Tampilkan postingan dengan label TAUHID. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label TAUHID. Tampilkan semua postingan

Senin, 03 Oktober 2011

Benarkah Kalimat Tauhid dapat Menjamin Surga untuk Kita


Abdullah, Waki' berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, sedangkan Ibnu Numair berkata, "Saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:"Barangsiapa meninggal dalam keadaan menyekutukan Allah dengan sesuatu, maka ia masuk neraka." Dan aku berkata, "Orang yang meninggal dengan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu (niscaya) masuk surga." (HR Muslim)

Benarkah Kalimat Tauhid dapat Menjamin Surga untuk kita?

Bila kita melihat statement diatas, seakan-akan orang  hanya cukup dengan bekal Tauhid saja tanpa memikirkan ibadah yang lain. Namun, bila kita telaah dan kita cermati lebih dalam, ternyata sungguh benar, bahwa Tauhid adalah Kunci Utama yang akan menyebabkan kita masuk  surga atau tidak. Mengapa demikian, berikut akan diberikan sedikit penjelasan, (diringkas dari banyak penjelasan) mengapa Tauhid adalah Kunci Utama yang membuat seseorang masuk surga atau tidak.

Ibn Abbas RA berkata, "Dikala Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengutus Mu'adz RA ke negeri Yaman, Nabi SAW berpesan: "Wahai Mu'adz, engkau mendatangi kaum ahli kitab, maka jadikanlah materi dakwah pertama-tama yang engkau sampaikan adalah agar mereka mentauhidkan Allah ta'ala. Jika mereka telah sadar terhadap hal ini, beritahulah mereka bahwa Allah mewajibkan lima shalat kepada mereka dalam sehari semalam. Jika mereka telah shalat, beritahulah mereka bahwa Allah mewajibkan zakat harta mereka, yang diambil dari yang kaya, dan diberikan kepada yang miskin, dan jika mereka telah mengikrarkan yang demikian, ambilah harta mereka dan jagalah harta mereka yang kesemuanya harus dijaga kehormatannya.” (HR Bukhari) 

Dalam hadits diatas jelas-jelas diceritakan dari Ibnu Abbas RA bahwa  Tugas Utama Mu’adz RA pertama-tama kali adalah menyampaikan TAUHID, baru kemudian setelah mereka menyadari betul, baru diikuti perintah lainnya.

Mengapa begitu? Karena TAUHID adalah Perintah Allah, dan Hak Allah dimana Allah tidak mau di sekutukan dengan selain NYA, sebagaimana tercantum dalam hadits dibawah ini,

Mu'adz bin Jabal RA berkata,"Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Wahai Mu'adz, tahukah kamu hak Allah atas hamba?" "Allah dan rasul-Nya yang lebih tahu, " Jawab Mu'adz RA. Nabi SAW bersabda lagi: "Yaitu agar mereka beribadah kepada-Nya dengan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Tahukah engkau apa hak mereka atas Allah?" tanya Nabi selanjutnya."Allah dan Rasul-Nya yang lebih lebih tahu." Jawab Mu'adz RA. Nabi SAW bersabda:"Yaitu agar Dia tidak menyiksa mereka." (HR Bukhari)

Itulah sebabnya mengapa Qur’an diturunkan pertama tama membahas tentang TAUHID (Meng esakan Allah). Selama 13 Tahun Qur’an diturunkan di Mekkah (dikenal dengan ayat-ayat Makkiyyah) ditekankan tentang masalah TAUHID ini (Bisa dilihat salah satunya dalam Surah Thuur, yang diturunkan pada periode di Mekkah)

Ayat-ayat Makkiyyah ini (Surah Makkiyyah) pada umumnya berisi tentang pemantapan atau penguatan tauhid dan akidah yang lurus, khususnya yang berkaitan dengan tauhid uluhiyah dan iman kepada hari kebangkitan, karena orang yang diajak bicaranya mayoritas mengingkari hal tersebut.

Sesungguhnya hal ini (Tauhid) juga sangatlah perlu untuk ditekankan dalam berda’wah maupun ibadah sehari-hari.  Kenapa demikian? Karena sesungguhnya dijaman yang  modern dan hedonis ini dimana segala sesuatunya diukur dengan banyaknya harta yang kita miliki, banyak para manusia telah “bergeser akidah Tauhidnya”. Banyak manusia yang beragama Islam, namun dalam praktek  sehari-harinya masih tercampur dengan Syirik-syirik, baik Syirik besar (dengan adanya  upacara-upacara selamatan seperti yang ada di Yogyakarta, Solo, Cirebon dan lainnya) maupun syirik kecil (mengagungkan sesuatu, seperti mengagungkan pekerjaan maupun harta/uang, sehingga terbersit dalam hati/yakin dalam hati, bahwa rejeki itu dari perusahaan “A” atau perusahaan “B”, bangga bekerja diperusahaan “A” atau perusahaan “B”)

Kita lupa bahwa sesungguhnya yang memberikan rezeki  itu adalah ALLAH, sedangkan perusahaan tempat kita bekerja adalah salah satu sarana  datangnya rejeki (bukan sebab  adanya rejeki tsb). Sehingga bila  kita harus “keluar” dari perusahaan tersebut,  bukan berarti Rezeki kita berhenti, karena rezeki  itu sesungguhnya dari Allah, sebagaimana tertulis  dalam ayat Al Qur’an,

Katakanlah: "Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan dari bumi?" Katakanlah: "Allah", dan sesungguhnya kami atau kamu (orang-orang musyrik), pasti berada dalam kebenaran atau dalam kesesatan yang nyata. (Surah Saba’:24)

Sangatlah jelas, dalam ayat diatas, dikatakan bahwa yang member rejeki adalah ALLAH, namun  pada kenyataannya saat ini, bahwa banyak manusia “tergelincir” akidahnya dikarenakan “ketergantungannya” kepada “pekerjaanya” sebagai anggapan tempat asalnya rejeki itu.

Sebenarnya apakah syirik kecil itu? Asy-Syaikh As-Sa’di rahimahullah juga menjelaskan, “Syirik kecil adalah semua bentuk perkataan maupun perbuatan yang bisa mengantarkan kepada syirik besar, seperti ghuluw (berlebih-lebihan dalam segala  perkara) dalam mengagungkan makhluq atau sesuatu yang tidak sampai beribadah kepadanya (Misalnya mengutamakan pekerjaan diatas segala-galanya, hingga rela meninggalkan sholat dan sejenisnya), bersumpah dengan nama selain Allah, riya’ yang ringan dan yang semisalnya.” (Al-Qoulus Sadid, hal. 24, lihat Al-Qoulul Mufid ‘ala Kitabit Tauhid, Asy-Syaikh Al-‘Utsaimin rahimahullah, 1/139)

Riya disebut syrik kecil karena hal itu tidak terlihat atau tersembunyi dan adanya dalam hati orang itu. Maka dalam hal ini hanya orang itu yang tahu dan Allah yang Maha Tahu tentang seseorang itu Riya atau tidak. Tapi pada hakikatnya menduakan Allah swt.

Dalam Hadits lain juga dijelaskan, 

Aku adalah orang yang paling tidak membutuhkan sekutu, barangsiapa yang melakukan suatu amal ibadah yang ia menyekutukan selain-ku bersama-Ku, niscaya Aku meninggalkannya dan sekutunya."(HR Muslim  dari Abi Hurairah RA)

Telah menceritakan kepada kami Anas bin Malik RA bahwa Nabi Allah SAW (dalam satu perjalanan), sedangkan Mu'adz bin Jabal RA dibonceng di atas kendaraan beliau, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam lalu memanggil: "Wahai Mu'adz!" Mu'adz RA menyahut,"Aku penuhi panggilanmu wahai Rasulullah". Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memanggil lagi: "Wahai Mu'adz!" Aku menyahut lagi, "Aku penuhi panggilanmu wahai Rasulullah". Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memanggil: "Wahai Mu'adz!" Aku menyahut lagi, "Aku penuhi panggilanmu wahai Rasulullah." Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam kemudian bersabda: "Barangsiapa yang mengucap dua Kalimah Syahadat yaitu: tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Allah dan bahwa Muhammad hamba dan utusan-Nya niscaya dia selamat dari api Neraka." Kemudian Mu'adz RA berkata,"Bolehkah aku memberitahu perkara ini kepada manusia agar mereka sebarkan berita gembira ini?" Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Kalau (berbuat) begitu, maka mereka akan bersandar dengannya." Lalu Mu'adz menyebarkan kabar tersebut menjelang kematiannya khawatir menanggung salah (karena menyembunyikan hadits)." (HR Muslim)

Sesungguhnya esensi dari Hadits diatas sangatlah dalam. Bahwa bila kita sudah meyakini tentang ajaran TAUHID ini, maka kemudian kita pastinya akan menjalankan ke 4 rukun selanjutnya (dalam rukun Islam, dimana rukun Islam yang pertama adalah tentang TAUHID)

Sangatlah tidak mungkin bila kita sudah meyakini bahwa ALLAH adalah satu-satunya zat yang perlu kita sembah, namun kita tidak mau beribadah kepadaNYA sebagai tanda Syukur atas pemberian  NYA dan janji NYA  akan surga kepada kita sesuai dengan hadits-hadits yang ada.

Oleh  karenanya, marilah kita Memurnikan TAUHID kita terlebih dahulu, dimana dijaman yang “modern”  ini, keyakinan kita sangatlah mudah tergeser dengan gemerlapnya kehidupan dunia, yang akan bisa menyebabkan kita  masuk kedalam neraka (atau bisa di cuci dosa kita dineraka dikarenakan TAUHID kita tidak sempurna, yang lamanya 1 hari di neraka sama dengan 1000 tahun di dunia…Naudzubillah min dzalik)

Demikianlah, sebabnya mengapa TAUHID adalah KUNCI UTAMA yang menyebabkan kita masuk surga.

Catatan :

Dari Ash Shunabihi dari Ubadah bin Ash Shamit bahwasanya dia berkata; Saya mengunjungi Ubadah bin ash Shamit yang sedangkan berada di (ambang) kematian, aku pun menangis, maka dia berkata; 'Tahan dulu perlahan, kenapa kamu menangis? Demi Allah, jika aku mati syahid, niscaya aku bersaksi untukmu, dan jika aku diberi syafaat yang dikabulkan, niscaya aku memberikan syafaat untukmu, dan jika aku mampu, niscaya aku memberikan manfaat untukmu'. Kemudian dia berkata; 'Demi Allah, tidaklah ada hadits yang aku dengar dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang ada kebaikannya bagi kalian, melainkan aku telah menceritakannya kepada kalian kecuali satu hadits, namun sekarang aku akan menceritakannya kepada kalian, dan sungguh aku telah mendekati ajalku. Aku telah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: \"Barangsiapa bersaksi bahwa tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Allah, dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah niscaya Allah mengharamkan neraka atasnya.\" Dan dalam hadits bab tersebut juga diriwayatkan dari Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Thalhah, Jabir, Ibnu Umar, dan Zaid bin Khalid. Dia berkata; saya mendengar Ibnu Abi Umar berkata, saya mendengar Ibnu Uyainah berkata, Muhammad bin 'Ajlan adalah seorang yang tsiqah terpercaya dalam hadits. Abu Isa berkata; 'Ini hadits hasan shahih gharib dari jalur sanad ini. Sedangkan ash Shunabihi adalah Abdurrahman bin Usailah Abu Abdullah, dan telah diriwayatkan dari az Zuhri bahwasanya dia ditanya tentang sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam: \"Barangsiapa yang mengucapkan; 'Tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Allah' niscaya dia masuk surga.' Maka dia menjelaskan; 'Hadits ini adalah pada awal Islam sebelum turunnya ibadah Fardhu, perintah dan larangan.' Abu Isa berkata; 'segi pendalilan dari hadits ini menurut sebagian ahli ilmu bahwa ahli tauhid akan masuk surga, walaupun mereka diadzab di neraka disebabkan dosa mereka, namun mereka tidak kekal di neraka. Dan telah diriwayatkan dari Abdullah bin Mas'ud, Abu Dzar, Imran bin Hushain, Jabir bin Abdullah, Ibnu Abbas, Abu Sa'id al Khudri, dan Anas bin Malik dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, bahwa beliau bersabda: \"Akan keluar sejumlah kaum dari manusia dari golongan ahli tauhid, dan masuk surga.\" Demikianlah diriwayatkan dari Sa'id bin Jubair, Ibrahim an Nakha'i, dan tidak hanya satu orang dari kalangan tabi'in dalam menafsirkan ayat ini; 'Orang-orang yang kafir itu seringkali (nanti di akhirat) menginginkan, kiranya mereka dahulu (di dunia) menjadi orang-orang muslim.' (QS. 15: 2) ' Mereka memberikan penafsiran; 'Apabila ahli tauhid dikeluarkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka berkeinginanlah orang-orang kafir bahwa seandainya mereka dahulu menjadi orang-orang muslim'. (HR Muslim)

Wallahua’alam.

Senin, 18 Juli 2011

Ternyata kesyirikan di zaman kita lebih parah…

Diantara musibah besar yang menimpa kaum muslimin dewasa ini adalah acuh terhadap urusan agama dan sibuk dengan urusan dunia. Oleh karena itu banyak diantara mereka yang terjerumus ke dalam hal-hal yang diharamkan Alloh karena sedikitnya pemahaman tentang permasalahan-permasalahan agama. Dan jurang terdalam yang mereka masuki yaitu lembah hitam kesyirikan.


Perbuatan dosa yang paling besar inipun begitu samar bagi kebanyakan manusia karena kejahilan mereka dan rajinnya setan dalam meyesatkan manusia sebagaimana yang dikisahkan Allah SWT tentang sumpah iblis,


"Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus," (Al-A'raf : 16).


Bahkan kesyirikan hasil tipu daya iblis yang terjadi pada masa kita sekarang ini lebih parah daripada kesyirikan yang terjadi pada zaman Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam..!!


Kenapa bisa demikian?


Kemusyrikan jaman dahulu hanya di waktu lapang


Sesungguhnya orang-orang musyrik pada zaman Rasulullah SAW melakukan kesyirikan hanya ketika dalam keadaan lapang saja. Namun tatkala mereka dalam keadaan sempit, terjepit, susah dan ketakutan mereka kembali mentauhidkan Allah SWT, hanya berdo'a kepada Allah SWT saja dan melupakan segala sesembahan selain Allah SWT.


Hal ini sebagaimana dikabarkan oleh Allah SWT tentang keadaan mereka,


"Dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah siapa yang kamu seru kecuali Dia, Maka tatkala Dia menyelamatkan kamu ke daratan, kamu berpaling. Dan manusia itu adalah selalu tidak berterima kasih."(Al-Isra' : 67).


"Dan apabila manusia itu ditimpa kemudharatan, dia memohon (pertolongan) kepada Tuhannya dengan kembali kepada-Nya; kemudian apabila Tuhan memberikan nikmat-Nya kepadanya lupalah dia akan kemudharatan yang pernah dia berdoa (kepada Allah SWT) untuk (menghilangkannya) sebelum itu, dan dia mengada-adakan sekutu-sekutu bagi Allah SWT untuk menyesatkan (manusia) dari jalan-Nya. Katakanlah: "Bersenang-senanglah dengan kekafiranmu itu sementara waktu; sesungguhnya kamu termasuk penghuni neraka." (Az-Zumar : 8).


Itulah keadaan musyrikin zaman dahulu, lalu bagaimana keadaan musyrikin pada zaman kita ini? Ternyata sama saja bagi orang-orang musyrik zaman kita ini, baik dalam waktu lapang ataupun sempit, tetap saja mereka menjadikan bagi Allah SWT sekutu. Tatkala punya hajatan (misalnya pernikahan, membangun rumah ataupun yang lainnya) mereka memberikan sesajen ke tempat-tempat yang dianggap keramat. Tatkala suatu ketika terkena musibah, mereka beranggapan bahwa mereka telah kuwalat terhadap yang mbaurekso (jin penunggu) kampungnya kemudian meminta ampun dan berdoa kepadanya agar menghilangkan musibah itu atau pergi ke dukun untuk menghilangkannya. Ini adalah bentuk kesyirikan kepada Allah SWT yang amat nyata. Allah SWT berfirman,


"Hanya bagi Allah-lah (hak mengabulkan) doa yang benar. Dan sesuatu yang mereka sembah selain Allah tidak dapat memperkenankan sesuatupun bagi mereka, melainkan seperti orang yang membukakan kedua telapak tangannya ke dalam air supaya sampai air ke mulutnya, padahal air itu tidak dapat sampai ke mulutnya. Dan doa (ibadah) orang-orang kafir itu, hanyalah sia-sia belaka."(Ar-Ro'du : 14)


Sesembahan musyrikin dulu lebih mending solehnya


Orang-orang musyrik pada zaman Rasulullah SAW menjadikan sekutu bagi Allah SWT dari dua kelompok, yang pertama adalah hamba-hamba Allah SWT yang sholeh, baik dari kalangan para nabi, malaikat ataupun wali. Dan yang kedua adalah seperti pohon, batu dan lainnya.


Lalu bagaimana keadaan orang-orang musyrik zaman kita?


Saking parahnya keadaan mereka, orang-orang yang telah mereka kenal sebagai orang suka berbuat maksiatpun mereka sembah dan diharapkan berkahnya. Lihat betapa banyak orang yang berbondong-bondong ngalap berkah ke makam Pangeran Samudro dan Nyai Ontrowulan di Gunung Kemukus, Sragen. Diceritakan bahwa mereka berdua adalah seorang anak dan ibu tiri (permaisuri raja) dari kerajaan Majapahit yang berselingkuh, kemudian mereka diusir dari kerajaan dan menetap di Gunung Kemukus hingga meninggal. Konon sebelum meninggal Pangeran Samudro berpesan bahwa keinginan peziarah dapat terkabul jika melakukan seperti apa yang ia lakukan bersama ibu tirinya. Sehingga sebagai syarat “mujarab” untuk mendapat berkah di sana, harus dengan berselingkuh dulu..!! Allohu Akbar


Musyrikin jaman dahulu tidak menyekutukan Allah SWT dalam Rububiyah-Nya


Tauhid rububiyah adalah mengikrarkan bahwa Allah SWT lah satu-satunya pencipta segala sesuatu, yang memberikan rizki, yang menghidupkan dan mematikan serta hal-hal yang merupakan kekhususan bagi Allah SWT. Ini semua diakui oleh orang-orang musyrik zaman dahulu. Dalilnya adalah firman Allah,


" Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan mereka, niscaya mereka menjawab: "Allah", maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari menyembah Allah)?."(Az-Zukhruf : 87).


Juga firman-Nya,


"Katakanlah: "Siapakah yang memberi rezki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?" Maka mereka akan menjawab: "Allah." Maka katakanlah "Mengapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya?"(Yunus : 31).


Akan tetapi titik penyimpangan mereka yaitu kesyirikan dalam tauhid uluhiyah (mengikrarkan bahwa hanya Allah sajalah yang berhak ditujukan kepada-Nya segala bentuk ibadah, seperti do'a, nadzar, menyembelih kurban dan lain-lain). Inilah yang diingkari oleh musyrikin zaman dulu. Mereka berdoa kepada patung atau penghuni kubur bukan dengan keyakinan bahwa patung itu bisa mengabulkan do'a mereka atau punya kekuasaan untuk mendatangkan keburukan, namun yang mereka maksudkan hanyalah supaya patung (sebagai perwujudan dari orang sholeh) atau penghuni kubur itu dapat menyampaikan do'a mereka kepada Allah SWT. Mereka berkeyakinan bahwa orang sholeh itu yang telah diwujudkan/dilambangkan dalam bentuk gambar/patung tersebut mempunyai kedudukan mulia di sisi Allah SWT. Sementara mereka merasa banyak berbuat dosa dan maksiat, sehingga tidak pantas meminta langsung kepada Allah SWT, tetapi harus melalui perantara. Inilah yang mereka kenal dengan meminta syafa'at pada sesembahan mereka Mereka (orang-orang musyrik) mengatakan,


"Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah SWT dengan sedekat- dekatnya."(Az-Zumar : 3).


Lalu bagaimana keadaan musyrikin sekarang ini? Diantara mereka ada yang berkeyakinan bahwa yang memberikan jatah ikan bagi nelayan, yang mengatur ombak laut selatan adalah Nyi Roro Kidul. Sungguh tidak seorangpun dapat menciptakan seekor ikan kecilpun, ini adalah hak khusus Allah SWT dalam rububiyah-Nya, tetapi mereka menisbatkannya kepada Nyi Roro Kidul. Allahu akbar, betapa keterlaluan dan lancangnya terhadap Pencipta alam semesta!!! Sehingga tidaklah heran pula jika banyak diantara masyarakat yang takut memakai baju hijau tatkala berada di pantai selatan, karena khawatir ditelan ombak yang telah diatur oleh Nyi Roro Kidul.


Lihatlah, betapa orang-orang musyrik zaman dahulu lebih berakal daripada orang-orang musyrik sekararang ini. Karena maraknya bentuk-bentuk kesyirikan dan samarnya hal tersebut sudah seharusnya setiap kita untuk mempelajari ilmu tauhid agar dapat menghindarkan diri sejauh-jauhnya dari segala macam bentuk kesyirikan. Sungguh betapa jahilnya orang yang mengatakan “Untuk apa belajar tauhid sekarang ini?”.


Akhirnya kita memohon kepada Allah SWT agar memberikan kepada kita taufik dan menjauhkan diri kita dari berbagai macam bentuk kesyirikan yang merupakan sebab kehancuran di dunia maupun di akhirat.

Wallohu A'lam. (Ibnu 'Ali Al-Barepany).

Senin, 06 Juni 2011

Kewajiban mengingkari Thaghut

Penyembahan / peribadahan kita kepada Allah tidak ada artinya bagi seseorang selama dia tidak menolak sesembahan selain-Nya.

Berikut penjelasannya yang diambil dari Syarah Kitab Tauhid Muhammad Ibnu Wahhab.

Allah SWT berfirman:

"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah SWT (saja) dan jauhilah Thaghut itu maka di antara umat-umat itu ada arang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah SWT dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (para Rasul).- (QS. 16: 36)

Allah SWT menerangkan kita dengan ayat ini bahwasanya Dia SWT telah mengirim kepada setiap umat manusia seorang utusan, yang menyampaikan pesan Tuhannya serta menyeru manusia agar beriman kepada Tuhan yang Esa, Allah SWT, dan menyeru mereka agar menolak tuhan-tuhan palsu selain Allah SWT. Umat manusia yang mendengar seruan ini terbagi menjadi dua golongan: Pertama, yaitu mereka yang dibimbing oleh Allah SWT ke jalan kebaikan maka mereka memenuhi seruan sang utusan dan menjauhi segala yang dilarang. Golongan kedua yang merugi, di dunia dan akhirat. Barangsiapa yang berjalan di muka bumi ini untuk mempelajari hikmah dari hal tersebut, akan menjumpai bukti dari pembalasan Allah terhadap mereka yang menolak petunjuk-Nya serta mendustakan utusan-Nya, seperti Kaum Aad, Tsamuud dan Fir'aun.

Dalam ayat ini juga jelas bahwa kita disuruh untuk menjauhi Thaghut. Yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah apakah Thaghut itu?

Menurut penjelasan Syaikh Abdul Wahhab 'Thaghut adalah segala yang dipuja dan disembah sebagai bentuk kekufuran terhadap Allah dan Rasul-Nya (Syarah Kitab Tauhid, Muhammad bin Abdul Wahhab)

Ibnul Qoyyim berkata: “Thoghut adalah segala sesuatu yang mana seorang hamba itu melampaui batas padanya, baik berupa sesuatu yang diibadahi atau diikuti atau ditaati. Maka thoghut adalah segala sesuatu yang dijadikan pemutus perkara oleh suatu kaum, selain Alloh dan rosulNya, atau mereka ibadahi selain Alloh, atau mereka ikuti tanpa berdasarkan petunjuk dari Alloh, atau mereka taati pada perkara yang mereka tidak tahu bahwa itu ketaatan kepada Alloh. Inilah thoghut didunia ini, apabila engkau renungkan keadaan manusia bersama thoghut ini engkau akan melihat mereka kebanyakan berpaling dari berhukum kepada Alloh dan RosulNya lalu berhukum kepada thoghut, dan berpaling dari mentaati Alloh dan mengikuti rosulNya lalu mentaati dan mengikuti thoghut.” (A’lamul Muwaqqi’in I/50)

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab mengatakan: “Thoghut itu pengertiannya umum; maka setiap apa yang diibadahi selain Alloh dan dia rela dengan peribadahan itu, baik berupa sesuatu yang disembah atau diikuti atau ditaati selain ketaatan kepada Alloh dan rosulNya adalah thoghut. Thoghut itu banyak dan kepalanya ada lima:

Pertama; Syetan yang menyeru untuk beribadah kepada selain Alloh, dalilnya adalah:

ألم أعهد إليكم يابني آدم أن لاتعبدوا الشيطان إنه لكم عدو مبين

Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah syaitan? Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagi kamu", (QS. 36:60)

Kedua; Seorang penguasa yang dzolim yang merubah hukum-hukum Alloh. Dalilnya adalah:

ألم تر إلى الذين يزعمون أنهم آمنوا بما أنزل إليك وماأنزل من قبلك يريدون أن يتحاكموا إلى الطاغوت وقد أمِروا أن يكفروا به ويريد الشيطان أن يضلهم ضلالا بعيداً

Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya. (QS. 4:60)

Ketiga; Orang yang memutuskan perkara dengan selain apa yang diturunkan Alloh.
Dalilnya adalah:

ومن لم يحكـم بما أنـزل اللـه فأولئــك هم الكافرون

Barang siapa yang tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-oang yang kafir. (QS. 5:44)

Keempat; Orang yang mengaku mengetahui hal-hal yang ghoib selain Alloh. Dalilnya adalah :

عالـم الغيب فلا يُظهر على غيبه أحداً، إلا من ارتضى من رسول، فإنه يسلك من بين يديه ومن خلفه رصداً

(Dia adalah Rabb) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu. Kecuali kepada rasul yang diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya. (QS. 72: 26 - 27)

Dan Alloh berfirman:

وعنده مفاتح الغيب لايعلمها إلا هو، ويعلم مافي البر والبحر، وماتسقط من ورقة إلا يعلمها ولا حبة في ظلمات الأرض ولا رطب ولا يابس إلا في كتاب مبين

Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang ada di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daunpun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir bijipun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melaimkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh). (QS. 6:59)

Kelima; Orang yang diibadahi selain Alloh dan dia rela dengan ibadah itu. Dalilnya adalah:

ومن يقل منهم إني إله من دونه فذلك نجزيه جهنم، كذلك نجزي الظالمين

Dan barangsiapa diantara mereka mengatakan:"Sesungguhnya aku adalah ilah selain daripada Allah", maka orang itu Kami beri balasan dengan Jahanam, demikian Kami memberi balasan kepada orang-oramg zhalim. (QS. 21:29)
(Diambil dari Risalah Ma’na Ath-Thoghut, Muhammad bin Abdul Wahhab, 260.)

Imam Ibnu Katsir, menukil dari Imam Malik bahwa thoghut itu artinya adalah; segala sesuatu yang diibadahi selain Alloh swt.

Hikmah yang Terkandung dalam Ayat Ini

1. Bukti bahwa manusia tidak pernah dibiarkan dan ditinggalkan sendiri tanpa bimbingan.
2. Universalitas ajaran yang dibawa mencakup seluruh bangsa. serta bukti bahwasanya setiap ajaran yang dibawa oleh rasul yang baru membatalkan ajaran rasul terdahulu.
3. Misi dari setiap utusan Allah menyeru manusia adalah untuk menyembah Allah SWT dan menolak segala sesem¬bahan yang lain (Thaghut)
4. Bahwasanya pertunjuk/hidayah itu hanya di tangan Allah.
5. Bahwasanya bukti bahwa Allah mentakdirkan sesuatu bagi seseorang bukan berarti dia menyukai sesuatu itu. Anjuran agar melakukan perjalanan untuk merenungi apa yang terjadi dengan umat terdahulu, umat yang Allah SWT binasakan karena kekufuran mereka.

Wallahua'lam

Selasa, 10 Mei 2011

HIKMAH DIBALIK PENCIPTAAN JIN DAN MANUSIA

Assalamu’alaikum wr wb.

Jaman yang kita alami sekarang ini, tidak jauh berbeda dengan jaman Jahiliyah sebelum Rosul diutus. Pada jaman sebelum Rosul diutus, masyarakat Arab Jahiliyah banyak mencari sembahan-sembahan selain Allah (dengan membuat patung-patung berhala). Sedangkan pada jaman sekarang ini, kita lihat betapa banyak manusia “dikarenakan tingginya tuntutan hidup”, berusaha mencari rejeki dengan cara-cara yang tidak diijinkan Allah, seperti pergi ke Paranormal, ke dukun, dan yang serupa seperti itu. Banyak manusia melupakan prinsip qona’ah dalam hidup ini sesuai yang diajarkan oleh Rosul, sehingga banyak diantara kita berusaha “menghalalkan segala cara” sampai dengan melanggar konsep Tauhid, dengan pergi ke dukun, paranormal maupun yang lainnya untuk mengetahui peruntungannya,, juga percaya kepada fengshui, dan yang sejenisnya.

Dahulu pada saat Rosulullah diutus menjadi Rosul, beliau khusus berdakwah tentang pemurnian Tauhid selama 13 Tahun di Mekkah. Maka sudah selayaknya, saat ini di jaman kita sekarang, kita harus kembali mempelajari dan mendalami pemurnian Tauhid, agar kita bisa selamat hidup di dunia ini dan bisa bertemu dengan Allah kelak di Surga…Amiiinnn..

Berikut ada beberapa kutipan ayat dan hadits (ringkasan), penjelasan dari Syarah Kitab Tauhid karangan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullah yang akan dibagi menjadi beberapa artikel… Semoga bisa bermanfaat dan menjaga Tauhid kita agar tidak ternoda dengan syirik-syirik kecil apalagi yang besar…

Hikmah di balik penciptaan jin dan manusia, yakni agar menyembah Allah, serta penolakan terhadap segala objek sesembahan selain Allah.

Allah berfirman:

'Dan Aku tidak menciptakan jin dan Manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. Aku tidak menghendaki rizqi dari mereka sedikit pun dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha pemberi rizqi yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh."(QS. 51: 56-58)

Allah SWT menerangkan kita bahwa Dialah yang menciptakan jin dan manusia, dan tujuan dari penciptaan mereka adalah agar mereka beribadah hanya kepada-Nya saja, dan menjauhi menyembah selain-Nya. Dia tidak menciptakan mereka untuk keuntungan-Nya, melainkan agar menyembah-Nya semata; Dia telah menjamin segala kebutuhan mereka, sesungguhnya Dialah yang Maha Terpercaya dalam menepati janji dan Dia mampu memenuhinya, karena Dialah yang Maha Kuasa.

Seperti dijelaskan di atas, bahwa manusia diciptakan adalah untuk beribadah, maka kemudian yang harus kita ketahui adalah, ibadah yang seperti apa? Apakah ibadah ini adalah yang dimaksud dengan sholat, dzikir, puasa dan ibadah seperti itu saja.

Berikut ada penjelasan yang cukup jelas dari Syaikhul Ibnu Taimiyah Rahimahullah, sbb :

Beliau rahimahullah mengatakan, “Ibadah adalah suatu istilah yang mencakup segala sesuatu yang dicintai Allah dan diridhai-Nya, baik berupa perkataan maupun perbuatan, yang tersembunyi (batin) maupun yang nampak (lahir). Maka shalat, zakat, puasa, haji, berbicara jujur, menunaikan amanah, berbakti kepada kedua orang tua, menyambung tali kekerabatan, menepati janji, memerintahkan yang ma’ruf, melarang dari yang munkar, berjihad melawan orang-orang kafir dan munafiq, berbuat baik kepada tetangga, anak yatim, orang miskin, ibnu sabil (orang yang kehabisan bekal di perjalanan), berbuat baik kepada orang atau hewan yang dijadikan sebagai pekerja, memanjatkan do’a, berdzikir, membaca Al Qur’an dan lain sebagainya adalah termasuk bagian dari ibadah. Begitu pula rasa cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, takut kepada Allah, inabah (kembali taat) kepada-Nya, memurnikan agama (amal ketaatan) hanya untuk-Nya, bersabar terhadap keputusan (takdir)-Nya, bersyukur atas nikmat-nikmat-Nya, merasa ridha terhadap qadha/takdir-Nya, tawakal kepada-Nya, mengharapkan rahmat (kasih sayang)-Nya, merasa takut dari siksa-Nya dan lain sebagainya itu semua juga termasuk bagian dari ibadah kepada Allah.” (Al ‘Ubudiyah, cet. Maktabah Darul Balagh hal. 6).

Dari ayat diatas juga terkandung pengertian bahwa Allah lah satu-satunya pemberi Rizki, bukan manusia maupun yang lain. Maka kita dilarang “meminta-minta” kepada manusia, namun bila kita meminta, haruslah kepada Allah.

Sesuai dengan hadits berikut ini yang diambil dari Dalam Kitab Shahih Al Jami’ disebutkan sebuah hadits dari Rasulullah SAW yang berbunyi: “Sesungguhnya malaikat Jibril menghembuskan ke dalam hatiku bahwasanya jiwa hanya akan mati sampai tiba masanya dan memperoleh rezekinya, maka bertakwalah kepada Allah, carilah nafkah yang baik, jangan bermalas-malasan dalam mencari rezeki, terlebih mencarinya dengan bermaksiat kepada Allah karena sesungguhnya Allah tidak akan memberikan apa yang dicarinya kecuali dengan taat kepadaNya.”(HR Abu Dzar dan HR Hakim)

Dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), "Wahai sekalian manusia, bertakwalah kepada Allah dan carilah nafkah dengan cara yang baik, karena sesungguhnya seseorang sekali-kali tidak akan meninggal dunia sebelum rezekinya disempurnakan, sekalipun rezekinya terlambat (datang) kepadanya. Maka, bertakwalah kepada Allah dan carilah rezeki dengan cara yang baik, ambillah yang halal dan tinggalkanlah yang haram." (Hadits shahih, Shahih Ibnu Majah no. 1743 dan Ibnu Majah II: 725 no. 214)

Yakinlah sesuai dengan hadits diatas, bahwa Allah lah pemberi rejeki, sementara manusia hanyalah sebagai salah satu jalan sampainya rejeki dari Allah kepada kita.

Marilah kita berusaha untuk Memurnikan Tauhid kita, membersihkan diri kita dari syirik besar maupun kecil, karena sesuai dalam ayat Al Qur’an yang lain yang mengatakan ,” Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya.” (An Nisaa :116)

Wallahua’lam bishowab.