Dalam dunia ilmu fiqih kita mengenal adanya Madzhab-Madzhab ulama salaf
yang terkenal dengan keilmuannya. Tentu saja Madzhab para ulama salaf kita
banyak sekali jumlahnya. Hanya saja Madzhab yang sampai sekarang masih terus
dipelajari dan diikuti ajarannya ada 4 yaitu Madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i
dan Hanbali.
Dari 4 Madzhab tersebut ada salah satu madzhab yang sangat unik sekali
untuk dibahas. Dimana madzhab ini terkenal dengan pendirinya yang memiliki dua
Qaul (pendapat) yang mungkin secara sekilas terlihat berbeda. Madzhab ini
adalah Madzhab Syafi’i yang masyhur dengan adanya istilah Qaul Qadim dan Qaul
Jadid.
Qaul Qadim secara bahasa artinya adalah pendapat lama. Adapun Qaul Jadid
secara bahasa adalah pendapat baru. Sedangkan menurut istilah, para ulama
syafiiyah memberikan definisi yang berbeda-beda mengenai istilah Qaul Qadim dan
Qaul Jadid. namun maknanya sebenarnya sama.
Imam Ibnu Hajar al-Haitami (w. 974 H) mengatakan bahwa Qaul Qadim adalah
fatwa atau pendapat Imam Syafi’i (w. 204 H) yang beliau ucapkan sebelum pindah
ke Mesir. Sedangkan Qaul Jadid adalah fatwa atau pendapat Imam Syafi’i (w. 204
H) yang beliau ucapkan setelah pindah ke Mesir.[1]
Imam asy-Syirbini (w. 977 H) mengatakan bahwa Qaul Qadim adalah fatwa atau
pendapat Imam Syafi’i (w. 204 H) yang beliau ucapkan ketika masih berada di
Iraq dalam kitabnya al-Hujjah. Sedangkan Qaul Jadid adalah fatwa atau pendapat
Imam Syafi’i (w. 204 H) yang beliau ucapkan ketika beliau berada di Mesir.[2]
Imam Romli (w. 1004 H) mengatakan bahwa Qaul Qadim adalah fatwa atau
pendapat Imam Syafi’i (w. 204 H) yang beliau ucapkan ketika masih berada di
Iraq yang mana Qaul Qadim ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal (w. 241
H), Imam az-Za’farani (w. 260 H), Imam al-Karabisi (w. 248 H) dan Imam Abu
Tsaur (w. 240 H). Sedangkan Qaul Jadid adalah fatwa atau pendapat Imam Syafi’i
(w. 204 H) yang beliau ucapkan ketika beliau berada di Mesir yang mana Qaul
Jadid ini diriwayatkan oleh Imam al-Buwaiti (w. 231 H), Imam al-Muzani (w. 264
H), Imam Rabi’ al-Muradi (w. 270 H), Imam Rabi al-Jaizi (w. 256 H) dan Imam
Harmalah (w. 243 H).[3]
Dari beberapa defini para ulama diatas bisa kita simpulkan bahwa intinya
Qaul Qadim adalah pendapat Imam Syafi’i (w. 204 H) ketika beliau berada di
Iraq. Sedangkan Qaul Jadid adalah pendapat Imam Syafi’i (w. 204 H) ketika
beliau berada di Mesir.
Contoh Qaul Qadim dan Qaul Jadid
Berikut ini adalah beberapa contoh Qaul Qadim dan Qaul Jadidnya Imam
Syafi’i (w. 204 H). Penulis kumpulkan semua qaul ini dari kitab al-Majmu’ Syarh
al-Muhadzdzab karya Imam Nawawi (w. 676 H). Penulis membaginya menjadi 6 bagian
yang berbeda.
1. Qaul Jadid yang merevisi Qaul Qadim dan yang dipakai sebagai pendapat
madzhab adalah Qaul Jadidnya.
No
|
Topik
|
Qaul Qadim
|
Qaul Jadid
|
1.
|
Masalah air yang
kurang dari dua qullah dan terkena najis.
|
Airnya tetap suci
kecuali jika berubah warna, bau dan rasanya.
|
Airnya menjadi najis
baik berubah maupun tidak berubah.
|
2.
|
Masalah muwalat
dalam wudhu (berkesinambungan).
|
Wajib muwalat, jika
tidak maka wudhunya batal.
|
Muwalat hukumnya
sunnah.
|
3.
|
Masalah kesucian
kulit bangkai yang disamak.
|
Suci bagian luarnya
saja adapun bagian dalamnya tetap najis.
|
Suci bagian luar dan
dalamnya.
|
4.
|
Masalah hukum
menjual kulit yang disamak.
|
Tidak boleh dijual
karena kenajisannya masih ada dibagian dalamnya.
|
Boleh dijual karena
kenajisannya sudah hilang dengan disamak.
|
5.
|
Masalah kesucian
rambut manusia yang sudah meninggal.
|
Rambut mayit
hukumnya najis.
|
Rambut mayit
hukumnya suci.
|
6.
|
Masalah menggunakan
wadah yang terbuat dari emas dan perak.
|
Hukumnya makruh
tanzih.
|
Hukumnya makruh
tahrim.
|
7.
|
Masalah lupa tertib
(berurutan) dalam wudhu.
|
Wudhunya tetap sah.
|
Wudhunya batal.
|
8.
|
masalah batalkah
wudhu seseorang jika tertidur dalam keadaan berdiri, ruku’ dan sujud
|
Wudhunya tidak
batal.
|
Wudhunya batal.
|
9.
|
Menyentuh dubur
apakah membatalkan wudhu.
|
Wudhunya tidak
batal.
|
Wudhunya batal.
|
10.
|
Masalah hukum
membaca al-Quran bagi wanita haid.
|
Boleh membaca
al-Quran bagi wanita haid.
|
Tidak boleh membaca
al-Quran bagi wanita haid.
|
2. Qaul Jadid yang merevisi Qaul Qadim dan yang dipakai sebagai pendapat
madzhab adalah Qaul Qadimnya.
No
|
Topik
|
Qaul Qadim
|
Qaul Jadid
|
1.
|
Masalah air dua
qullah yang terkena najis kering.
|
Boleh digunakan
selama tidak berubah warna, bau dan rasanya.
|
Tidak boleh
digunakan baik berubah maupun tidak berubah.
|
2.
|
Masalah memakan
kulit bangkai yang sudah disamak.
|
Haram hukumnya
memakan kulit bangkai walaupun sudah disamak.
|
Boleh memakan kulit
bangkai yang sudah disamak.
|
3.
|
Masalah hukum
membaca ta’min bagi imam.
|
Dikeraskan suara
ta’min.
|
Tidak dikeraskan
suara ta’min.
|
4.
|
Masalah hukum
membaca surah-surah al-quran di rakaat ke 3 dan 4.
|
Tidak disunnahkan
membaca surah al-Quran di rakaat ke 3 dan 4.
|
Disunnahkan membaca
surah al-Quran di rakaat ke 3 dan 4.
|
5.
|
|
|
|
3. Qaul Jadid yang sama persis dengan Qaul Qadim (tidak ada revisi
pendapat).
No
|
Topik
|
Qaul Qadim
|
Qaul Jadid
|
1.
|
Masalah air yang
telah digunakan untuk bersuci atau air musta’mal.
|
Tidak mensucikan.
|
Tidak mensucikan
|
2.
|
Masalah lupa membaca
basmalah ketika wudhu.
|
Tetap disunnahkan
membaca basmalah ketika ingat sekalipun ditengah-tengah wudhu.
|
Tetap disunnahkan
membaca basmalah ketika ingat sekalipun ditengah-tengah wudhu.
|
3.
|
Masalah bersentuhan
kulit lawan jenis batal wudhunya orang yang menyentuh, apakah yang disentuh
juga batal?
|
Wudhunya batal.
|
Wudhunya batal.
|
4.
|
Masalah menyentuh
mahram.
|
Wudhunya tidak
batal.
|
Wudhunya tidak
batal.
|
5.
|
Masalah batas akhir
waktu shalat ashar.
|
Sampai terbenamnya
matahari.
|
Sampai terbenamnya
matahari.
|
6.
|
Masalah Tatswib
dalam shalat shubuh.
|
Tatswib hukumnya
sunnah.
|
Tatswib hukumnya
sunnah.
|
7.
|
Masalah kapan sujud
sahwi afdhal dilakukan.
|
Boleh dilakukan
sebelum salam dan sesudah salam. Namun yang afdhal sebelum salam.
|
Boleh dilakukan
sebelum salam dan sesudah salam. Namun yang afdhal sebelum salam.
|
8.
|
Masalah orang yang
sudah shalat secara berjmaah kemudian ikut shalat jamaah lagi.
|
Disunnahkan ikut
shalat lagi secara berjamaah.
|
Disunnahkan ikut
shalat lagi secara berjamaah.
|
9.
|
Masalah hukum
menghias mushaf dengan perak.
|
Hukumnya boleh.
|
Hukumnya boleh.
|
10.
|
Masalah hukum shalat
jumat bertepatan dengan hari raya.
|
Shalat jumat tetap
wajib bagi ahlul balad. Tidak wajib bagi ahlul quro.
|
Shalat jumat tetap
wajib bagi ahlul balad. Tidak wajib bagi ahlul quro.
|
4. Qaul Qadim dan Qaul Jadid yang tidak diketahui mana yang rajih dari
keduanya.
No
|
Topik
|
Qaul Qadim
|
Qaul Jadid
|
1.
|
Masalah hukum
tayammum dengan pasir.
|
Boleh tayammum
dengan pasir.
|
Tidak boleh tayammum
dengan pasir.
|
2.
|
Masalah tayammum
dengan tanah yang bercampur dengan najis yang sudah melebur kering.
|
Suci dan boleh untuk
tayammum.
|
Najis dan tidak
boleh untuk tayammum.
|
3.
|
Masalah meniup
tanah/debu sebelum bertayammum.
|
Sunnah dan
dianjurkan
|
Tidak dianjurkan.
|
4.
|
Masalah shalat
jamaah bagi orang yang tidak berbusana sama sekali.
|
Sebaiknya shalat
sendiri sendiri. Tidak perlu berjamaah.
|
Boleh secara
berjamaah dan boleh secara sendiri-sendiri.
|
5.
|
Masalah kesalahan
dalam menentukan arah kiblat.
|
Tidak perlu
mengulangi. Sebab dia telah berijtihad dalam menentukan kiblatnya.
|
Harus mengulangi
shalatnya.
|
6.
|
Masalah sutrah
shalat dengan mengunakan garis.
|
Sutrah dengan garis
hukumnya sunnah.
|
Tidak perlu sutrah
dengan garis.
|
7.
|
Masalah hukum
mengqadha’ shalat sunnah.
|
Tidak perlu
diqadha’.
|
Dianjurkan untuk
mengqadha’.
|
5. Qaul Qadim yang tidak ada Qaul Jadidnya.
No
|
Topik
|
Qaul Qadim
|
Qaul Jadid
|
1.
|
Masalah hukum mandi
untuk thawaf wada’.
|
Hukumnya sunnah.
|
Tidak ada nash
jadid.
|
2.
|
Masalah hukum mandi
bagi orang berbekam.
|
Hukumnya sunnah.
|
Tidak ada nash
jadid.
|
3.
|
Masalah muadzin
lebih dari dua orang.
|
Muadzin boleh lebih
dari dua orang.
|
Tidak ada nash
jadid.
|
4.
|
Masalah hukum
menjawab salam dalam shalat.
|
Disunnahkan menjawab
salam dengan isyarat tangan.
|
Tidak ada nash
jadid.
|
5.
|
|
|
|
6. Qaul Qadim dan Qaul Jadid terjadi khilafiyah antara mana yang paling
rajih dari keduanya.
No
|
Topik
|
Qaul Qadim
|
Qaul Jadid
|
1.
|
Masalah batalkah
wudhu sebab makan daging unta.
|
Wudhunya batal.
Menurut Imam Nawawi ini pendapat yang paling rajih.
|
Wudhunya tidak
batal. Menurut Ashab ini pendapat yang paling rajih.
|
2.
|
Masalah tayammum
mengusap tangan sampai siku atau pergelangan tangan saja.
|
Sunnahnya sampai
pergelangan tangan saja. Menurut Imam Nawawi ini pendapat yang paling rajih.
|
Sunnahnya sampai
siku. Menurut Ashab ini pendapat yang paling rajih.
|
3.
|
Masalah berniat
tayammum dengan debu yang berterbangan ke wajah dan tangan.
|
Tayammumnya sah.
Menurut Imam Ghazali dan al-Isfiroyini ini pendapat yang paling rajih.
|
Tidak sah
tayammumnya. Menurut Imam Nawawi ini pendapat yang paling rajih.
|
4.
|
Masalah tayamum
namun masih ada air sedikit.
|
Cukup tayammum saja.
Menurut Imam al-Muzani dan Ibnul Mundzir ini pendapat yang paling rajih.
|
Harus menggunakan
air tersebut kemudian tayammum. Menurut Imam Nawawi dan Ashab ini pendapat
yang paling rajih.
|
5.
|
Masalah cara
mensucikan benda yang terkena najis babi.
|
Dibasuh satu kali
saja. Menurut Imam Nawawi ini pendapat yang paling rajih.
|
Dibasuh 7 kali
seperti najis anjing. Menurut Ashab ini pendapat yang paling rajih.
|
6.
|
Masalah batas akhir
waktu shalat maghrib.
|
Waktu maghrib ada
dua, yaitu ketika matahari terbenam dan sampai hilangnya megah merah. Menurut
Imam Nawawi ini pendapat yang paling rajih.
|
Waktu maghrib hanya
satu yaitu ketika terbenam matahari. Menurut Ashab ini pendapat yang paling
rajih.
|
7.
|
Masalah batas akhir
waktu shalat isya’.
|
Batas akhirnya
sampai pertengahan malam. Menurut Abu Ishaq al-Marwazi dan ar-Ruyani ini
pendapat yang paling rajih.
|
Batas akhirnya
sampai sepertiga malam yang akhir. Menurut Imam Rofi’i, Nawawi, al-Ghazali
dan al-Mawardi ini pendapat yang paling rajih.
|
8.
|
Masalah hukum bayar
hutang puasa bagi orang yang sudah meninggal dunia.
|
Walinya berpuasa
bagi mayit tersebut. Menurut Imam Nawawi ini pendapat yang paling rajih.
|
Walinya membayarkan
fidyah. Menurut Ashab ini pendapat yang paling rajih.
|
Apakah Imam Syafi’i Punya Dua Madzhab Yang Berbeda?
Setiap ada dua pendapat Imam Syafii (w. 204 H) dalam satu masalah maka
pendapat Qoul Jadid (pendapat baru) adalah pendapat yang dipakai. Sebab Qoul
Qodim (pendapat lama) sudah direvisi, maksudnya Qoul Qodim (pendapat lama) yang
memang ada Qoul Jadid (pendapat baru) yang merevisinya. Adapun Qoul Qodim
(pendapat lama) Imam Syafii (w. 204 H) yang tidak direvisi atau tidak ditemukan
Qoul Jadidnya (pendapat baru) maka Qoul Qodim (pendapat lama) yang seperti ini
tetap dipakai dan diamalkan.
Para ulama Syafiiyah sering menyebut Qoul Qodim (pendapat lama) Imam Syafii
(w. 204 H) telah direvisi dan tidak diamalkan lagi sebab memang kebanyakan
seperti itu kecuali beberapa masalah saja. Bahkan ada sebagian ulama Syafiiyah
yang berpendapat bahwa ditemukan sekitar 20 masalah dimana Qoul Qodim (pendapat
lama) masih bisa diamalkan dan lebih kuat dari pada Qoul Jadidnya (pendapat
baru).
Sebagian orang salah paham mengenai Qoul Qodim (pendapat lama) dan Qoul
Jadid (pendapat baru) Imam Syafii (w. 204 H). Mereka menganggap kedua Qoul
tersebut adalah dua madzhab yang berbeda. Padahal setelah diteliti sebenarnya
madzhab Imam Syafii (w. 204 H) itu hanya satu. Dan saya sepakat dengan pendapat
Syaikh Ahmad Nahrowi (w. 1420 H) dimana beliau berkata “Sesungguhnya madzhab
Imam Syafii (w. 204 H) adalah satu, adapun penyebutan Qoul Qodim (pendapat
lama) dan Qoul Jadid (pendapat baru) adalah sebatas kalimat majaz saja”.[4]Penyebutan Qoul Qodim (pendapat lama) dan
Qoul Jadid (pendapat baru) hanya karena perbedaan tempat ketika berfatwa.
Ciri Khas Pendapat Madzhab Syafi’i
Ketika kita belajar fiqih perbandingan madzhab khususnya madzhab 4 yang
masyhur, maka kita dapati khilafiyah atau perbedaan pendapat diantara
madzhab-madzhab tersebut. Setiap madzhab memiliki pendapat khas yang terkadang
sangat berbeda dibanding dengan madzhab yang lain.
Sebagai contoh dalam madzhab syafi’i ada beberapa pendapat yang sebagiannya
terkadang berbeda dengan pendapat jumhur ulama. Misalnya dalam bab thaharah
madzhab syafii memiliki pendapat khas yang agak berbeda dengan madzhab lainnya,
diantaranya:
1. Air mani tidak najis.
2. Sucinya kulit bangkai dengan disamak kecuali bangkai anjing dan babi.
3. Babi termasuk najis mughalladzah yang harus dibasuh 7 kali dan salah
satu basuhan dicampur dengan tanah.
4. Mengusap sebagian kepala dalam wudhu.
5. Tayammum hingga siku tangan.
6. Batalnya wudhu karena sentuhan kulit antar lawan jenis.
Dalam bab shalat madzhab syafii juga memiliki pendapat yang agak berbeda
dengan madzhab lainnya, diantaranya:
1. Melafadzkan niat shalat hukumnya sunnah.
2. Wajib bagi imam dan makmum membaca surat al-Fatihah.
3. Mengeraskan bacaan basmalah ketika membaca al-Fatihah.
4. Adanya kesunnahan shalat qabliyah jum’at.
5. Adanya istilah sunnah hai’at dan sunnah ab’adh.
6. Disunnahkan meletakkan kedua tangan diatas pusar.
7. Disunnahkan doa qunut dalam shalat shubuh.
8. Disunnahkan isyarat telunjuk pada lafadz “illallah”.
Sifat Shalat Nabi Ala Madzhab Syafi’i
Kita tahu bahwa dari masa ke masa seluruh umat islam menggunakan tata cara
ibadah shalat dari 4 madzhab yang ada yaitu madzhab Hanafi, Maliki, Syafiiy dan
Hanbali. Tentu saja masing-masing madzhab ini menuliskan Shifat Shalat Nabi
dalam kitab-kitab fiqih mereka dengan versi yang berbeda beda sesuai dengan
dalil yang diyakini kebenarannya oleh masing-masing madzhab.
Penulis hanya ingin menyampaikan bahwa sebenarnya Shifat Shalat Nabi memang
banyak versinya. Bukan berarti Shifat Shalat Nabi ‘Ala Madzhab Syafi’i ini
adalah satu-satunya Shifat Shalat Nabi yang paling shahih. Sebab bisa jadi
Shifat Shalat Nabi Versi Madzhab lain juga sesuai dengan dalil-dalil yang
shahih.
Bahkan ada juga sebagian golongan yang menganggap bahwa Shifat Shalat Nabi
karya Syaikh al-Albani (w. 1420 H) adalah Shifat Shalat Nabi yang paling
ter-shahih di dunia. Tentu saja anggapan ini kurang tepat. Sebab banyak ulama
yang menyusun tentang Shifat Shalat Nabi selain Syaikh al-Albani seperti Syaikh
al-Utsaimin (w. 1421 H) dan ulama lainnya. Dalam kenyataannya masing-masing
ulama berbeda dalam menentukan mana Shifat Shalat Nabi yang paling benar sesuai
dengan dalil-dalil yang shahih.
Shifat Shalat Nabi Ala Madzhab Syafi’i yang akan penulis susun ini merujuk
kepada berbagai macam kitab-kitab madzhab syafiiy yang mu’tamad. Khususnya
penulis merujuk kepada kitab ”al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab karya imam Nawawi
(w. 676 H) Rahimahullah.
InsyaAllah akan penulis sertakan juga berbagai macam dalil dari al-quran
dan hadits-hadits yang shahih dalam setiap pembahasan sifat shalat menurut
madzab syafiiy. InsyaAllah pembahasan tentang shifat shalat nabi ala madzhab
syafi’i ini bersambung pada tulisan selanjutnya. Wallahu a’lam.
Muhammad Ajib, Lc. MA.
[1] Ibnu Hajar
al-Haitami, Tuhfatul Muhtaj Fii Syarhil Minhaj, (Mesir: Maktabah Tijariyah)
jilid 1 halaman 53.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar