Bismillaahirrohmaanirrohiimm...
Akhir-akhir
ini dengan maraknya terapi ruqyah, pengobatan dengan model menggunakan ayat
Qur’an, dan sejenisnya menjamur di tempat kita. Dengan banyaknya pengobatan
ataupun terapi model seperti ini, banyak pula saudara-saudara kita yang serta
merta mengatakan bid’ah, syirik, dsb.
Pertanyaannya,
apakah pengobatan model Ruqyah yang menggunakan ayat-ayat Qur’an yang
dituliskan ini dibolehkan oleh ulama Salaf, ataupun dengan kata lain, apakah
sudah ada sejak jaman Rasul SAW maupun jaman Sahabat RA?
Berikut ada
artikel dan penjelasan dari beberapa narasumber berdasarkan dalil-dalil yang
Insya Allah Shohih.
Bismillah
wal Hamdulillah wash Shalatu was Salamu ‘ala Rasulillah wa ba’d:
DEFINISI RUQYAH
Ruqyah adalah bacaan-bacaan yang diambil dari Al-Quran atau hadits yang digunakan untuk tujuan pengobatan, perlindungan diri dari gangguan jin dan setan serta untuk mencapai apa yang diinginkan baik perkara dunia atau akhirat.
Ruqyah berfungsi sebagai tawassul (perantara) untuk meminta sesuatu kepada Allah.
DALIL DASAR RUQYAH
Ruqyah adalah bacaan-bacaan yang diambil dari Al-Quran atau hadits yang digunakan untuk tujuan pengobatan, perlindungan diri dari gangguan jin dan setan serta untuk mencapai apa yang diinginkan baik perkara dunia atau akhirat.
Ruqyah berfungsi sebagai tawassul (perantara) untuk meminta sesuatu kepada Allah.
DALIL DASAR RUQYAH
Adapun dasar bolehnya Al-Quran untuk tawassul meminta sesuatu atau meminta kesembuhan penyakit sebagai berikut:
1. Hadits sahih riwayat Ahmad dari Imron bin Hushain, Nabi bersabda:
اقرؤوا القرآن وسلوا الله به قبل أن يأتي قوم يقرءون القرآن فيسألون به الناس
Artinya: Bacalah Al-Quran dan
bertawassul-lah pada Allah dengan bacaan tersebut sebelum suatu kaum datang
membaca Al Quran dan meminta pada manusia.
Maksudnya: boleh bertawassul kepada Allah dengan perantaraan baca Al-Quran, tidak boleh kepada sesama makhluk.
2. Hadits sahih riwayat Tirmidzi dari Imran bin Hushain Nabi bersabda:
Maksudnya: boleh bertawassul kepada Allah dengan perantaraan baca Al-Quran, tidak boleh kepada sesama makhluk.
2. Hadits sahih riwayat Tirmidzi dari Imran bin Hushain Nabi bersabda:
من قرأ القرآن فليسأل الله به، فإنه سيجيء أقوام يقرءون القرآن يسألون به الناس
Artinya: Barangsiapa membaca Quran,
maka mintalah pada Allah dengan bacaan tersebut. Akan datang beberapa kaum yang
membaca Al-Quran kemudian meminta pada manusia dengan bacaannya itu.
Al-Mubarakfuri dalam kitab Tuhfadzul Ahwadzi menafsiri hadits di atas sebagai berikut:
Al-Mubarakfuri dalam kitab Tuhfadzul Ahwadzi menafsiri hadits di atas sebagai berikut:
فليسأل الله به أي فليطلب من الله تعالى بالقرآن ما شاء من أمور الدنيا والآخرة، أو المراد أنه إذا مر بآية رحمة فليسألها من الله تعالى، وإما أن يدعو الله عقيب القراءة بالأدعية المأثورة
Artinya: Dengan bacaan Quran-nya itu
seseorang hendaknya meminta pada Allah apapun yang dia mau baik perkara dunia
atau akhirat.
3. QS Al-Isra' 17:82
3. QS Al-Isra' 17:82
وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ
Artinya: Dan Kami turunkan dari Al
Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.
4. Hadits sahih riwayat Ibnu Hibban dari Aisyah
4. Hadits sahih riwayat Ibnu Hibban dari Aisyah
عن عائشة رضي الله عنها أن رسول الله صلى الله عليه وسلم دخل عليها وامرأة تعالجها أو ترقيها فقال: عالجيها بكتاب الله
Artinya: Dari Aisyah, bahwasanya
Rasulullah suatu hari masuk ke rumahnya di mana seorang perempuan sedang mengobati
atau memberinya jampi-jampi (ruqyah). Nabi bersabda: "Obati dia dengan Al
Quran."
5. Ibnu Muflih dalam kitabnya Al-Adabisy Syar'iyah menceritakan tentang kisah Shalih bin Ahmad putra Imam Ahmad bin Hambal demikian:
5. Ibnu Muflih dalam kitabnya Al-Adabisy Syar'iyah menceritakan tentang kisah Shalih bin Ahmad putra Imam Ahmad bin Hambal demikian:
ربما اعتللت فيأخذ أبي قدحاً فيه ماء، فيقرأ عليه، ويقول لي: اشرب منه، واغسل وجهك ويديك. ونقل عبد الله أنه رأى أباه (يعني أحمد بن حنبل) يعوذ في الماء، ويقرأ عليه ويشربه، ويصب على نفسه منه
Arti kesimpulan: Suau saat ketika
saya sakit, ayah saya--yaitu Ahmad bin Hambali, pendiri madzhab Hambali--mengambil
sewadah air kemudian membaca ayat Al-Quran di atas wadah itu dan berkata pada
saya: "Minumlah dan basuhlah wajah dan kedua tanganmu. Menurut Abdullah,
dia pernah melihat ayahnya --yaitu Ahmad bin Hanbal-- mengambil air memohon
perlindungan pada Allah kemudian membaca Al-Quran, kemudian meminum air itu dan
mengalirkan air itu pad` dirinya.
6. Hadits sahih riwayat Muslim: لا بأس بالرقى ما لم تكن شركاً
6. Hadits sahih riwayat Muslim: لا بأس بالرقى ما لم تكن شركاً
Artinya: Ruqyah itu boleh asal tidak
mengandung syirik.
Pengobatan model Ruqyah dengan menggunakan Ayat Quran,
yang kemudian ditiupkan ke dalam segelas air, dibolehkan menurut jumhur
(mayoritas) ulama, sejak zaman sahabat seperti
Ibnu Abbas, Abu Qilabah, hingga tabi’in seperti Mujahid. Ada pun Ibrahim An Nakha’i
memakruhkannya. Tetapi meruqyah
dengan cara membaca adalah lebih afdhal, sebab itulah yang dicontohkan oleh
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan sahabatnya.
Berikut fatwa-fatwa para imam kaum muslimin:
1.
Abdullah bin Abbas Radhiallahu ‘Anhuma
Beliau adalah sahabat nabi yang
dijuluki Hibrul Ummah, tintanya umat ini, karena kecerdasan dan
keluasan ilmunya. Beliau mengatakan:
إذا عسر على المرأة ولدها تكتب هاتين
الآيتين والكلمتين في صحيفة ثم تغسل وتسقى منها، وهي: بسم الله
الرحمن الرحيم
لا إله إلا
الله العظيم الحليم
الكريم، سبحان
الله رب السموات
ورب الارض ورب
العرش العظيم " كأنهم
يوم يرونها لم
يلبثوا إلا
عشية أو
ضحاها " [ النازعات: 46 ]. " كأنهم
يوم يرون ما
يوعدون لم
يلبثوا إلا
ساعة من نهار
بلاغ فهل يهلك
إلا القوم الفاسقون
"
“Jika seorang wnaita kesulitan ketika
melahirkan, maka Anda tulis dua ayat berikut secara lengkap di lembaran,
kemudian masukkan ke dalam air dan kucurkan kepada dia, yaitu kalimat: Laa Ilaha Illallah Al Halimul Karim Subhanallahi Rabbil
‘Arsyil ‘Azhim Al Hamdulillahi Rabbil ‘Alamin.
(Tiada Ilah Kecuali Allah yang Maha Mulia, Maha Suci Allah Rabbnya Arsy Yang
Agung, Segala Puji Bagi Allah Rabb Semesta Alam)
Ka’annahum yauma yaraunaha lam
yalbatsu illa ‘asyiyyatan aw dhuhaha.
(pada hari
mereka melihat hari berbangkit itu, mereka merasa seakan-akan tidak tinggal (di
dunia), melainkan sebentar saja di waktu sore atau pagi. QS. An Nazi’at (79):
46)
Ka’annahum yauma yarauna maa yu’aduna lam yalbatsuu illa
saa’atan min naharin balaagh. (Pada hari mereka melihat azab yang diancamkan kepada
mereka (merasa) seolah-olah tidak tinggal (di dunia) melainkan sesaat pada
siang hari. (Inilah) suatu pelajaran yang cukup. QS. Al Ahqaf (46): 35)
(Imam Al Qurthubi, Al Jami’ Li Ahkamil Quran, 16/222. Dar Ihya’ At Turats)
2.
Imam Ibnu taimiyah Rahimahullah
Beliau mengatakan sebagai berikut :
فَصْلٌ
وَيَجُوزُ أَنْ
يَكْتُبَ لِلْمُصَابِ
وَغَيْرِهِ مِنْ
الْمَرْضَى شَيْئًا
مِنْ كِتَابِ اللَّهِ
وَذِكْرُهُ بِالْمِدَادِ
الْمُبَاحِ وَيُغْسَلُ
وَيُسْقَى كَمَا
نَصَّ عَلَى ذَلِكَ
أَحْمَد وَغَيْرُهُ
قَالَ عَبْدُ اللَّهِ
بْنُ أَحْمَد : قَرَأْت
عَلَى أَبِي ثِنَا
يَعْلَى بْنُ
عُبَيْدٍ ؛
ثِنَا سُفْيَانُ ؛
عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ
أَبِي لَيْلَى عَنْ
الْحَكَمِ ؛
عَنْ سَعِيدِ بْنِ
جُبَيْرٍ ؛
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ
قَالَ : إذَا عَسِرَ عَلَى الْمَرْأَةِ وِلَادَتُهَا فَلْيَكْتُبْ : بِسْمِ اللَّهِ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ الْحَلِيمُ الْكَرِيمُ سُبْحَانَ اللَّهِ رَبِّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ { كَأَنَّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَهَا لَمْ يَلْبَثُوا إلَّا عَشِيَّةً أَوْ ضُحَاهَا } { كَأَنَّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَ مَا يُوعَدُونَ لَمْ يَلْبَثُوا إلَّا سَاعَةً مِنْ نَهَارٍ بَلَاغٌ فَهَلْ يُهْلَكُ إلَّا الْقَوْمُ الْفَاسِقُونَ } . قَالَ أَبِي : ثِنَا أَسْوَدُ بْنُ عَامِرٍ بِإِسْنَادِهِ بِمَعْنَاهُ وَقَالَ : يُكْتَبُ فِي إنَاءٍ نَظِيفٍ فَيُسْقَى قَالَ أَبِي : وَزَادَ فِيهِ وَكِيعٌ فَتُسْقَى وَيُنْضَحُ مَا دُونَ سُرَّتِهَا قَالَ عَبْدُ اللَّهِ : رَأَيْت أَبِي يَكْتُبُ لِلْمَرْأَةِ فِي جَامٍ أَوْ شَيْءٍ نَظِيفٍ . وَقَالَ أَبُو عَمْرٍو مُحَمَّدُ بْنُ أَحْمَد بْنِ حَمْدَانَ الحيري :
أَنَا الْحَسَنُ بْنُ سُفْيَانَ النسوي ؛ حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَحْمَد بْنِ شبوية ؛ ثِنَا عَلِيُّ بْنُ الْحَسَنِ بْنِ شَقِيقٍ ؛ ثِنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْمُبَارَكِ ؛ عَنْ سُفْيَانَ ؛ عَنْ ابْنِ أَبِي لَيْلَى ؛ عَنْ الْحَكَمِ ؛ عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ ؛ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ : إذَا عَسِرَ عَلَى الْمَرْأَةِ وِلَادُهَا فَلْيَكْتُبْ : بِسْمِ اللَّهِ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ الْحَلِيمُ الْكَرِيمُ ؛ سُبْحَانَ اللَّهِ وَتَعَالَى رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ ؛ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ { كَأَنَّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَهَا لَمْ يَلْبَثُوا إلَّا عَشِيَّةً أَوْ ضُحَاهَا } { كَأَنَّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَ مَا يُوعَدُونَ لَمْ يَلْبَثُوا إلَّا سَاعَةً مِنْ نَهَارٍ بَلَاغٌ فَهَلْ يُهْلَكُ إلَّا الْقَوْمُ الْفَاسِقُونَ } . قَالَ عَلِيٌّ : يُكْتَبُ فِي كاغدة فَيُعَلَّقُ عَلَى عَضُدِ الْمَرْأَةِ قَالَ عَلِيٌّ : وَقَدْ جَرَّبْنَاهُ فَلَمْ نَرَ شَيْئًا أَعْجَبَ مِنْهُ فَإِذَا وَضَعَتْ تُحِلُّهُ سَرِيعًا ثُمَّ تَجْعَلُهُ فِي خِرْقَةٍ أَوْ تُحْرِقُهُ
"Dibolehkan bagi orang yang sakit atau tertimpa lainnya,
untuk dituliskan baginya sesuatu yang berasal dari Kitabullah dan Dzikrullah
dengan menggunakan tinta yang dibolehkan (suci) kemudian dibasuhkan tulisan
tersebut, lalu airnya diminumkan kepada si sakit, sebagaimana hal ini telah
ditulis (dinashkan) oleh Imam Ahmad dan lainnya.
Abdullah bin Ahmad berkata; Aku
membaca di depan bapakku: telah bercerita kepada kami Ya'la bin 'Ubaid telah
bercerita kepada kami Sufyan, dari Muh. bin Abi Laila, dari Hakam, dari Said
bin Jubeir dari Ibnu Abbas ia berkata: "Jika seorang ibu sulit melahirkan
maka tulislah ...
بِسْمِ اللَّهِ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ الْحَلِيمُ الْكَرِيمُ سُبْحَانَ اللَّهِ رَبِّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
“Dengan nama Allah, Tidak ada Ilah selain Dia, Yang Maha Mulia,
Maha Suci Allah Rabbnya ‘Arys yang Agung, segala puji bagi Allah Rabba semesta
alam.”
كَأَنَّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَهَا لَمْ يَلْبَثُوا إلَّا عَشِيَّةً أَوْ ضُحَاهَا
“Pada hari mereka
melihat hari berbangkit itu, mereka merasa seakan-akan tidak tinggal (di dunia)
melainkan (sebentar saja) di waktu sore atau pagi hari.” (QS. An Naziat (79):46)
كَأَنَّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَ مَا يُوعَدُونَ لَمْ يَلْبَثُوا إلَّا سَاعَةً مِنْ نَهَارٍ بَلَاغٌ فَهَلْ يُهْلَكُ إلَّا الْقَوْمُ الْفَاسِقُونَ
“Pada hari mereka melihat azab yang diancamkan kepada mereka
(merasa) seolah-olah tidak tinggal (di dunia) melainkan sesaat pada siang hari.
(inilah) suatu pelajaran yang cukup, Maka tidak dibinasakan melainkan kaum yang
fasik.” (QS. Al Ahqaf (46): 35)
Bapakku berkata: Telah meceritakan kepadaku Aswad bin 'Amir dengan sandnya
dan dengan maknanya dan dia berkata: Ditulis di dalam bejana yang bersih
kemudian diminum. Bapakku berkata: Waki' menambahkannya: Diminum dan
dipercikkan kecuali pusernya (ibu yang melahirkan), Abdullah berkata: Aku
melihat bapakku menulis di gelas atau sesuatu yang bersih untyuk seorang ibu
(yang sulit melahirkan).
Abu Amr Muham mad bin Ahmad bin Hamdan Al Hiri berkata: Telah mengabarkan
kepada kami Al Hasan bin Sufyan An Nasawi, telah bercerita kepadaku Abdullah
bin Ahmad bin Syibawaih telah bercerita kepadaku Ali bin Hasan bin Syaqiq,
telah bercerita kjepadaku Abdullah bin Mubarak, dari Sufyan dari ibnu Abi
Laila, dari Al hakam, dari Said bin Jubeir, dari Ibnu Abbas, ia berkata: Jika
seorang wanita sulit melahirkan maka tulislah:
(lalu disebutkan ayat-ayat seperti
di atas)
Ali berkata: ditulis di atas kertas
kemudian digantungkan pada anggota badan wanita (yang susah melahirkan). Ali
berkata: Dan sungguh kami telah mencobanya, maka tidaklah kami melihat sesuatu
yang lebih menakjubkan (hasilnya) dari padanya maka jika wanita tadi sudah
melahirkan maka segeralah lepaskan, kemudian setelah itu sobeklah atau
bakarlah."
(Demikian fatwa Imam Ibnu Taimiyah
dalam Majmu' Fatawa, 4/187. Maktabah Syamilah)
3.
Imam Ibnu Qayyim Al Jauziyah Rahimahullah
Beliau menyebutkan beberapa riwayat
dari kaum salaf (terdahulu) kebolehan membaca atas menuliskan ayat Al Quran
pada wadah lalu airnya dipercikkan kepada orang sakit. Berikut ini ucapannya:
قَالَ الْخَلّالُ حَدّثَنِي عَبْدُ اللّهِ بْنُ أَحْمَدَ : قَالَ رَأَيْتُ أَبِي يَكْتُبُ لِلْمَرْأَةِ إذَا عَسُرَ عَلَيْهَا وِلَادَتُهَا فِي جَامٍ أَبْيَضَ أَوْ شَيْءٍ نَظِيفٍ يَكْتُبُ حَدِيثَ ابْنِ عَبّاسٍ رَضِيَ اللّهُ عَنْهُ لَا إلَهَ إلّا اللّهُ الْحَلِيمُ الْكَرِيمُ سُبْحَانَ اللّهِ رَبّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ الْحَمْدُ لِلّهِ رَبّ الْعَالَمِينَ { كَأَنّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَ مَا يُوعَدُونَ لَمْ يَلْبَثُوا إِلّا سَاعَةً مِنْ نَهَارٍ بَلَاغٌ } [ الْأَحْقَافُ 35 ] { كَأَنّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَهَا لَمْ يَلْبَثُوا إِلّا عَشِيّةً أَوْ ضُحَاهَا } [ النّازِعَاتُ 46 ] . قَالَ الْخَلّالُ أَنْبَأَنَا أَبُو بَكْرٍ الْمَرْوَزِيّ أَنّ أَبَا عَبْدِ اللّهِ جَاءَهُ رَجُلٌ فَقَالَ يَا أَبَا عَبْدِ اللّهِ تَكْتُبُ لِامْرَأَةٍ قَدْ عَسُرَ عَلَيْهَا وَلَدُهَا مُنْذُ يَوْمَيْنِ ؟ فَقَالَ قُلْ لَهُ يَجِيءُ بِجَامٍ وَاسِعٍ وَزَعْفَرَانٍ وَرَأَيْتُهُ يَكْتُبُ لِغَيْرِ وَاحِدٍ
“Berkata Al Khalal: berkata kepadaku Abdullah bin Ahmad,
katanya: Aku melihat ayahku menulis untuk wanita yang sulit melahirkan di
sebuah wadah putih atau sesuatu yang bersih, dia menulis hadits Ibnu
Abbas Radhiallahu ‘Anhu:
Laa Ilaha Illallah Al Halimul Karim
Subhanallahi Rabbil ‘Arsyil ‘Azhim Al Hamdulillahi Rabbil ‘Alamin. (Tiada Ilah Kecuali Allah yang Maha Mulia, Maha Suci Allah
Rabbnya Arsy Yang Agung, Segala Puji Bagi Allah Rabb Semesta Alam)
Ka’annahum yauma yarauna maa
yu’aduna lam yalbatsuu illa saa’atan min naharin balaagh. (Pada hari mereka melihat azab yang diancamkan kepada
mereka (merasa) seolah-olah tidak tinggal (di dunia) melainkan sesaat pada
siang hari. (Inilah) suatu pelajaran yang cukup. QS. Al Ahqaf (46): 35)
Ka’annahum yauma yaraunaha lam
yalbatsu illa ‘asyiyyatan aw dhuhaha.
(pada hari
mereka melihat hari berbangkit itu, mereka merasa seakan-akan tidak tinggal (di
dunia), melainkan sebentar saja di waktu sore atau pagi. QS. An Nazi’at (79):
46)
Al Khalal mengatakan: mengabarkan kepadaku Abu Bakar Al Marwazi, bahwa ada
seseorang datang kepada Abu Abdullah (Imam Ahmad), dan berkata: “Wahai
Abu Abdullah, kau menulis untuk wanita yang kesulitan melahirkan sejak dua hari
yang lalu?” Dia menjawab: : “Katakan baginya, datanglah dengan wadah yang lebar
dan minyak za’faran. “ Aku melihat dia menulis untuk
lebih dari satu orang. (Zaadul Ma’ad, 4/357. Muasasah Ar Risalah)
Beliau juga mengatakan:
وَرَخّصَ جَمَاعَةٌ مِنْ السّلَفِ فِي كِتَابَةِ بَعْضِ الْقُرْآنِ وَشُرْبِهِ وَجَعَلَ ذَلِكَ مِنْ الشّفَاءِ الّذِي جَعَلَ اللّه فِيهِ . كِتَابٌ آخَرُ لِذَلِكَ يُكْتَبُ فِي إنَاءٍ نَظِيفٍ { إِذَا السّمَاءُ انْشَقّتْ وَأَذِنَتْ لِرَبّهَا وَحُقّتْ وَإِذَا الْأَرْضُ مُدّتْ وَأَلْقَتْ مَا فِيهَا وَتَخَلّتْ } [ الِانْشِقَاقُ 41 ] وَتَشْرَبُ مِنْهُ الْحَامِلُ وَيُرَشّ عَلَى بَطْنِهَا .
“Segolongan kaum salaf memberikan keringanan dalam hal menuliskan
sebagian dari ayat Al Quran dan meminumnya, dan menjadikannya sebagai obat yang
Allah jadikan padanya. Untuk itu, dituliskan di bejana yang bersih:
“Apabila langit terbelah, dan patuh
kepada Tuhannya, dan sudah semestinya langit itu patuh, dan apabila bumi
diratakan, dan dilemparkan apa yang ada di dalamnya dan menjadi kosong.” (QS.
Al Insyiqaq (84): 1-4)
Lalu diminumkan kepada orang hamil
dan diusapkan ke perutnya. (Ibid, 4/358)
4. Fatwa Lajnah
Daimah Lil Buhuts Al ‘Ilmiah wal Ifta
Fatwa ini ditanda tangani oleh Syaikh Abdul Aziz bin
Abdullah bin Baz, Syaikh Abdullah bin Sulaiman bin Mani’, Syaikh
Abdurrazzaq ‘Afifi, dan Syaikh Abdullah bin Abdirrahman Ghudyan.
السؤال الثاني من الفتوى رقم (143):
س : إذا طلب رجل به ألم رقى، وكتب له بعض آيات قرآنية، وقال الراقي: ضعها في ماء واشربها فهل يجوز أم لا؟
ج : سبق أن صدر من دار الإفتاء جواب عن سؤال مماثل لهذا السؤال هذا نصه: كتابة شيء من القرآن في جام أو ورقة وغسله وشربه يجوز؛ لعموم قوله تعالى: { وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ } فالقرآن شفاء للقلوب والأبدان، ولما رواه الحاكم في [المستدرك] وابن ماجه في [السنن] عن ابن مسعود رضي الله عنه: أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: « عليكم بالشفاءين العسل والقرآن » وما رواه ابن ماجه ، عن علي رضي الله عنه، عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال: « خير الدواء القرآن » وروى ابن السني عن ابن عباس رضي الله عنهما: (إذا عسر على المرأة ولادتها خذ إناءً نظيفًا فاكتب عليه) { كَأَنَّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَ مَا يُوعَدُونَ } الآية ، و { كَأَنَّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَهَا لَمْ يَلْبَثُوا } الآية ، و { لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِأُولِي الْأَلْبَابِ } الآية ، ثم يغسله وتسقى المرأة منه وتنضح على بطنها وفي وجهها).
Pertanyaan kedua, fatwa No. 143:
“Jika seorang laki-laki yang meminta diruqyah sakitnya, dia
dituliskan untuknya sebagian ayat-ayat Al Quran, dan si peruqyah berkata:
“letakkan ini di air dan minumlah airnya,” bolehkah atau tidak?”
Jawab:
Dahulu pernah dijawab oleh Darul Ifta pertanyaan semisal ,
sebagai berikut: Tulisan sebagian ayat Al Quran pada wadah, atau lembaran,
lalu dibasuhkannya air tersebut atau meminumnya, adalah boleh. Sesuai keumuman
ayat: “dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat
bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Isra (17): 82). Al Quran adalah obat
bagi hati dan badan, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Al Hakim dalam Al
Mustadrak dan Ibnu Majah dalam Sunannya, dari Ibnu Mas’ud Radhiallahu
‘Anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Hendaklah
kalian berobat dengan madu dan Al Quran.” Dan juga yang diriwayatkan oleh
Ibnu Majah dari Ali Radhiallahu ‘Anhu, dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam: “Sebaik-baiknya obat adalah Al Quran.” Juga diriwayatkan
oleh Ibnu As Sunni dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma: “Jika seorang
wanita kesulitan melahirkan, ambil-lah wadah bersih dan tulis di atasnya: Ka’annahum
yauma yaraunaha maa yu’adun. (Pada hari mereka melihat azab yang
diancamkan kepada mereka. QS. Al Ahqaf (46): 35), juga ayat: Ka’annahum
yauma yaraunaha lam yalbatsu (pada hari mereka melihat hari berbangkit itu,
mereka merasa seakan-akan tidak tinggal (di dunia). QS. An Nazi’at (79): 46),
juga ayat: Laqad kaana fi qashashihim ‘ibratul li ulil albab
(Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang
yang mempunyai akal. QS. Yusuf (12): 111). Lalu dimandikan dan dikucurkan
kewanita itu, dan dipercikkan ke perutnya dan wajahnya. (Fatawa Lajnah Daimah Lil Buhuts Al ‘Ilmiah wal
Ifta, 1/245. Tahqiq: Ahmad bin Abdurraziq Ad Duwaisy)
Ulama lain yang menyatakan
kebolehannya adalah
- Imam Abdul Hamid
Asy Syarwani dan Imam Ibnul Qasim Al ‘Ibadi, Al Hawasyi, 7/34. Mawqi’
Ya’sub
- Imam Ibnu
Hajar Al Haitami A Makki, Tuhfatul Muhtaj fi Syarhil Minhaj
27/456. Mawqi’ Islam.
- Imam Muhammad
Al Khathib Asy Syarbini, Mughni Muhtaj Ila MA’rifatil Alfazh Al
Minhaj, 11/132. Mawqi’ Al Islam.
- Imam Sulaiman
bin ‘Umar bin Muhammad Al Bujairami, Hasyiyah ‘Alal Minhaj, 11/180.
Lalu bagaimana dengan JIMAT?
Berikut ada pula penjelasannya
DALIL JIMAT (TAMIMAH)
Dalil yang mengharamkan jimat (tamimah):
1. Hadits riwayat Ahmad
من علق تميمة فقد أشرك
Artinya:
Barangsiapa yang menggantung/memakai jimat maka dia telah berbuat syirik
2. Hadits riwayat Ahmad, Abu Dawud, Al-Hakim:
2. Hadits riwayat Ahmad, Abu Dawud, Al-Hakim:
إن الرقى والتمائم والتولة شرك
Artinya:
Sesungguhnya ruqyah (yang berisi doa terhadap selain Allah), jimat, dan pelet
pengasih adalah syirik.
HUKUM JIMAT (TAMIMAH)
Seperti disinggung di muka, ada dua macam jimat. Yaitu jimat jahiliyah dan jimat syar'iyah. Jimat jahiliyah sudah jelas keharamannya secara mutlak. Perbedaan pendapat terjadi pada jimat syar'iyah atau jimat yang berisi ayat Quran, bacaan dzikir atau doa-doa.
Adapun jimat yang berisi ayat-ayat Al-Quran, atau dzikir atau doa-doa dan digantung di leher, maka ulama berbeda pendapat. Pendapat yang mengharamkan jimat--walaupun berisi ayat Al-Quran-- antara lain kalangan yang mengikuti pendapat Ibnu Arabi dalam kitab Aridhah Al-Ahwadzi.
Sedangkan ulama lainnya termasuk ulama beberapa madzhab yang empat yaitu Maliki, Hanafi, Syafi'i dan Hambali membolehkannya. Baik jimat itu digantung di leher atau tidak dipakai. Sedang sebagian lagi, termasuk Ibnu Mas'ud, memakruhkannya.
Beberapa dalil pandangan ulama sebagai berikut:
1. Madzhab Hanafi membolehkan jimat yang digantung di leher yang berisi ayat Quran, doa atau dzikir. Al-Matrazi Al-Hanafi dalam kitab Al-Maghrib mengatakan:
HUKUM JIMAT (TAMIMAH)
Seperti disinggung di muka, ada dua macam jimat. Yaitu jimat jahiliyah dan jimat syar'iyah. Jimat jahiliyah sudah jelas keharamannya secara mutlak. Perbedaan pendapat terjadi pada jimat syar'iyah atau jimat yang berisi ayat Quran, bacaan dzikir atau doa-doa.
Adapun jimat yang berisi ayat-ayat Al-Quran, atau dzikir atau doa-doa dan digantung di leher, maka ulama berbeda pendapat. Pendapat yang mengharamkan jimat--walaupun berisi ayat Al-Quran-- antara lain kalangan yang mengikuti pendapat Ibnu Arabi dalam kitab Aridhah Al-Ahwadzi.
Sedangkan ulama lainnya termasuk ulama beberapa madzhab yang empat yaitu Maliki, Hanafi, Syafi'i dan Hambali membolehkannya. Baik jimat itu digantung di leher atau tidak dipakai. Sedang sebagian lagi, termasuk Ibnu Mas'ud, memakruhkannya.
Beberapa dalil pandangan ulama sebagai berikut:
1. Madzhab Hanafi membolehkan jimat yang digantung di leher yang berisi ayat Quran, doa atau dzikir. Al-Matrazi Al-Hanafi dalam kitab Al-Maghrib mengatakan:
قال القتبي: وبعضهم يتوهم أن المعاذات هي التمائم, وليس كذلك إنما التميمة هي الخرزة, ولا بأس بالمعاذات إذا كتب فيها القرآن أو أسماء الله عز وجل
Artinya: Al-Qutbi mengatakan bahwa
ma'adzat (pengobatan) adalah tamimah (jimat jahiliyah). Padahal bukan. Karena
tamimah itu dibuat dari manik. Ma'adzah tidak apa-apa asalkan yang ditulis di
dalamnya adalah Al-Quran atau nama-nama Allah.
2. Madzhab Maliki berpendapat boleh. Abdul Bar dalam At-Tamhid XVI/171 menyatakan:
2. Madzhab Maliki berpendapat boleh. Abdul Bar dalam At-Tamhid XVI/171 menyatakan:
وقد قال مالك رحمه الله : لا بأس بتعليق الكتب التي فيها أسماء الله عز وجل على أعناق المرضى على وجه التبرك بها إذا لم يرد معلقها بتعليقها مدافعة العين, وهذا معناه قبل أن ينزل به شيء من العين ولو نزل به شيء من العين جاز الرقي عند مالك وتعليق الكتب)
Artinya: Malik berkata: Boleh menggantungkan kitab yang
mengandung nama-nama Allah pada leher orang yang sakit untuk tabarruk (mendapat
berkah) asal menggantungkannya tidak dimaksudkan untuk mencegah bala/penyakit.
Ini sebelum turunnya bala/penyakit. Apabila terjadi bala, maka boleh melakukan
ruqyah dan menggantungkan tulisan di leher.
3. Madzhab Syafi'i berpendapat boleh. Imam Nawawi dalam kitab Al-Majmu Syarhul Muhadzab IX/77 menyatakan:
3. Madzhab Syafi'i berpendapat boleh. Imam Nawawi dalam kitab Al-Majmu Syarhul Muhadzab IX/77 menyatakan:
روى البيهقي بإسناد صحيح عن سعيد بن المسيب أنه كان يأمر بتعليق القرآن , وقال : لا بأس به , قال البيهقي: هذا كله راجع إلى ما قلنا: إنه إن رقى بما لا يعرف, أو على ما كانت عليه الجاهلية من إضافة العافية إلى الرقى لم يجز وإن رقى بكتاب الله آو بما يعرف من ذكر الله تعالى متبركا به وهو يرى نزول الشفاء من الله تعالى لا بأس به والله تعالى أعلم
Artinya: Baihaqi meriwayatkan hadits
dengan sanad yang sahih dari Said bin Musayyab bahwa Said memerintahkan untuk
menggantungkan Quran dan mengatakan "Tidak apa-apa". Baihaqi berkata:
Ini semua kembali pada apa yang kita katakan: Bahwasanya apabila ruqyah
(pengobatan) dilakukan dengan sesuatu yang tidak diketahui atau dengan cara
jahiliyah maka tidak boleh. Apabila
ruqyah dilakukan dengan memakai Al-Quran atau dengan sesuatu yang dikenal
seperti dzikir pada Allah dengan mengharap berkahnya dzikir dan berkeyakinan
bahwa penyembuhan berasal dari Allah maka tidak apa-apa.
4. Madzhab Hambali berpendapat boleh. Al-Mardawi dalam kitab Tash-hihul Furu' II/173 menyatakan:
4. Madzhab Hambali berpendapat boleh. Al-Mardawi dalam kitab Tash-hihul Furu' II/173 menyatakan:
( قال في آداب الرعاية : ويكره تعليق التمائم ونحوها, ويباح تعليق قلادة فيها قرآن أو ذكر غيره , نص عليه , وكذا التعاويذ , ويجوز أن يكتب القرآن أو ذكر غيره بالعربية , ويعلق على مريض , ( وحامل ) , وفي إناء ثم يسقيان منه ويرقى من ذلك وغيره بما ورد من قرآن وذكر ودعاء
Artinya: Dalam kitab Adabur Ri'ayah
dikatakan: Hukumnya makruh menggantungkan tamimah dan semacamnya. Dan boleh
menggantungkan/memakai kalung yang berisi ayat Quran, dzikir, dll. Begitu juga
pengobatan. Juga boleh menulis ayat Quran dan dzikir dengan bahasa Arab dan
digantungkan di leher yang sakit atau wanita hamil. Dan (boleh dengan)
diletakkan di wadah berisi air kemudian airnya diminum dan dibuat pengobatan
(ruqyah) dengan sesuatu yang berasal dari Quran, dzikir atau do'a.
Salah satu kesimpulan yang dapat
diambil dari penjelasan diatas setelah ditelaah berdasarkan dalil-dalil yang
ada adalah, bahwasanya segala sesuatu terjadi atas Ijin Allah, dan kesembuhan
datangnya dari Allah semata. Apapun yang kita minta, maka sebaik-baiknya
permintaan adalah kepada Allah, dan bila datangnya pertolongan tersebut adalah
karena Ijin Allah semata, bukan karena suatu “benda” maupun hal lainnya. Sebab,
bila kita mengatakan / beranggapan bahwa terjadinya sesuatu/kesembuhan/musibah
karena suatu benda/sebab lain, maka keyakinan TAUHID kita bisa bergeser /
berkurang, bahkan bisa mengarah kepada Kafir/Musyrik, karena meyakini ada
kekuatan lain yang bisa sebanding / menandingi dari kekuatan Allah.
Namun untuk kehati-hatian, terutama
terhadap para pemakai JIMAT yang isinya adalah ayat-ayat Qur’an, adalah lebih
baik ditinggalkan, karena sewaktu-waktu setan dapat menggoda kita melalui
bisikan-bisikan halusnya, dengan membuat kita yakin, dikarenakan JIMAT yang
berisikan ayat Qur’an itulah yang membuat kita sehat/selamat dan penuh
keberkahan (hidupnya). Jadi semata-mata demi menjaga kehati-hatian dalam aqidah
TAUHID kita, marilah kita selalu hanya menggantungkan segala sesuatu urusan
hanya kepada ALLAH dengan banyak berdzikir dengan lisan dan hati kita daripada
menggunakan JIMAT yang isinya (walaupun adalah) ayat-ayat Quran.
Semoga keimanan kita semua selalu
bisa terjaga hingga akhir hayat menjemput kita..amin…
Wa Shallallahu ‘Ala Nabiyyina
Muhammadin wa ‘Ala Alihi wa Shahbihi ajmain.
Demikian. Wallahu A’lam
Diambil dari Situs Ustadz Farid
Nu’man dan beberapa situs lainnya dengan sedikit edit/tambahan kalimat pembuka,
tanpa merubah/menambah dalil-dalil yang ada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar