Minggu, 27 Agustus 2017

Sampaikan walau 1 ayat

Assalamu'alaikum warohmatullahi wabarokaatuh.

Kadang suka agak sedih dengan orang2 awam yang suka menggunakan hadits Rosul diatas tentang "....sampaikanlah walau 1 ayat..", sebagai dalil untuk menyampaikan informasi yang dia baca/dengar kemudian dia share/sampaikan ke orang banyak tanpa di klarifikasi hukum atau dalilnya sudah final atau belum.

Sebagai contoh sederhana kita ambil dari Quran.
1. Surah An Nur ayat 2. Pezina Perempuan dan Pezina laki2, deralah masing2 dari keduanya 100 kali ......dst sampai akhir ayat.

Ayat Quran diatas telah di berikan penjelasan dalam hadits, berlaku utk laki2 ataupun perempuan yg masih lajang yg blm pernah menikah. Sementara bila sudah pernah menikah, maka hukumannya rajam sampai mati.

Berikut kutipan haditsnya.

Dari Abdullah bin ‘Abbas, dia berkata, Umar bin Al Khaththab berkata, -sedangkan beliau duduk di atas mimbar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam-, “Sesungguhnya Allah telah mengutus Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan membawa al haq, dan menurunkan Al Kitab (Al Qur’an) kepadanya. Kemudian diantara yang diturunkan kepada beliau adalah ayat rajam. Kita telah membacanya, menghafalnya, dan memahaminya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melaksanakan (hukum) rajam, kitapun telah melaksanakan (hukum) rajam setelah beliau (wafat). Aku khawatir jika zaman telah berlalu lama terhadap manusia, akan ada seseorang yang berkata, ‘Kita tidak dapati (hukum) rajam di dalam kitab Allah’, sehingga mereka akan sesat dengan sebab meninggalkan satu kewajiban yang telah diturunkan oleh Allah. Sesungguhnya (hukum) rajam benar-benar ada di dalam kitab Allah terhadap orang yang berzina, padahal dia telah menikah, dari kalangan laki-laki dan wanita, jika bukti telah tegak (nyata dengan empat saksi, red.), atau terbukti hamil, atau pengakuan.” (HR Bukhori & Muslim)

2. An Nahl ; 67, Dan dari buah kurma dan anggur, kamu membuat minuman yg memabukkan dan rezeki yang baik. Sungguh pada yg demikian itu benar2 terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi org yg mengerti.

Ayat diatas padahal telah dinaskh dgn ayat yg lainnya yg akhirnya mengharamkan khamar yang isinya sebagai berikut.

Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaithan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaithan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian diantara kamu lantaran (meminum) khamr dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat, maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu). [QS. Al-Maidah : 90-91]

Bila pemahaman sampaikan walau 1 ayat, maka org yg awam akan mengatakan 
minuman keras adalah halal dengan menggunakan dalil ayat tsb.

3. Surah An Nisa ; 89, ......apabila mereka berpaling, maka tawanlah mereka dan bunuhlah mereka dimanapun mereka kamu temukan. 

Apabila ayat ini disampaikan bulat2 begitu saja, maka pertumpahan darah akan banyak kita temui, dan menjadi tidak aman untuk semua orang.

Sementara ada ayat quran lainnya yang menjelaskan bahwa kita hanya memerangi orang-orang kafir yang memang memerangi kita. Berikut ayatnya

"...dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas." (Al-Baqarah 2:190).
Masih banyak penjelasan lainnya, bahwa kebolehan kita membunuh orang kafir, hanya berlaku pada saat berperang. Dalam keadaan damai, kita tidak diperkenankan membunuh orang kafir tanpa sebab yang dibenarkan dalam syariat.

4. Hadits 

Rasulullah SAW bersabda, jika salah seorang dari kalian masuk ke dalam wc utk buang hajat, maka janganlah menghadap kearah kiblat dan jangan membelakanginya. Hendaklah ia menghadap ke arah tmur atau baratnya. (HR Bukhari)

Sementara ada hadits lain yg bertolak belakang yg isinya, Aku pernah naik kerumah Hafsah karena suatu urusanku. Maka aku melihat Rasulullah SAW buang hajat membelakangi kiblat dan menghadap Syam (HR Bukhari)
Kita lihat hadits diatas saling kontradiksi. Mana yg benar?

Tentu saja untuk menganalisa masalah ini, kita harus merujuk pada ulama. Tidak hanya satu, mungkin lebih dari 1 ulama. Karena kadang kala hal ini boleh jadi masuk dalam ranah khilafiyah.

Berikut 1 contoh lagi masalah hadits yg saling kontradiksi (kelihatannya).

5. .....bahwa beliau (Rasulullah SAW) melarang seseorang minum sambil berdiri. Qotadah berkata, maka kami tanyakan, bagaimana dgn makan? Anas menjawab, apalagi makan. Dst hingga akhir hadits...(HR Muslim)

Disini dijelaskan ttg larangan minum sambil berdiri. 
Namun di hadits lainnya, ada kondisi ternyata Rosulullah SAW minum sambil berdiri. Berikut haditsnya

Aku melihat Rosulullah SAW minum sambil berdiri, atau sambil duduk....dst hingga akhir hadits. (HR Nasa'i)

Mana yg benar? Kedua2nya adl hadits shohih.

Kembali lagi kita harus merujuk kepada pendapat ulama, juga bukan sekedar 1 ulama, untuk kita mengetahui, apakah perkara ini adalah masalah khilafiyyah juga atau bukan. Tentu saja, pada akhirnya nanti kita akan mengikuti pendapat Jumhur (mayoritas ulama), dan insyaa Allah Jumhur Ulama, akan bisa lebih mendekati kebenaran.

Kembali lagi kepada judul diatas, bahwa yang dimaksudkan sesuai hadits, sampaikan dariku walau 1 ayat adalah untuk orang-orang yang sudah memiliki pengetahuan al quran secara menyeluruh (hafidz / hapal 30 juz, berikut asbabun nuzul) faham mengenai nasakh dan mansukh ayat, al Am wa al Khos, al Muthlak wa al Muqoyyat, hafal Hadits2 minimal kutubussittah, atau setidaknya dia mengetahui semua hadits yang ada, baik shohih maupun dho’if, asbab al jarh wa at ta’dil, syadz, mahfudz, munkar dan ilal al hadits. Mengetahui Ijma ulama terhadap permasalahan yang dimaksud (ayat yang kita sampaikan), qiyas bila ada. Paham Bahasa Arab, faham Fiqh an Nafs, dan masih banyak lagi.

Pada akhirnya, bila sekedar ingin berbagi ilmu, sebaiknya kita memberikan “topik” utuh. Dalam menyampaikan pendapat yang dibarengi dengan kutipan ayat, sebaiknya bukan berdasarkan pendapat pribadi, namun adalah pendapat ulama. Dan bila ternyata ada yang “menyanggah”, karena ditemukan perbedaan pendapat, sebaiknya kita tidak “mati-matian” mengatakan bahwa pendapat kita yang benar. Karena boleh jadi pendapat yang berbeda tersebut juga benar, karena menggunakan dalil yang memang kita belum tahu.


Wallahua’lam bishowab...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar