Selasa, 12 Juli 2011

Ringkasan tafsir ayat 22-24 surah Al Hadiid tentang qadha, qadar,

Assalamu’alaikum warrohmatullahiwabarokaatuh..

Berikut ada ringkasan Tafsir Al Hadiid, ayat 22-24, yang isinya bertema tentang informasi dari Allah, bahwa segala sesuatu yang terjadi telah ada dalam induk Kitab (Lauhul Mahfuzh), jauh sebelum manusia diciptakan, dan hal ini semata-mata adalah mudah bagi Allah.

Kita tahu, bahwa kadang kala kita terkena bala musibah, ataupun mendapat kesenangan (kenikmatan hidup di dunia). Semua hal yang terjadi ini, sesungguhnya telah ada dalam Lauhul Mahfuzh, jauh sebelum manusia diciptakan di dunia. Apa hikmah semua ini, semata-mata agar kita selalu bersyukur bila mendapat nikmat, dan bersabar bila mendapat musibah, karena semua ini semata-mata adalah ujian dari Allah (baik itu nikmat maupun musibah).

Untuk lebih jelasnya marilah kita melihat ringkasan tafsir surah Al Hadiid ayat 22 sampai 24 ini dari beberapa muffassirin.

Semoga bermanfaat.

Surah Al Hadiid ayat 22 s/d 24

Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (22) (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri,(23) (yaitu) orang-orang yang kikir dan menyuruh manusia berbuat kikir. Dan barangsiapa yang berpaling (dari perintah-perintah Allah) maka sesungguhnya Allah Dia-lah Yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji.(24)

Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir (Tafsir Al Qur’an al-Azhim, Ibnu Katsir) ayat 22-24

Allah SWT menceritakan tentang takdir-Nya yang telah ditetapkan ter¬hadap makhluk-Nya sebelum Dia memulai menciptakannya. Allah SWT berfirman,

“Tidak ada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan tidak pula pada dirimu sendiri.” Yakni, di ufuk maupun di dalam diri kalian, “Melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya.” Yakni, sebelum Kami (Allah) menciptakan manusia dan makhluk hidup lainnya.

Qatadah mengatakan: “Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa dibumi.” Lebih lanjut ia mengatakan: “Yakni, musim kemarau” “Dan tidak pula (pada) dirimu sendiri,” Qatadah berkata: “Yakni lapar dan rasa sakit.” Kemudian ia mengata¬kan. “Telah sampai kepada kami bahwasanya tidak ada seorang pun yang tertimpa musibah dengan tertusuk kayu, kakinya terkena batu dan uratnya putus melainkan disebahkan oleh suatu dosa, dan yang dimaafkan oleh Allah adalah lebih banyak.”

Ayat yang agung ini adalah dalil paling nyata untuk mematahkan paham Qadariyyah yang menafikan pengetahuan Allah yang ada sebelumnya.

Imam Ahmad meriwayatkan dari 'Abdullah bin 'Amr bin al-' Ash RA, ia berkata “Aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda ‘Sesungguhnya Allah SWT telah menetapkan takdir-takdir (ketentuan) makhluk Lima puluh ribu tahun sebelum langit dan bumi diciptakan.’”

Muslim meriwayatkan di dalam kitab Shahihnya dari hadits 'Abdullah bin Wahb. Ibnu Wahb menambahkan “Dan adalah 'Arsy-Nya berada di atas air”

Firman-Nya, “Sesungguhnya yang demikian adalah mudah bagi Allah.”

Artinya, bahwa ilmu Allah (Allah mengetahui) tentang segala sesuatu sebelum penciptaan dari penulisannya orang pasti sesuai dengan kejadian yang ada pada saat kejadian itu terjadi. Dan itu adalah mudah bagi Allah, karena Dia mengetahui yang telah dan akan terjadi, dan sesuatu yang tidak akan terjadi dan kalau saja terjadi, dan bagaimana terjadinya Allah SWT telah mengetahuinya.

Dan firman Allah SWT, “Supaya kamu jangan berduka terhadap apa yang luput darimu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu”

Maksudnya, Kami telah memberitahukan kepada kalian tentang pengetahuan Kami yang lebih dahulu ada, dan penulisan (perencanaan) Kami tentang segala sesuatu sebelum diadakannya dan ketetapan Kami terhadap alam ini sebelum diwujudkannya agar kalian mengetahui bahwa apa yang menimpa diri kalian bukan untuk menyalahkan diri kalian, dan apa yang tidak ditujukan kepada kalian, maka tidak akan pernah menimpa kalian. Oleh karena itu, janganlah kalian berputus asa terhadap sesuatu yang luput dari kalian, karena jika Dia menetapkan suatu, sudah pasti akan terjadi,

“Dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu”

Yakni, yang datang kepada kalian. Dengan kata lain, janganlah kalian membanggakan diri atas orang lain karena nikmat yang telah diberikan Allah SWT kepada kalian. Karena nikmat itu datang bukan karena usaha dan jerih payah kalian, tetapi ia datang karena sudah menjadi ketetapan Allah SWT sekaligus sebagai rizki- Nya yang diberikan kepada kalian. Janganlah kalian menjadikan nikmat Allah SWT itu untuk suatu kejahatan, kesombongan dan berbangga diri atas orang lain.

Oleh karena itu, Allah SWT berfirman, “Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang Sombong dan membanggakan diri”

Maksudnya, membangga-banggakan diri, sombong dan merasa lebih tinggi dan orang lain.

‘Ikrimah mengatakan: “Tidak ada seorang pun melainkan akan merasakan bahagia dan sedih. Tetapi, jadikanlah kebahagiaan ini sebagai wujud rasa syukur, dan jadikanlah pula kesedihan sebagai kesabaran”

Selanjutnya, Allah SWT berfirman,

“(Yaitu) orang-orang yang kikir dan menyuruh manusia berbuat kikir”

Yakni, mereka mengerjakan kemungkaran dan mendorong orang lain untuk mengerjakannya pula. “Dan barangsiapa yang berpaling” yakni dari perintah-perintah Allah dan ketaatan kepada Nya “Maka sesungguhnya Allah, Dia lah yang Mahakaya lagi Mahaterpuji”

Ringkasan Tafsir Al-Jami’li Ahkam, Al Qurthubi ayat 22-24

Ibnu Abbas berkata, "Ketika Allah SWT menciptakan qalam, maka Allah berkata kepadanya, ‘Tulislah’ maka qalam pun menulis apa-apa yang ditakdirkan oleh-Nya sampai hari kiamat." Karena ayat ini maka banyak orang-orang yang mempunyai keutamaan tidak rneminum obat ketika mereka sakit, mereka hanya percaya dan tawakkal kepada Rabb mereka, mereka berkata, 'Allah SWT telah menakdirkan waktu-waktu sakit dan waktu-waktu sehat, walaupun makhluk berusaha keras untuk mengurangi atau menambahi waktu-waktu tersebut maka mereka tidak akan mampu.’

Firman Allah SWT

"Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya."

Ada yang mengatakan, bahwa ayat ini berkaitan dengan ayat sebelumnya, yaitu Allah SWT mempermudah jihad mereka, dari pembunuhan dan luka-luka, serta Allah SWT menjelaskan pula kepada mereka bahwa jika mereka meninggalkan jihad demi menjaga harta adalah merupakan suatu kerugian, apa-apa yang telah digariskan serta ditakdirkan tidak dapat ditolak, kewajiban bagi seseorang hanyalah melaksanakan perintah Allah SWT, lalu Allah SWT mendidik mereka dengan berfirman,

"(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu,"

Maksudnya, agar kalian tidak bersedih atas kehilangan rezeki, yang demikian itu agar orang-orang mengetahui bahwa rezeki yang luput dart mereka tidak boleh membuat mereka bersedih.

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA, Nabi SAW bersabda, "Salah seorang dari kalian tidak akan merasakan manisnya iman, sampai ia mengetahui bahwa apa-apa yang menimpanya bukanlah karena suatu kesalahannya dan kesalahan yang ia kerjakan bukanlah karena suatu hal yang menimpanya," kemudian beliau membaca firman Allah SWT,

"(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu,''

Agar kalian tidak bersedih atas apa yang luput dari kalian dari (harta) dunia.

Firman-Nya,“…..dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu."

Yaitu dari harta dunia, demikianlah yang dikatakan Ibnu Abbas RA, Said bin Jubair RA berkata, “Yakni dari kesehatan dan kemewahan,” ‘Ikrimah meriwayatkan dari Ibnu Abbas RA, ia berkata, “Tidak ada dalam diri seseorang, kecuali ia berada di antara dua keadaan, yaitu bersedih dan bergembira, tetapi pribadi seorang mukmin, ia akan menghadapi setiap musibah yang menimpanya dengan kesabaran, dan ghanimahnya (nikmatnya) dengan rasa syukur, kesedihan dan kegembiraan yang tidak diperbolehkan adalah yang berlebihan dan melampaui batas,”

Allah SWT berfirman, “Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri,”

Yakni orang yang menyombongkan diri dari apa yang diberikannya dari harta dunia, dia berbangga diri di hadapan orang lain. Ja'far Muhammad Shadiq berkata, "Wahai anak Adam, mengapa engkau bersedih atas sesuatu yang hilang darimu, yang mana hal itu tak bisa kau elakkan, atau engkau bergembira atas apa yang ada padamu, padahal hal tersebut tidak lepas dari kematian yang akan mengintaimu," Baraz bin Jamhar pernah ditanya oleh seseorang, "Wahai Hakim, mengapa engkau tidak bersedih atas apa yang luput darimu, dan tidak bergembira atas apa yang engkau dapatkan?." Dia menjawab, "Karena air mata tak akan bisa mengembalikan semua yang luput dariku, dan kebahagiaanku tidak dapat membuat apa yang aku miliki akan kekal."

Al Fudhail bin Iyadh mengatakan berkaitan dengan makna ini, "Dunia itu adalah sesuatu yang binasa sekaligus sesuatu yang bermanfaat, apa yang telah binasa tak akan bisa kembali, dan apa yang bermanfaat sangat mungkin hilang."

Firman Allah SWT, “(yaitu) orang-orang yang kikir, dan menyuruh manusia berbuat kikir”

Yaitu mereka melarang orang lain mengajarkan ilmunya kepada sesamanya.

Zaid bin Aslam berkata, "Maksud kikir di sini adalah kikir terhadap menunaikan hak Allah SWT." Ada yang mengatakan juga, kikir di sini maksudnya, kikir untuk bersedekah dan memenuhi hak-hak, sebagaimana yang dikatakan oleh Amir bin Abdillah Al Asy'ari,

Thawus berpendapat, kikir di sini adalah kikir dari apa yang dimilikinya, tiga makna ini saling berdekatan, para pengikut kalangan terhormat (ulama) membedakan antara kikir dan dermawan dengan dua perbedaan:
1. Orang kikir adalah orang yang menikmati harta yang ia tahan, sedangkan dermawan adalah orang yang menikmati harta yang ia dermakan.
2. Orang kikir adalah orang yang memberi apabila diminta, sedangkan dermawan adalah orang yang memberi tanpa diminta.

“Dan Barangsiapa yang berpaling (dari perintah-perintah Allah),” yakni dari keimanan “Maka sesungguhnya Allah, tidak membutuhkannya.”

Dapat pula diartikan, bahwa ketika Allah SWT menyuruh mereka agar bersedekah, Allah SWT juga memberitahukan bahwa orang yang kikir dan memerintahkan orang lain kepada kekikiran, maka Allah SWT tidak membutuhkan mereka semua.

Ringkasan Tafsir Al Aisar Syaikh Abu Bakar Jabir Al Jazairi ayat 22 – 24


Ayat-ayat ini masih berisi pengarahan dan bimbingan untuk orang-orang yang beriman kepada sesuatu yang akan menambah kesempurnaan dan kebahagiaan.

Allah Ta'ala berfirman, "Tiada suatu bencana pun yang menimpa, " maksudnya yang menimpamu, wahai orang-orang yang beriman di muka bumi ini, seperti kelaparan, kekeringan, badai dan hama yang menyerang tanaman dan, "(tidak pula) pada dirimu sendiri," seperti sedang sakit dan anakmu meninggal dunia, maka semua ini telah tertulis di Lauh Mahfuzh dengan sangat terperinci; seperti jumlah, keadaan, waktu dan tempatnya. "Sebelum Kami menciptakannya," sebelum Allah menciptakannya.

Firman-Nya, "Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah," Pengetahuan Allah tentang hal tersebut, pencatatan, dan penciptaan tepat pada waktunya, menurut Allah hal ini sangatlah mudah.

Firman-Nya, "(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita," Kami menjelaskan hal ini kepadamu setelah Kami mentakdirkan dan memutuskannya agar kamu tidak merasa bersedih (menangisi) sesuatu yang berharga yang telah hilang, dan jangan bergembira (melampui batas) dengan sesuatu yang kamu terima (dapatkan).(Setelah Allah menjelaskan hal ini (akibat mencintai dunia yang fana) kepada para kekasih-Nya yaitu orang-orang yang beriman, maka Allah pun menjelaskan kepada mereka agar bersemangat untuk bersikap zuhud terhadap dunia dan menjauhinya. Semua yang menimpa manusia seperti kefakiran, penyakit, dan rasa takut yang terkadang berujung pada kematian, semuanya telah ditulis oleh Allah sejak zaman dahulu dan semua ini pasti akan terjadi tidak bisa dihindari yang tidak perlu disesali. Sebagaimana kebalikan dari itu yaitu banyaknya harta dan anak-anak tidak perlu dibanggakan. Oleh karena itu, berusahalah untuk bisa mengalahkan dunia dan memenangkan akhirat.) Adapun gembira (syukur nikmat) hukumnya boleh, karena Allah telah memberikan nikmat untuk disyukuri.

Firman-Nya, "Dan Allah SWT tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri," (Ketika Allah memberitakan'kepada para wali-Nya agar tidak mencintai orang-orang yang sombong dan angkuh, sesunguhnya hal ini adalah dorongan (anjuran) untuk tidak mencintai dunia yang fana ini karena akan mengganjal dirinya untuk mendapatkan kesempurnaan dan kebahagian di akhirat kelak). Allah SWT telah memperingatkan para kekasih-Nya dari dua perkara yang sangat buruk yang tidak pantas dimiliki orang-orang yang beriman, yaitu sikap sombong dan membanggakan diri di hadapan manusia dengan sesuatu yang tidak didapatkan oleh orang lain.

Firman-Nya, "(yaitu) orang-orang yang kikir dan menyuruh manusia berbuat kikir," ayat ini merupakan penjelasan tentang orang-orang yang tidak disukai oleh Allah SWT, yaitu orang-orang yang sombong dan membanggakan diri ditambah dengan menyebutkan dua sifat buruk (lainnya) yaitu kikir dan tidak mau menyedekahkan hartanya (yang wajib), kemudian menyuruh dan mengajak orang lain untuk berbuat kikir juga. Tidak cukup dengan kekikiran mereka yang tidak mau mengeluarkan yang wajib (seperti zakat), bahkan mereka pun menyuruh orang lain untuk melakukan hal yang sama dengan dirinya.
Kita berlindung kepada Allah dari keempat penyakit tersebut.

Firman-Nya, "Dan barangsiapa yang berpaling, "(Di dalam ayat ini terdapat peringatan dari sikap berkeluh kesah dan sikap tidak sabar ketika meniti jalan menuju Allah, yaitu dengan meninggalkan dunia yang fana ini. Allah telah mengingatkan mereka bahwa larinya mereka dari jalan menuju akhirat karena telah rela dan senang dengan dunia fana ini, maka hal tersebut akan menyebabkan Allah akan meninggalkan mereka. Sesungguhnya Allah Mahakaya, Maha Terpuji, tidak membutuhkan kataatan dan pujian dari mereka) artinya berpaling dari keimanan, ketaatan dan tidak mau melaksanakan perintah dan anjuran-Nya, "maka sesungguhnya Allah Dia-lah yang Mahakaya," dari semua hamba-hamba-Nya, karena kekayaan-Nya murni tidak bersumber dari pihak (makhluk) lain. "Maha Terpuji," Maha Terpuji dengan segala keagungan, keindahan, dan kenikmatan yang diberikan kepada seluruh hamba-Nya.

Pada intinya, isi dari Surat Al Hadiid ayat 22-24 adalah berkisar tentang :
1. Penetapan tentang qadha dan qadar.
2. Penjelasan tentang hikmah mengetahui dan mengimani qadha dan qadar.
3. Larangan bersikap sombong, membanggakan diri, kikir, serta menyuruh orang bersikap kikir.
4. Penjelasan tentang keutamaan dan nikmat Allah terhadap manusia.

Semoga kita bisa terlindung dari sifat sombong, membanggakan diri, kikir serta menyuruh orang bersikap kikir..na’udzubillah.

Wallahua’alam bishowab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar