PERKATAAN-PERKATAAN sinonim dengan "bakhil" ialah "kedekut", "kikir" dan "lokek". Dalam konteks agama Islam, maksud bakhil lebih dikhususkan kepada sifat atau keadaan seseorang yang berat hati dan tangan, amat sayang atau langsung tidak mau membelanjakan hartanya atau apa yang dimilikinya sebagai sedekah, zakat, pertolongan, bantuan atau derma, baik kepada orang perseorangan (kadang-kadang kepada dirinya sendiri) yang memerlukan bantuannya atau kepada keluarga atau kepada orang banyak (masyarakat) yang mengusahakan prilaku kebajikan, khususnya dalam hal yang berkaitan dengan urusan menegakkan agama, meninggikan syi'ar Islam atau urusan yang berkaitan dengan kehidupan di akhirat.
Sikap dan tindakan orang bakhil seperti yang demikian itu adalah amat bertentangan dengan anjuran Allah Ta'ala sebagaimana yang dimaksudkan dalam firman-firmanNya.
Dan bertolong menolonglah kamu dalam berbuat kebajikan dan ketakwaan dan janganlah kamu bertolong menolong dalam berbuat dosa dan kemungkaran. (QS. 5:2)
Justru, sifat bakhil itu amat dicela oleh agama Islam. Allah Ta'ala berfirman, maksudnya :
Janganlah orang-orang yang bakhil dengan apa yang Allah kurniakan kepada mereka dari kurnia-Nya mengira bahwa kebakhilan itu baik bagi diri mereka. Tidak, bahkan buruk bagi mereka. Akan dikekangkan harta yang dibakhilkan itu ke leher mereka pada hari kiamat_ (QS. 3:180).
Di dalam hadits dikatakan,
Takutlah kamu akan bakhil, karena bakhil itu pernah membinasakan orang-orang dahulu dari kamu, sehingga mereka suka mengalirkan darah sesama mereka dan menghalalkan segala yang di haramkan ke atas mereka.
Tidak masuk syurga orang yang bakhil, penipu, pengkhianat dan orang jahat perangainya.
Sifat bakhil itu berawal dari sikap terlalu sayang harta yang juga dicela oleh syara', karena cinta harta itu bisa mengakibatkan kelalaian pada mengingat Allah, mengerjakan ibadat dan memalingkan mata hati kepada dunia semata-mata.
Firman_ Allah S.W.T.
Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta kamu dan anak- anak kamu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Dan barang siapa_ berbuat demikian, maka mereka adalah orang-orang yang rugi._ (QS._ 63:9).
Kamu sekalaian telah dilalaikan oleh perlombaan memperbanyak harta. (QS. 105:1).
Dalam sebuah hadits dikatakan:
Tiada dua ekor serigala yang berbahaya kepada kelompok kambing, lebih banyak kerusakannya daripada kerusakan agama seseorang muslim yang amat mencintai kehormatan, harta dan pangkat.
Tergolong dalam kategori orang yang mencintai harta ialah orang-orang yang tidak berharta tetapi hatinya mencintai harta dan orang-orang berharta yang tidak jelas kebakhilan mereka namun ternyata mereka terlalu mencintai harta mereka. Orang yang mencintai harta tetapi berlagak sebagai pemurah atau memperlihatkan perbuatan bermurah hati supaya disebuat orang sebagai pemurah (riya' )juga dianggap sebagai orang yang bakhil dan dia dicela oleh syara', karena riya' dan mencintai harta itu adalah tercela.
Terlalu mencintai harta membawa kepada sikap tamak menuntut harta sedangkan tamak itu sendiri adalah sifat tercela. Tamak menuntut harta itu membawa kepada kelalaian dalam mengerjakan ibadah dan mengingat Allah Ta'ala.
Meskipun demikian, harta itu sendiri bukan tercela dan tidak harus dijauhi. Dalam keadaan tertentu, menuntut dan memiliki harta itu tidak tercela, malah dianjurkan. Kata Imam al-Ghazali r.a "Awalnya harta ada kalanya dipuji oleh syara' adakalanya dicela oleh syara'. Harta yang dipuji oleh syara' itu ialah harta yang sebagian daripadanya disedekahkan, dijadikan bekal untuk menunaikan ibadah, umpamanya ibadah haji, dan harta yang dibelanjakan untuk manfaat akhirat. Harta yang dicela oleh syara' ialah harta yang dibelanjakan untuk perbuatan-perbuatan maksiat dan untuk memenuhi nafsu yang tidak membawa manfaat akhirat".
Jadi, harta itu tidak bisa dikatakan buruk semuanya ataupun baik semuanya. Dalam al-Qur'an terdapat juga ayat-ayat yang bermaksud menunjukkan gambaran yang baik tentang harta. diantaranya :
Diwajibkan ke atas kamu apabila salah seorang dari kamu didatangi maut jika dia meninggalkan kebaikan (harta) berwasiat untuk iba bapa dan kaum kerabat secara baik (adil)._(QS. 2:180).
Dan Dia (Allah) membanyakkan harta dan anak-pinak kamu dan Dia mengadakan bagi kamu kebun-kebun dan menciptakan bagi kamu sungai-sungai.-(QS.71:12).
Didalam sebuah hadits, mafhumnya:
Sebaik-baik harta yang baik itu untuk orang yang baik pula.
Binasalah orang yang mengumpulkan harta kekayaan kecuali orang yang membelanjakannya kepada hamba-hamba Allah (orang-orang berhajat kepadanya).
Yahya bin Mu'az berkata,
"Harta itu laksana kala jengking, jika tidak pandai memeliharanya, janganlah engkau menyimpannya, sebab jika ia menyengat niscaya matilah engkau disebabkan bisa racunnya". Ketika ditanya bagaimana cara memeliharanya, Yahya menjawab, "Mengambilnya di tempat yang halal, lalu membelanjakannya pada tempat yang hak atau benar".
Ternyata harta dan usaha mencari harta itu bisa jadi baik dan bisa jadi buruk, bergantung kepada cara mencari harta itu dan tujuan penggunaanya. Terlalu cinta harta (tamak), memburunya sampai melalaikan dan membawa kepada bakhil atau harta itu dibelanjakan kepada perkara yang sia-sia, maka harta itu menjadi buruk.
Karena itu, orang yang terlibat (pencari dan pemilik harta) perlulah mengetahui faedah dan bencana harta itu.
(a) Faedah Harta:
Untuk diri sendiri dan keluarga dalam urusan yang berkaitan dengan ibadat :
Dibelanjakan untuk menuntut ilmu, menunaikan fardhu haji atau keperluan hidup sehari-hari
Faedah untuk orang lain (masyarakat):
Untuk menunaikan pengeluaran zakat dan sedekah.
Membayar (upah) kepada orang lain.
Sumbangan untuk projek-projek tertentu bagi kebajikan orang banyak dan meninggikan syi'ar Islam ( wakaf atau sedekah jariyah).
Memberi hutang kepada yang orang benar-benar memerlukannya untuk urusan yang tidak bertentangan dengan syara'.
(b) Bencana Harta:
Bisa menyebabkan pencari / pemiliknya menjadi hamba harta, tamak dan bakhil.
Harta kekayaan yang banyak bisa menyebabkan seseorang itu menjadi takabbur, sombong dan ujub, sebagaimana berlaku pada Qarun.
Harta bisa mempengaruhi pemiliknnya melakukan perbuatan-perbuatan maksiat, mendorong hawa nafsu untuk mencapai nikmat yang diharamkan oleh syara' atau yang halal dengan cara yang haram atau pun secara mewah atau berlebih-lebihan (al-fudhul).
Melalaikan dari mengingat Allah. Lalu menjadi acuh dalam mengerjakan ibadah kepada Allah.
Kembali kepada bakhil, lawan bakhil itu ialah murah hati (sakha). Sifat murah hati adalah sifat ya ng terpuji di sisi syarak.
Allah s.w.t berfirman, mafhumnya :
Barangsiapa terpelihara diri mereka daripada bakhil maka merekalah yang orang-orang mendapat kemenangan (beruntung). (QS._ 59:9).
Rasulullah s.a.w bersabda, mafhumnya:
Pemurah hati yang jahil lebih dikasih oleh Allah Ta'ala_ daripada abid yang bakhil.
Murah hati itu adalah pohon yang tumbuh di dalam syurga, maka tidak masuk syurga itu melainkan orang yang murah hati. Dan bakhil itu adalah pohon yang tumbuh di dalam neraka maka tidak masuk neraka itu melainkan orang yang bakhil.
Dua sifat yang dikasihi oleh Allah ialah akhlak yang luhur dan dermawan.
Sedangkan dua sifat Yang dibenci oleh Allah ialah Akhlak yang jahat dan kebakhilan. Dan apabila Allah menghendaki diri seseorang itu kebajikan didorongkan-Nya agar dia menunaikan keperluan-keperluan orang banyak.
Tiada kurang harta karena memberi sedekah, tiada hina orang yang sabar ketika dizalimi, malah bertambah mulia.
Menurut ulama, orang yang murah hari (dermawan) itu dekat kepada Allah, dekat dengan manusia dan dekat dengan syurga tetapi jauh dari neraka. Orang yang bakhil itu jauh dari Allah, jauh dari manusia dan jauh dari syurga tetapi dekat dengan neraka. Orang jahil yang dermawan lebih dicintai oleh Allah daripada orang alim yang bakhil. Ingatlah penyakit yang paling parah sekali ialah bakhil.
Selanjutnya ulama mengatakan : Meninggalkan sifat bakhil itu menjadi murah hati. Murah hati itu membawa kepada banyak memberi sedekah. Banyak memberi sedekah itu membawa kepada kasih sesama manusia. Kasih sesama manusia itu alamat kasih Allah Ta'ala karena asal kasih manusia itu dari kasih Allah Ta'ala. Kasih Allah Ta'ala itu memasukkan hamba Allah tersebut dalam syurga tanpa hisab.
Ulama membagi manusia kepada empat golongan berdasarkan keadaan dan sikap mereka dalam hal yang berkaitan dengan ilmu dan harta :
(1) Golongan manusia yang dikurniakan Allah Ta'ala ilmu dan harta. Mereka takut akan Allah dan sadar harta itu hak Allah, lalu sebagian dibelanjakan di jalan Allah. Inilah golongan manusia pilihan.
(2) Golongan manusia yang dikurniakan Allah Ta'ala ilmu tanpa harta, tetapi mereka berniat akan berbelanja di jalan Allah jika berharta. Niat ini mendapat ganjaran pahala.
(3) Golongan manusia yang dikurniakan Allah Ta'ala harta tanpa ilmu dan bakhil lagi. Inilah sejahat-jahat manusia
(4) golongan manusia yang tidak dikurniakan Allah harta dan ilmu, dan berniat hendak berbelanja untuk tujuan keduniaan kalau berharta. Mereka berdosa juga.
Wallahua'lam bishowab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar