Assalamu’alaikum wr wb..
Telah menjadi suatu kebiasaan dan hal yang “lumrah” di jaman sekarang, seorang istri menggunakan nama suami dibelakang nama dirinya. Hal ini sepertinya untuk menunjukan bahwa wanita ini telah menikah dengan mencantumkan nama suaminya.
Sesungguhnya hal seperti ini tidaklah dikenal dalam budaya dan ajaran Islam. Penisbatan nama suami dibelakang nama istri adalah baru dikenal saat ini dimana kita mulai berinteraksi dengan budaya barat.
Misalnya setelah menikah, seorang wanita yang sebelumnya bernama Santi, namun karena memiliki suami bernama Andi, maka nama wanita itu menjadi Santi Andi. Padahal perbuatan seperti ini sesungguhnya memiliki arti Penisbatan nama wanita tersebut kepada suaminya.
Bagaimanakah hukum Islam tentang penisbatan nama Suami dibelakang nama Istri nya?
Berikut ada paparan dalil dan fatwa ulama tentang “tren” yang banyak terjadi di Negara kita.
Dalam ajaran Islam, Hukum Penamaan adalah hal yang penting. Setiap laki-laki ataupun perempuan hanya diperbolehkan menambahkan “nama ayahnya” di belakang nama dirinya dan mengharamkan menambahkan nama lelaki lain selain ayahnya di belakang namanya, meskipun nama tersebut adalah nama suaminya.
Karena dalam ajaran Islam. Nama lelaki di belakang nama seseorang berarti keturunan atau anak dari lelaki tersebut. Sehingga, tempat tersebut hanya boleh untuk tempat nama ayah kandungnya sebagai penghormatan anak terhadap orang tua kandungnya.
Berbeda dengan budaya barat, seperti istrinya Obama : Michelle Obama yang nama aslinya Michelle LaVaughn Robinson, dan lain-lain.
Hadist mengenai perihal penamaan ini sangat shahih. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنِ ادَّعَى إِلَى غَيْرِ أَبِيهِ أَوْ انْتَمَى إِلَى غَيْرِ مَوَالِيهِ، فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللهِ وَالمَلاَئِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ، لاَ يَقْبَلُ اللهُ مِنْهُ يَوْمَ القِيَامَةِ صَرْفًا وَلاَ عَدْلاً
“Barang siapa yang mengaku sebagai anak kepada selain bapaknya atau menisbatkan dirinya kepada yang bukan walinya, maka baginya laknat ALLAH, malaikat, dan segenap manusia. Pada hari Kiamat nanti, ALLAH tidak akan menerima darinya ibadah yang wajib maupun yang sunnah”
Dikeluarkan oleh Muslim dalam al-Hajj (3327) dan Tirmidzi dalam al-Wala’ wal Habbah bab Ma ja’a fiman tawalla ghoiro mawalihi (2127), Ahmad (616) dari hadits Ali bin Abi Tholib rodhiyallohu anhu.
Dan dalam riwayat yang lain :
مَنِ ادَّعَى إِلَى غَيْرِ أَبِيهِ وَهُوَ يَعْلَمُ أَنَّهُ غَيْرُ أَبِيهِ، فَالجَنَّةُ عَلَيْهِ حَرَامٌ
“Barang siapa bernasab kepada selain ayahnya dan ia mengetahui bahwa ia bukan ayahnya, maka surga haram baginya.”
Dikeluarkan oleh Bukhori dalam al-Maghozi bab : Ghozwatuth Tho`if (3982), Muslim dalam “al-Iman” (220), Abu Dawud dalam “al-Adab”
Hadist yang juga mendukung hal ini adalah:
لَيْسَ لَهُ فِيهِمْ – أي نسب – فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ
Artinya: tidaklah seseorang mendakwakan kepada selain ayahnya sedangkan dia mengetahuinya kecuali dia telah kafir, barangsiapa yang mendakwakan kepada suatu kaum sedangkan dia tidak memiliki nasab dari mereka, maka hendaklah dia memesan tempatnya dalam neraka (Bukhari – 3508)
اللَّهِ وَالْمَلائِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ ) رواه ابن ماجة (2599) وصححه الألباني في صحيح الجامع (6104
Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang menisbatkan dirinya kepada selain ayahnya, maka baginya laknat ALLAH, para malaikat dan manusia seluruhnya”. [HR Ibnu Majah(2599) dan dishahihkan oleh Syeikh Al-Albani dalam Shahihul Jami’ (6104)]
Pemberlakuan yang dibolehkan ialah dengan memberikan suatu keterangan: misalkan Santi menikah dengan Andi, maka silahkan memperkenalkan diri dengan sebutan: Santi istrinya Andi atau hanya dengan Nyonya Andi atau Ibu Andi.
Hal tersebut di atas tidak berkaitan dengan permasalahan nasab/garis keturunan. Karena di dalam hukum Islam jika Santi menggabungkan namanya menjadi Santi Andi, hal itu berarti Santi anak dari laki-laki yang bernama Andi.
Tidak kita temukan dalam sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang menunjukkan bahwa istri dinisbatkan kepada suaminya, karena para istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yaitu para ibu kaum mukminin menikah dengan manusia yang paling mulia nasabnya namun tidak seorang dari mereka yang dinisbatkan kepada nama beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, bahkan mereka semua masih dinisbatkan kepada ayah mereka meskipun ayah mereka kafir, demikian pula para istri sahabat radhiallahu anhum dan yang datang setelah mereka tidak pernah mengganti nasab mereka.
Berikut saya kutipkan fatwa para ulama ttg menambahkan nama suami di belakang nama istri
Fatawa al-Lajnah ad-Da’imah lil Buhutsil Ilmiyyah wal Ifta’ (Dewan Fatwa Saudi) juz 20 halaman 379.
Pertanyaan :
Telah umum di sebagian negara, seorang wanita muslimah setelah menikah menisbatkan namanya dengan nama suaminya atau laqobnya. Misalnya: Zainab menikah dengan Zaid, Apakah boleh baginya menuliskan namanya : Zainab Zaid? Ataukah hal tersebut merupakan budaya barat yang harus dijauhi dan berhati-hati dengannya?
Jawab :
Tidak boleh seseorang menisbatkan dirinya kepada selain ayahnya.
Alloh subhanahu wa ta’ala berfirman:
ادْعُوهُمْ لِآبَائِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ
“Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan memakai nama bapak-bapak mereka, itulah yang lebih adil di sisi Allah.” [QS al-Ahzab: 5]
Sungguh telah datang ancaman yang keras bagi orang yang menisbatkan kepada selain ayahnya. Maka dari itu tidak boleh seorang wanita menisbatkan dirinya kepada suaminya sebagaimana adat yang berlaku pada kaum kuffar dan yang menyerupai mereka dari kaum muslimin.
وبالله التوفيق، وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
al-Lajnah ad-Da’imah lil Buhutsil Ilmiyyah wal Ifta’
Ketua : Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz
Wakil : Abdul Aziz Alu Syaikh
Anggota :
Abdulloh bin ghudayyan
Sholih al-Fauzan
Bakr Abu Zaid
***
Fatwa Syaikh Sholih al-Fauzan hafidzohulloh
Pertanyaan :
Apakah boleh seorang wanita setelah menikah melepaskan nama keluarganya dan mengambil nama suaminya sebagaimana orang barat?
Jawab :
Hal itu tidak diperbolehkan, bernasab kepada selain ayahnya tidak boleh, haram dalam islam.
Haram dalam islam seorang muslim bernasab kepada selain ayahnya baik laki-laki atau wanita. Dan baginya ancaman yang keras dan laknat bagi yang melakukannya yaitu yang bernasab kepada selain ayahnya hal itu tidak boleh selamanya.
***
Kesimpulannya kita sebagai muslim yang memiliki jati diri, yang taat kepada Allah Ta’alaa dan mencontoh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam hendaklah menghindari hal-hal seperti ini karena adanya larangan tasyabuh dengan mereka apalagi biasanya hal itu hanya ditujukan untuk mencari sensasi.
Wallahu A’lam
Ass.wr.wb.
BalasHapusAl-Quran tidak ada menyebut langsung pelarangan tersebut.
Al-Hadis juga tidak ada menyebut langsung pelarangan tersebut yang dimaksud. Adapun ayat Al-Quran dan Hadis yang diutarakan diatas pun tidak menyebutkan langsung pelarangan tersebut. Apakah fatwa-fatwa yg dikutip secara terus menerus diatas itu bisa dipertangungjawabkan. Adapun kita umat Islam, cukuplah kita berpegang teguh apa yang ada di Al-Quran dan Hadis Nabi Muhammad SAW yang tertulis secara terang-terangan. Adalah sesuatu yg beresiko tinggi jika sesuatu yg belum jelas ini, selalu dikutip dari situs yg satu ke situs yg lainnya, dari artikel yg satu ke artikel lainnya dan ternyata cuma satu sumber yg blm tentu benar adanya. Apabila anda semua merasa ragu akan hal ini dan beranggapan penting. Ada baiknya layangkan surat ke Majelis Ulama Indonesia yg membahas dan memberi jalan keluarnya. Adapun Ulama besar jebolan pesantren tebu ireng, tokoh negeri ini, cendikiawan muslim, presiden ke-4 negeri ini, melanglang buana menuntut ilmu ke Mesir dan Baghdad namun tentunya akan kita dapati tulisan di koran-koran dan website tertulis Sinta Nuriya Wahid. Belum pernah terdengar berita Beliau melarang istrinya menggunakan nama “wahid” dibelakang nama istri beliau. Andaikan Abdurrahman Wahid, tokoh muslim negeri ini masih hidup, tentu beliau akan berkata “ITU AJA KOK REPOT!”
Wss.wr.wb
@Anonim...
BalasHapusSaya tidak mengerti maksud hadits yang menyatakan secara langsung menurut anda. Sudah jelas dalam hadits tersebut ada pelarangannya, beserta Fatwa dari Dewan Lajnah ad Da'imah. Bila memang anda tidak mau mengikuti, silahkan. Kewajiban kami sesudah mengetahui hal ini adalah menyampaikan kepada khalayak umum, agar kami terlepas dari beban tentang kewajiban menyampaikan ilmu kepada orang lain..
"GITU AJA KOQ REPOT"
Wallahua'lam.
Intinya memang Beliau belum pernahmelarang istrinya menggunakan nama “wahid” dibelakang nama istri beliau, itu akibat ulah media dan pers saja yang menamai demikian.
BalasHapusbeda halnya bila islam tidak punya budaya penamaan. kita bisa ambil dari budaya yang lain. namun ternyata islam punya dan kebetulan indonesia tidak menganut kewajiban azas nama keluarga. Apabila ada kebiasaan islam, misalnya menggunakan nama 'kunya' yang diajarkan dan dilakukan oleh Nabi, kenapa kita tidak mengikutinya???
menurut saya kalau ada yg meragukan, harus kita kembalikan ke al quran dan hadits, cari tau hadist nya shahih atau doif, bila perlu tanya kepada yg lebih tau.atau ahli tafsir
BalasHapus
BalasHapusORANG MUSLIM MENGGANDENG NAMANYA DENGAN ‘BUKAN’ NAMA BAPAKNYA?
Selama ini orang sering menghebohkan ‘hanya’ soal hukum menggandengkan nama seorang isteri dengan nama ‘suami’-nya, padahal banyak dikalangan kaum Muslim kita yang menggandengkan namanya dengan nama adhiluhung atau opung atau kakek nenek moyangnya.
Saya kira soal yang satu ini sangat banyak terbaca oleh kita khususnya dikalangan suku, marga atau etnis tertentu di negeri ini, apa iya dibolehkan menurut ajaran Islam??? Bahkan yang parahnya ada ketentuan adat yang tidak membolehkan ‘kawin’ sesama satu suku atau marga. Simak telaah di bawah ini:
Tidak diperbolehkan menasabkan seseorang dengan selain nama ayahnya termasuk menggandengkan nama seorang istri dengan nama suaminya sebagaimana banyak terjadi di negeri-negeri barat. Seperti seorang wanita —misalnya— yang bernama Siti menikah dengan Ahmad lalu wanita itu dipanggil dengan Siti Ahmad.
Perbuatan di atas termasuk menasabkan kepada bukan ayahnya yang dilarang Allah swt berdasarkan firman-Nya :
ادْعُوهُمْ لِآبَائِهِمْ
“Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka.” (QS. Al-Ahzab [33] : 5)
Markaz al Fatwa didalam fatwanya No. 17398 menyebutkan bahwa menyandarkan nama istri kepada nama suaminya atau keluarga suaminya dan mencukupkan dengannya daripada nama ayahnya tidaklah diperbolehkan. Hal itu termasuk di antara kebiasaan orang-orang kafir.
http://www.eramuslim.com/ustadz-menjawab/pemakaian-nama-selaian-nama-ayah.htm#.VVKEIfBKXAQ
Gus Dur kok jadi patokan ?
BalasHapus