allah, Kita milik Allah. Kita hanya mahluk Dan
Yang membagi, menahan Dan mengambil rezeki adalah
Allah. Orang yang yakin seperti itu akan dicukupi oleh
Allah.
Jadi kecukupan Kita bukan banyak uang, tetapi
Kecukupan Kita itu bergantung dengan keyakinan Kita
Terhadap Allah Dan berbanding lurus dengan tingkat
Tawakal. Allah berjanji ”Aku adalah sesuai dengan
Prasangka hamba-Ku”. Jadi jangan panik. Allah penguasa
Semesta alam.
Ini kesempatan buat Kita untuk mengevaluasi pola hidup
Kita. Yang membuat Kita terjamin adalah ketawakalan.
Jadi yang namanya musibah bukan kehilangan uang, bukan
Kena penyakit, musibah itu adalah hilangnya iman. Dan
Orang yang cacat adalah yang tidak punya iman, IA
Gagal dalam hidup karena tidak mengerti mau kemana.
Jadi Kita tidak punya alasan untuk panik. Krisis
Seperti ini Ada diman-mana, Kita harus kemas agar
Berguna bagi Kita. Kita tidak bisa mengharapkan yang
Terbaik terjadi pada diri Kita, tapi Kita bisa kemas
Agar menjadi yang terbaik bagi diri Kita. Kita tidak
Bisa mengharapkan orang menghormati Kita, tapi Kita
Bisa membuat penghinaan orang menjadi yang terbaik
Bagi diri Kita.
Hal pertama yang harus Kita jadikan rahasia kecukupan
Kita adalah ketawakalan Kita Dan kedua adalah
Prasangka baik kepada Allah, yang ketiga adalah
Lainsakartum laadziddanakum,”Barangsiapa yang pandai
Mensyukuri nikmat yang Ada, Allah akan membuka nikmat
Lainnya. Jadi jangan takut dengan belum Ada, karena
Yang belum Ada itu mesti Ada kalau pandai mensyukuri
Yang telah Ada.
Jadi dari pada Kita sibuk memikirkan harga barang yang
Naik lebih baik memikirkan bagaimana mensyukuri yang
Ada. Karena dengan mensyukuri nikmat yang Ada akan
Menarik nikmat yang lainnya. Jadi nikmat itu sudah
Tersedia. Jangan berpikir nikmat itu uang. Uang bisa
Jadi fitnah. Ada orang yang dititipi uang oleh Allah
Malah bisa sengsara, karena IA jadi mudah berbuat
Maksiat. Yang namanya nikmat itu adalah sesuatu yang
Dapat membuat Kita dekat dengan Allah. Jadi jangan
Takut soal besok/lusa, takutlah jika yang Ada tidak
Kita syukuri.
Satu contoh hal yang disebut kurang syukur dalam hidup
Itu adalah kalau hidup Kita itu Ishro yaitu
Berlebihan, boros, Dan bermewah-mewahan. Hati-hati
Yang suka hidup mewah, yang senang kepada merk itu
Adalah kufur nikmat. Mengapa? Karena setiap Allah
Memberi uang itu Ada hitungannya. Mereka yang terbiasa
Glamour, hidup mewah, yang senang kepada merk termasuk
Yang akan menderita karena hidupnya akan biaya tinggi.
Pasti merk itu akan berubah-ubah tidak akan terus sama
Dalam dua puluh tahun. Harus siap-siap menderita
Karena akan mengeluarkan uang banyak utnuk mengejar
Kemewahannya, untuk menjaganya Dan untuk perawatannya.
Dia juga akan disiksa oleh kotor hati yaitu riya'.
Makin Mahal tingkat pamernya makin tinggi. Dan pamer
Itu membutuhkan pikiran lebih, lelah Dan tegang karena
Rampok akan berminat. Inginnya diperlihatkan tapi
Takut dirampok jadinya pening. Makin tinggi keinginan
Pamer makin orang lain menjadi iri/dengki. Pokoknya
Kalau Kita terbiasa hidup mewah resikonya tinggi.
Ketentraman tidak terasa. Hal yang bagus itu adalah
Yang disebut syukur yaitu hidup bersahaja atau
Proporsional. Kalau Amirul Mukminin hidupnya sangat
Sederhana, kalau seperti Kita ini hidup bersahaja
Saja, biaya Dan perawatan akan murah.
Kalau Kita terbiasa hidup bersahaja peluang riyanya
Kecil. Tidak Ada yang perlu dipamerkan. Bersahaja
Tidak membuat orang iri. Dan anehnya orang yang
Bersahaja itu punya daya pikat tersendiri. Pejabat
Yang bersahaja akan menjadi pembicaraan yang baik.
Artis yang sholeh Dan bersahaja selalu bikin decak
Kagum. Ulama yang bersahaja itu juga membuat simpati.
Juga harus hati-hati Kita sudah capai-capai hidup
Glamor belum tentu dipuji bahkan saat sekarang ini
Akan dicurigai.Yang paling penting sekarang ini Kita
Nikmati budaya syukur dengan hidup proporsional.
Jangan capai dengan gengsi, hal itu akan membuat Kita
Binasa. Miliki kekayaan pada pribadi Kita bukan pada
Topeng Kita. Percayalah rekan-rekan sekalian Kita akan
Menikmati hidup ini jika Kita hidup proporsional.
Nabi Muhammad SAW tidak memiliki singgasana, istana
Bahkan tanda jasa sekalipun hanya memakai surban.
Tetapi tidak berkurang kemuliaanya sedikitpun sampai
Sekarang. Ada orang kaya dapat mempergunakan
Kekayaannya. Dia bisa beruntung jika IA rendah hati
Dan dermawan. Tapi IA bisa menjadi hina gara-gara
Pelit Dan sombong. Ada orang sederhana ingin kelihatan
Kaya inilah yang akan menderita. Segala sesuatu
Dikenakan, segalanya dicicil, dikredit. Ada juga orang
Sederhana tapi dia menjadi mulai karena tidak
Meminta-minta, jadi terjaga harga dirinya. Dan Ada
Orang yang mampu Dan IA menahan dirinya ini akan
Menjadi mulia.
Mulai sekarang tidak perlu tergiur untuk membeli yang
Mahal-Mahal, yang bermerk. Supermarket, mal Dan
Sebagainya itu sebenarnya tidak menjual barang-barang
Primer. Allah Maha Menyaksikan.
Apa yang dianjurkan Islam adalah jangan sampai
Mubadzir. Rasul SAW itu kalau makan sampai nasi yang
Terakhir juga dimakan, karena siapa tahu disitulah
Barokahnya. Kalau Kita ke undangan pesta jangan
Mengambil makanan berlebihan. Ini sangat tidak islami.
Memang Kita enak saja rasanya tapi demi Allah itu
Pasti dituntut oleh Allah. Dan itu mempengaruhi
Struktur rezeki Kita, karena Kita sudah kufur nikmat.
Kita harus bisa mempertanggungjawabkan setiap
Perbuatan Kita karena tidak Ada yang kecil dimata
Allah. Tidak Ada pemborosan karena semua dihitung oleh
Allah.
Contohnya mandi, kalau bisa bersih dengan lima sampai
Tujuh gayung tapi mengapa harus dua puluh gayung. Kita
Mampu beli air tetapi bukan untuk boros. Ini penting
Kalau ingin barokah rezekinya, hematlah kuncinya.
Kalau merokok biaya yang Kita keluarkan adalah besar
Hanya untuk membuang ASAP dari mulut Kita. Jangan cari
Alasan. Seharusnya sudah saatnya berhenti merokok.
Cobalah ingat ini uang milik Allah.
Kemudian sabun mandi, jangan memakai sesuka Kita,
Takarlah atau kalau perlu pakai sabun batangan. Kenapa
Kalau Kita bisa hemat tidak Kita lakukan. Uang
Penghematan Kita bisa gunakan untuk sedekah atau
Menolong orang yang lebih membutuhkan. Sedekah itu
Tidak akan mengurangi harta Kita kecuali bertambah Dan
Bertambah.
Ini pelajaran supaya hidup Kita dijamin oleh Allah.
Kita tidak bisa terjamin oleh harta/tabungan, kalau
Allah ingin membuat penyakit seharga dua kali tabungan
Kita sangat gampang bagi Allah. Tidak Ada yang dapat
Menjamin Kita kecuali Allah oleh karena itu jangan
Merasa aman dengan punya tabungan, tanah, Dan warisan.
Dengan gampang Allah dapat mengambil itu semua tanpa
Terhalang. Aman itu justru kalau Kita bisa dekat
Dengan Allah. Mati-matian Kita jaga kesehatan, kalau
Allah inginkan lain gampang saja. Semua harta tidak
Bisa Kita nikmati, tetapi kalau Allah melindungi Kita
InsyaAllah.
Marilah hidup hemat, tetapi hemat bukan berarti pelit.
Proporsional atau adil adalah puncak dari ahlak.
Contohnya HP, kalau tidak terlalu perlu jual saja
Lagi. Janganlah dimiliki kalau hanya untuk gaya saja.
Penghematan akan mengundang barokah inilah yang
Disebut syukur nikmat. Tujuan bukan mencari uangnya
Tetapi mempertanggung jawabkan setiap rupiah yang
Allah titipkan.
Hal lain yang membuat barokah adalah jika Kita dapat
Mendayagunakan semua barang-barang Kita. Di gudang
Kita pasti banyak barang yang tidak Kita pakai tetapi
Sayang untuk dibuang. Coba lihat lemari pakaian Kita
Banyak baju-baju lama, begitu juga sepatu-sepatu lama
Kita. Keluarkanlah barang-barang yang tidak berharga
Tersebut.
Misalkan dirumah Kita Ada panci yang sudah rongsokan,
Jika Kita keluarkan ternyata merupakan panci idaman
Bagi orang lain. Di rumah Kita tidak terpakai tetapi
Jika dipakai orang lain dengan kelapangannya Dan
Mengeluarkan DOA bisa jadi itulah yang membuat Kita
Terjamin.
Kalau Kita ikhlas, demi Allah itu lebih menjamin
Rezeki Kita daripada tidak terpakai di rumah. Setiap
Barang-barang yang tidak bermanfaat tetapi bermanfaat
Bagi orang lain itulah pengundang rezeki Kita.
Bersihkan rumah Kita dari barang-barang yang tidak
Berguna. Lebih baik rusak digunakan orang lain
Daripada rusak dibiarkan di rumah, itu akan barokah
Rezekinya.
Ini kalau Kita ingin terjamin, namanya teori barokah.
Kita tidak akan terjamin dengan teori ekonomi manapun.
Sudah berapa banyak sarjana ekonomi yang dihasilkan
Oleh universitas di negeri ini tetapi Indonesia masih
Saja babak belur.
Rumusnya pertama adalah bersahaja, kedua adalah total
Hemat, ketiga adalah keluarkan yang tidak bermanfaat,
Yang keempat adalah setiap Kita mengeluarkan uang
Harus menolong orang lain atau manfaat.
Kalau mau belanja niatkan jangan hanya mencari barang
Tetapi juga menolong orang. Belilah barang di warung
Pengusaha kecil yang dapat menolong omzetnya.
Hati-hati dengan menawar, pilihannya kalau itu
Merupakan hal yang adil. Jangan bangga kalau Kita
Berhasil menawar. Nabi Muhammad SAW bahkan kalau beli
Barang dilebihkan uangnya dari harga barang yang
Sebenarnya. Tidak akan berkurang harta dengan menolong
Orang. Jangan memilih barang-barang yang bagus semua
Pilihlah yang jeleknya sebagian. Kita itu untung jika
Membuat sebanyak mungkin orang lain untung. Jangan
Jadi bangga ketika Kita sendiri untung orang lain
Tidak.
Jika Kita jadi pengusaha, Kita jadi kaya ketika
Karyawannya diperas tenaganya, gajinya hanya pas buat
Makan, sedang Kita berfoya-foya, demi Allah Kita akan
Rugi. Pengusaha Islam sejati tidak akan berfoya-foya,
IA akan menikmati karyawannya sejahtera. Sehingga
Tidak timbul iri, yang Ada adalah cinta. Cinta membuat
Kinerja lebih bagus, perusahaan lebih sehat. Kalau
Kapitalis, pengusahanya bermewah-mewah ketika
Bawahannya menderita. Jadi timbul dendam Dan iri
Setiap Ada kesempatan akan marah seperti yang terjadi
Di Bandung kemarin. Tetapi kalau Kita senang
Mensejahterakan mereka, anaknya Kita sekolahkan. Dia
Merasa puas Dan itulah namanya keuntungan.
Jadi mulai sekarang setiap membelanjakan uang harus
Menolong orang, membangun ekonomi umat. Jadi setiap
Keluar harus multi manfaat bukan hanya dapat barang.
Dengan membeli barang di warung kecil mungkin uangnya
Untuk menyekolahkan anaknya, membeli sejadah, membeli
Mukena, Subhanallah.
Saudara-saudaraku Sekalian,
Jadi krisis seperti ini akan berdampak positif kalau
Kita bisa mengemasnya dengan baik. Nantinya ketika
Strategi rumah Kita sudah bersahaja, kehidupan Kita
Jadi efisien, anak-anak terbiasa hidup hemat, Kita di
Rumah tidak mempunyai beban dengan banyaknya barang.
Barang yang Ada di rumah harus Ada nilai tambahnya,
Bukan biaya tambah. Setiap blender harus Ada nilai
Produktifnya misalnya untuk membuat jus kemudian
Dijual, pasti barokah. Bukannya membuat biaya tambah
Karena harus diurus, dirawat Dan membutuhkan
Pengamanan, barang yang seperti ini tidak boleh Ada di
Rumah Kita. Rezeki Kita pasti Ada tinggal Kita kreatif
Saja. Tidak perlu panik Allah Maha Kaya.
Sebagai amalan lainnya, dalam situasi sesulit apapun
Tetaplah menolong orang lain karena setiap Kita
Menolong orang lain Kita pasti ditolong oleh Allah.
Jika makin pahit, makin getir harus makin produktif
Bagi orang lain. Baik sukses maupun tidak tetap
Lakukan dimanapun Kita berada. Ketika Kita sedang
Berjalan kaki, kemudian Ada Mobil yang hendak parkir
Bisa Kita beri ABA-ABA. Ketika Kita menyetir Mobil Ada
Yang mau menyebrang, dahulukan saja, Kita tidak tahu
Apa yang akan menimpa Kita esok Hari. Ketika Kita
Sedang mengantri Ada orang yang memotong, berhentilah
Sebentar, dengan mengalah berhenti barang lima menit
Tetapi membuat banyak orang bahagia.
Jadi insyaAllah kalau hati Kita sudah berbenah baik,
Krisis ini akan lebih membuat hidup Kita lurus. Hidup
Ini tidak akan kemana-mana kecuali menunggu mati.
Latihlah supaya Kita sadar bahwa Kita pasti mati tidak
Membawa apa-apa. Kita hanya mampir sebentar di dunia
Ini.
Alhamdulilahirobil’alamin
FREE Animations for your email - by IncrediMail! Click Here!
Bismillahirrohmanirrohiim,
Saudara-saudaraku Sekalian,
Kita tidak perlu bercita-cita membangun kota Jakarta,
Lebih baik Kita bercita-cita tiap orang bisa membangun
Dirinya sendiri. Paling minimal punya daya tahan
Pribadi terlebih dahulu. Karenanya sebelum IA
Memperbaiki keluarga Dan lingkungannya minimal dia
Mengetahui kekurangan dirinya. Jangan sampai Kita
Tidak mengetahui kekurangan sendiri. Jangan sampai
Kita bersembunyi dibalik jas, dasi Dan merk. Jangan
Sampai Kita tidak mempunyai diri Kita sendiri. Jadi
Target awal dari pertemuan Kita adalah membuat Kita
Berani jujur kepada diri sendiri. Mengapa demikian?
Sebab seorang bapak tidak bisa memperbaiki
Keluarganya, kalau IA tidak bisa memperbaiki dirinya
Sendiri. Jangan mengharap memperbaiki keluarga kalau
Memperbaiki diri sendiri saja tidak bisa. Bagaimana
Berani memperbaiki diri, jika tidak mengetahui apa
Yang mesti diperbaiki.
Kita harus mengawali segalanya dengan egois dahulu,
Sebab Kita tidak bisa memperbaiki orang lain kalau
Diri sendiri saja tidak terperbaiki. Seorang ustad
Akan terkesan omong kosong, jika IA berbicara tentang
Orang lain agar memperbaiki diri sedang IA sendiri
Tidak benar. Dalam bahasa Al-Qur’an,”Sangat besar
Kemurkaan Allah terhadap orang berkata yang tidak
Diperbuatnya”.
Mudah-mudahan seorang ibu yang tersentuh mulai
Mengajak suaminya. Seorang anak mengajak orang tuanya,
Di kantor seorang bos yang berusaha memperbaiki diri
Diperhatikan oleh bawahannya Dan membuat mereka
Tersentuh. Seorang kakek dilihat oleh cucunya kemudian
Tersentuh.
Mudah-mudahan dengan kegigihan memperbaiki diri
Nantinya daya tahan rumah mulai membaik. Kalau sudah
Daya tahan rumah membaik insyaAllah, Kita bisa berbuat
Banyak untuk bangsa Kita ini. Mudah-mudahan nanti
Setiap rumah tangga visinya tentang hidup ini menjadi
Baik.
Tahap selanjutnya adalah mau dibawa kemana rumah
Tangga Kita ini, apakah mau bermewah-mewahan, mau
Pamer bangunan Dan kendaraan atau rumah tangga Kita
Ini adalah rumah tangga yang punya kepribadian yang
Nantinya akan menjadi nyaman. Jangan sampai rumah
Tangga Kita ini menjadi rumah tangga yang hubuddunya,
Karena semua penyakit akarnya dari cinta dunia ini.
Orang sekarang menyebutnya materialistis.
Bangsa ini roboh karena pecinta dunianya terlalu
Banyak. Acara TV membuat Kita menjadi yakin bahwa
Dunia ini alat ukurnya adalah materi. Pelan tapi pasti
Kita harus mulai mengatakan dunia ini tidak Ada
Apa-apanya. Di dunia ini Kita hanya mampir. Dengan
Konsep yang Kita kenal yaitu rumus ‘tukang parkir’.
Yang tadinya bangga dengan merk menjadi malu dengan
Topeng yang dikenakannya. Nanti pelan-pelan akan
Menjadi begitu.
Bukannya Kita harus hidup miskin. Nanti akan terjadi
Suasana di rumah tidak goyah, lebih sabar, melihat
Dunia menjadi tidak Ada apa-apanya Dan tidak sombong.
Lihat kembali rumus ‘tukang parkir’, IA punya Mobil
Tidak sombong, mobilnya ganti-ganti tidak takabur,
Diambil satu persatu sampai habis tidak sakit hati.
Mengapa ? Karena tukang parkir tidak merasa memiliki
Hanya tertitipi.
Ketika melihat orang kaya biasa saja karena sama saja
Cuma menumpang di dunia ini jadi tidak menjilat,
Kepada atasan tidak minder, suasana kantor yang iri
Dan dengki jadi minimal.
Saudara-saudaraku Sekalian,
Jadi visi Kita terhadap dunia ini akan berbeda. Kita
Tidak bergantung lagi kepada dunia, tidak tamak, tidak
Licik, tidak serakah. Hidup akan bersahaja Dan
Proporsional.
Sekarang Kita sedang krisis, masa ini dapat menjadi
Momentum karena dengan krisis harga-harga naik,
Kecemasan orang meningkat, ini kesempatan Kita buat
Berdakwah.
Mau naik berapa saja harganya tidak apa-apa yang
Penting terbeli. Jika tidak terjangkau jangan beli,
Yang penting adalah kebutuhan standar tercukupi. Orang
Yang sengsara bukan tidak cukup tetapi karena
Kebutuhannya melampaui Batas. Padahal Allah
Menciptakan Kita lengkap dengan rezekinya.
Mulai dari buyut Kita yang lahir ke dunia tidak punya
Apa-apa sampai akhir hayatnya masih makan Dan dapat
Tempat berteduh terus. Orang tua Kita lahir tidak
Membawa apa-apa sampai saat ini masih makan terus,
Berpakaian, Dan berteduh. Begitu pula Kita sampai Hari
Ini. Hanya saja disaat krisis begini Kita harus lebih
Kreatif. Mustahil Allah menciptakan manusia tanpa
Rezekinya Kita akan bingung menghadapi hidup. Semua
Orang sudah Ada rezekinya.
Dan barangsiapa yang hatinya akrab dengan Allah Dan
Yakin segala sesuatu milik Allah, tiada yang punya
Selain Allah, Kita milik Allah. Kita hanya mahluk Dan
Yang membagi, menahan Dan mengambil rezeki adalah
Allah. Orang yang yakin seperti itu akan dicukupi oleh
Allah.
Jadi kecukupan Kita bukan banyak uang, tetapi
Kecukupan Kita itu bergantung dengan keyakinan Kita
Terhadap Allah Dan berbanding lurus dengan tingkat
Tawakal. Allah berjanji ”Aku adalah sesuai dengan
Prasangka hamba-Ku”. Jadi jangan panik. Allah penguasa
Semesta alam.
Ini kesempatan buat Kita untuk mengevaluasi pola hidup
Kita. Yang membuat Kita terjamin adalah ketawakalan.
Jadi yang namanya musibah bukan kehilangan uang, bukan
Kena penyakit, musibah itu adalah hilangnya iman. Dan
Orang yang cacat adalah yang tidak punya iman, IA
Gagal dalam hidup karena tidak mengerti mau kemana.
Jadi Kita tidak punya alasan untuk panik. Krisis
Seperti ini Ada diman-mana, Kita harus kemas agar
Berguna bagi Kita. Kita tidak bisa mengharapkan yang
Terbaik terjadi pada diri Kita, tapi Kita bisa kemas
Agar menjadi yang terbaik bagi diri Kita. Kita tidak
Bisa mengharapkan orang menghormati Kita, tapi Kita
Bisa membuat penghinaan orang menjadi yang terbaik
Bagi diri Kita.
Hal pertama yang harus Kita jadikan rahasia kecukupan
Kita adalah ketawakalan Kita Dan kedua adalah
Prasangka baik kepada Allah, yang ketiga adalah
Lainsakartum laadziddanakum,”Barangsiapa yang pandai
Mensyukuri nikmat yang Ada, Allah akan membuka nikmat
Lainnya. Jadi jangan takut dengan belum Ada, karena
Yang belum Ada itu mesti Ada kalau pandai mensyukuri
Yang telah Ada.
Jadi dari pada Kita sibuk memikirkan harga barang yang
Naik lebih baik memikirkan bagaimana mensyukuri yang
Ada. Karena dengan mensyukuri nikmat yang Ada akan
Menarik nikmat yang lainnya. Jadi nikmat itu sudah
Tersedia. Jangan berpikir nikmat itu uang. Uang bisa
Jadi fitnah. Ada orang yang dititipi uang oleh Allah
Malah bisa sengsara, karena IA jadi mudah berbuat
Maksiat. Yang namanya nikmat itu adalah sesuatu yang
Dapat membuat Kita dekat dengan Allah. Jadi jangan
Takut soal besok/lusa, takutlah jika yang Ada tidak
Kita syukuri.
Satu contoh hal yang disebut kurang syukur dalam hidup
Itu adalah kalau hidup Kita itu Ishro yaitu
Berlebihan, boros, Dan bermewah-mewahan. Hati-hati
Yang suka hidup mewah, yang senang kepada merk itu
Adalah kufur nikmat. Mengapa? Karena setiap Allah
Memberi uang itu Ada hitungannya. Mereka yang terbiasa
Glamour, hidup mewah, yang senang kepada merk termasuk
Yang akan menderita karena hidupnya akan biaya tinggi.
Pasti merk itu akan berubah-ubah tidak akan terus sama
Dalam dua puluh tahun. Harus siap-siap menderita
Karena akan mengeluarkan uang banyak utnuk mengejar
Kemewahannya, untuk menjaganya Dan untuk perawatannya.
Dia juga akan disiksa oleh kotor hati yaitu riya'.
Makin Mahal tingkat pamernya makin tinggi. Dan pamer
Itu membutuhkan pikiran lebih, lelah Dan tegang karena
Rampok akan berminat. Inginnya diperlihatkan tapi
Takut dirampok jadinya pening. Makin tinggi keinginan
Pamer makin orang lain menjadi iri/dengki. Pokoknya
Kalau Kita terbiasa hidup mewah resikonya tinggi.
Ketentraman tidak terasa. Hal yang bagus itu adalah
Yang disebut syukur yaitu hidup bersahaja atau
Proporsional. Kalau Amirul Mukminin hidupnya sangat
Sederhana, kalau seperti Kita ini hidup bersahaja
Saja, biaya Dan perawatan akan murah.
Kalau Kita terbiasa hidup bersahaja peluang riyanya
Kecil. Tidak Ada yang perlu dipamerkan. Bersahaja
Tidak membuat orang iri. Dan anehnya orang yang
Bersahaja itu punya daya pikat tersendiri. Pejabat
Yang bersahaja akan menjadi pembicaraan yang baik.
Artis yang sholeh Dan bersahaja selalu bikin decak
Kagum. Ulama yang bersahaja itu juga membuat simpati.
Juga harus hati-hati Kita sudah capai-capai hidup
Glamor belum tentu dipuji bahkan saat sekarang ini
Akan dicurigai.Yang paling penting sekarang ini Kita
Nikmati budaya syukur dengan hidup proporsional.
Jangan capai dengan gengsi, hal itu akan membuat Kita
Binasa. Miliki kekayaan pada pribadi Kita bukan pada
Topeng Kita. Percayalah rekan-rekan sekalian Kita akan
Menikmati hidup ini jika Kita hidup proporsional.
Nabi Muhammad SAW tidak memiliki singgasana, istana
Bahkan tanda jasa sekalipun hanya memakai surban.
Tetapi tidak berkurang kemuliaanya sedikitpun sampai
Sekarang. Ada orang kaya dapat mempergunakan
Kekayaannya. Dia bisa beruntung jika IA rendah hati
Dan dermawan. Tapi IA bisa menjadi hina gara-gara
Pelit Dan sombong. Ada orang sederhana ingin kelihatan
Kaya inilah yang akan menderita. Segala sesuatu
Dikenakan, segalanya dicicil, dikredit. Ada juga orang
Sederhana tapi dia menjadi mulai karena tidak
Meminta-minta, jadi terjaga harga dirinya. Dan Ada
Orang yang mampu Dan IA menahan dirinya ini akan
Menjadi mulia.
Mulai sekarang tidak perlu tergiur untuk membeli yang
Mahal-Mahal, yang bermerk. Supermarket, mal Dan
Sebagainya itu sebenarnya tidak menjual barang-barang
Primer. Allah Maha Menyaksikan.
Apa yang dianjurkan Islam adalah jangan sampai
Mubadzir. Rasul SAW itu kalau makan sampai nasi yang
Terakhir juga dimakan, karena siapa tahu disitulah
Barokahnya. Kalau Kita ke undangan pesta jangan
Mengambil makanan berlebihan. Ini sangat tidak islami.
Memang Kita enak saja rasanya tapi demi Allah itu
Pasti dituntut oleh Allah. Dan itu mempengaruhi
Struktur rezeki Kita, karena Kita sudah kufur nikmat.
Kita harus bisa mempertanggungjawabkan setiap
Perbuatan Kita karena tidak Ada yang kecil dimata
Allah. Tidak Ada pemborosan karena semua dihitung oleh
Allah.
Contohnya mandi, kalau bisa bersih dengan lima sampai
Tujuh gayung tapi mengapa harus dua puluh gayung. Kita
Mampu beli air tetapi bukan untuk boros. Ini penting
Kalau ingin barokah rezekinya, hematlah kuncinya.
Kalau merokok biaya yang Kita keluarkan adalah besar
Hanya untuk membuang ASAP dari mulut Kita. Jangan cari
Alasan. Seharusnya sudah saatnya berhenti merokok.
Cobalah ingat ini uang milik Allah.
Kemudian sabun mandi, jangan memakai sesuka Kita,
Takarlah atau kalau perlu pakai sabun batangan. Kenapa
Kalau Kita bisa hemat tidak Kita lakukan. Uang
Penghematan Kita bisa gunakan untuk sedekah atau
Menolong orang yang lebih membutuhkan. Sedekah itu
Tidak akan mengurangi harta Kita kecuali bertambah Dan
Bertambah.
Ini pelajaran supaya hidup Kita dijamin oleh Allah.
Kita tidak bisa terjamin oleh harta/tabungan, kalau
Allah ingin membuat penyakit seharga dua kali tabungan
Kita sangat gampang bagi Allah. Tidak Ada yang dapat
Menjamin Kita kecuali Allah oleh karena itu jangan
Merasa aman dengan punya tabungan, tanah, Dan warisan.
Dengan gampang Allah dapat mengambil itu semua tanpa
Terhalang. Aman itu justru kalau Kita bisa dekat
Dengan Allah. Mati-matian Kita jaga kesehatan, kalau
Allah inginkan lain gampang saja. Semua harta tidak
Bisa Kita nikmati, tetapi kalau Allah melindungi Kita
InsyaAllah.
Marilah hidup hemat, tetapi hemat bukan berarti pelit.
Proporsional atau adil adalah puncak dari ahlak.
Contohnya HP, kalau tidak terlalu perlu jual saja
Lagi. Janganlah dimiliki kalau hanya untuk gaya saja.
Penghematan akan mengundang barokah inilah yang
Disebut syukur nikmat. Tujuan bukan mencari uangnya
Tetapi mempertanggung jawabkan setiap rupiah yang
Allah titipkan.
Hal lain yang membuat barokah adalah jika Kita dapat
Mendayagunakan semua barang-barang Kita. Di gudang
Kita pasti banyak barang yang tidak Kita pakai tetapi
Sayang untuk dibuang. Coba lihat lemari pakaian Kita
Banyak baju-baju lama, begitu juga sepatu-sepatu lama
Kita. Keluarkanlah barang-barang yang tidak berharga
Tersebut.
Misalkan dirumah Kita Ada panci yang sudah rongsokan,
Jika Kita keluarkan ternyata merupakan panci idaman
Bagi orang lain. Di rumah Kita tidak terpakai tetapi
Jika dipakai orang lain dengan kelapangannya Dan
Mengeluarkan DOA bisa jadi itulah yang membuat Kita
Terjamin.
Kalau Kita ikhlas, demi Allah itu lebih menjamin
Rezeki Kita daripada tidak terpakai di rumah. Setiap
Barang-barang yang tidak bermanfaat tetapi bermanfaat
Bagi orang lain itulah pengundang rezeki Kita.
Bersihkan rumah Kita dari barang-barang yang tidak
Berguna. Lebih baik rusak digunakan orang lain
Daripada rusak dibiarkan di rumah, itu akan barokah
Rezekinya.
Ini kalau Kita ingin terjamin, namanya teori barokah.
Kita tidak akan terjamin dengan teori ekonomi manapun.
Sudah berapa banyak sarjana ekonomi yang dihasilkan
Oleh universitas di negeri ini tetapi Indonesia masih
Saja babak belur.
Rumusnya pertama adalah bersahaja, kedua adalah total
Hemat, ketiga adalah keluarkan yang tidak bermanfaat,
Yang keempat adalah setiap Kita mengeluarkan uang
Harus menolong orang lain atau manfaat.
Kalau mau belanja niatkan jangan hanya mencari barang
Tetapi juga menolong orang. Belilah barang di warung
Pengusaha kecil yang dapat menolong omzetnya.
Hati-hati dengan menawar, pilihannya kalau itu
Merupakan hal yang adil. Jangan bangga kalau Kita
Berhasil menawar. Nabi Muhammad SAW bahkan kalau beli
Barang dilebihkan uangnya dari harga barang yang
Sebenarnya. Tidak akan berkurang harta dengan menolong
Orang. Jangan memilih barang-barang yang bagus semua
Pilihlah yang jeleknya sebagian. Kita itu untung jika
Membuat sebanyak mungkin orang lain untung. Jangan
Jadi bangga ketika Kita sendiri untung orang lain
Tidak.
Jika Kita jadi pengusaha, Kita jadi kaya ketika
Karyawannya diperas tenaganya, gajinya hanya pas buat
Makan, sedang Kita berfoya-foya, demi Allah Kita akan
Rugi. Pengusaha Islam sejati tidak akan berfoya-foya,
IA akan menikmati karyawannya sejahtera. Sehingga
Tidak timbul iri, yang Ada adalah cinta. Cinta membuat
Kinerja lebih bagus, perusahaan lebih sehat. Kalau
Kapitalis, pengusahanya bermewah-mewah ketika
Bawahannya menderita. Jadi timbul dendam Dan iri
Setiap Ada kesempatan akan marah seperti yang terjadi
Di Bandung kemarin. Tetapi kalau Kita senang
Mensejahterakan mereka, anaknya Kita sekolahkan. Dia
Merasa puas Dan itulah namanya keuntungan.
Jadi mulai sekarang setiap membelanjakan uang harus
Menolong orang, membangun ekonomi umat. Jadi setiap
Keluar harus multi manfaat bukan hanya dapat barang.
Dengan membeli barang di warung kecil mungkin uangnya
Untuk menyekolahkan anaknya, membeli sejadah, membeli
Mukena, Subhanallah.
Saudara-saudaraku Sekalian,
Jadi krisis seperti ini akan berdampak positif kalau
Kita bisa mengemasnya dengan baik. Nantinya ketika
Strategi rumah Kita sudah bersahaja, kehidupan Kita
Jadi efisien, anak-anak terbiasa hidup hemat, Kita di
Rumah tidak mempunyai beban dengan banyaknya barang.
Barang yang Ada di rumah harus Ada nilai tambahnya,
Bukan biaya tambah. Setiap blender harus Ada nilai
Produktifnya misalnya untuk membuat jus kemudian
Dijual, pasti barokah. Bukannya membuat biaya tambah
Karena harus diurus, dirawat Dan membutuhkan
Pengamanan, barang yang seperti ini tidak boleh Ada di
Rumah Kita. Rezeki Kita pasti Ada tinggal Kita kreatif
Saja. Tidak perlu panik Allah Maha Kaya.
Sebagai amalan lainnya, dalam situasi sesulit apapun
Tetaplah menolong orang lain karena setiap Kita
Menolong orang lain Kita pasti ditolong oleh Allah.
Jika makin pahit, makin getir harus makin produktif
Bagi orang lain. Baik sukses maupun tidak tetap
Lakukan dimanapun Kita berada. Ketika Kita sedang
Berjalan kaki, kemudian Ada Mobil yang hendak parkir
Bisa Kita beri ABA-ABA. Ketika Kita menyetir Mobil Ada
Yang mau menyebrang, dahulukan saja, Kita tidak tahu
Apa yang akan menimpa Kita esok Hari. Ketika Kita
Sedang mengantri Ada orang yang memotong, berhentilah
Sebentar, dengan mengalah berhenti barang lima menit
Tetapi membuat banyak orang bahagia.
Jadi insyaAllah kalau hati Kita sudah berbenah baik,
Krisis ini akan lebih membuat hidup Kita lurus. Hidup
Ini tidak akan kemana-mana kecuali menunggu mati.
Latihlah supaya Kita sadar bahwa Kita pasti mati tidak
Membawa apa-apa. Kita hanya mampir sebentar di dunia
Ini.
Alhamdulilahirobil’alamin
FREE Animations for your email - by IncrediMail! Click Here!
Langganan:
Postingan (Atom)