Assalamu’alaikum wr wb..
Terkait dengan fenomena pengucapan
selamat hari raya natal dari kaum muslimin yang marak pada saat ini, antara
pengharaman dan “pembolehannya”, berikut ada dalil-dalil bagi yang melarang,
dan yang membolehkannya dengan syarat-syarat tertentu.
Semoga kita bisa semakin bijak dan
mengerti sebab-sebab pelarangan maupun “pembolehan dengan syarat-syarat
tertentu”
Perbedaan Pendapat tentang
Mengucapkan Selamat Natal
Diantara tema yang mengandung
perdebatan setiap tahunnya adalah ucapan selamat Hari Natal. Para ulama
kontemporer berbeda pendapat didalam penentuan hukum fiqihnya antara yang
mendukung ucapan selamat dengan yang menentangnya. Kedua kelompok ini bersandar
kepada sejumlah dalil.
Meskipun pengucapan selamat hari natal ini sebagiannya masuk didalam wilayah aqidah namun ia memiliki hukum fiqih yang bersandar kepada pemahaman yang mendalam, penelaahan yang rinci terhadap berbagai nash-nash syar’i.
Ada dua pendapat didalam
permasalahan ini :
1.
Ibnu
Taimiyah, Ibnul Qoyyim dan para pengikutnya seperti Syeikh Ibn Baaz, Syeikh
Ibnu Utsaimin—semoga Allah merahmati mereka—serta yang lainnya seperti Syeikh
Ibrahim bin Muhammad al Huqoil berpendapat bahwa mengucapkan selamat Hari Natal
hukumnya adalah haram karena perayaan ini adalah bagian dari syiar-syiar agama
mereka. Allah tidak meredhoi adanya kekufuran terhadap hamba-hamba-Nya.
Sesungguhnya didalam pengucapan selamat kepada mereka adalah tasyabbuh (menyerupai) dengan mereka dan ini diharamkan.
Sesungguhnya didalam pengucapan selamat kepada mereka adalah tasyabbuh (menyerupai) dengan mereka dan ini diharamkan.
Berikut isi fatwa dari Ibnu Qoyyim rahimahullah…Fatwa Al
Imam Ibnu Qayyim Al Jauziyah Rahimahullah:
“Adapun memberi ucapan selamat (tahniah) pada syiar-syiar kekufuran yang khusus
bagi orang-orang kafir (seperti mengucapkan selamat natal, imlek, waisak, dll.
pen) adalah hal yang diharamkan berdasarkan kesepakatan kaum muslimin. Misalnya
memberi ucapan selamat pada hari raya dan puasa mereka seperti mengatakan,
‘Semoga hari ini adalah hari yang berkah bagimu’, atau dengan ucapan selamat
pada hari besar mereka dan yang semacamnya. Jika memang orang yang mengucapkan
itu bisa selamat dari kekafiran, namun itu termasuk dari perkara yang
diharamkan. Ucapan selamat hari raya seperti ini pada mereka sama saja dengan
kita mengucapkan selamat atas sujud yang mereka lakukan pada salib, bahkan
perbuatan itu lebih besar dosanya di sisi Allah. Ucapan selamat semacam ini
lebih dimurkai Allah dibanding seseorang memberi ucapan selamat pada orang yang
minum minuman keras, membunuh jiwa, berzina, atau ucapan selamat pada maksiat
lainnya. Banyak orang yang kurang paham agama terjatuh dalam hal tersebut, dan
dia tidak mengetahui kejelekan dari amalan yang mereka perbuat. Oleh karena
itu, barangsiapa memberi ucapan selamat pada seseorang yang berbuat maksiat,
bid’ah atau kekufuran, maka dia layak mendapatkan kebencian dan murka Allah
Ta’ala.” (Imam Ibnul Qayyim, Ahkam Ahlu Adz Dzimmah, Hal. 162. Cet. 2.
2002M-1423H. Darul Kutub Al ‘Ilmiyah)
Diantara bentuk-bentuk tasyabbuh :
1. Ikut serta didalam hari raya tersebut.
2. Mentransfer perayaan-perayaan mereka ke neger-negeri islam.
Mereka juga berpendapat wajib menjauhi berbagai perayaan orang-orang kafir, menjauhi dari sikap menyerupai perbuatan-perbuatan mereka, menjauhi berbagai sarana yang digunakan untuk menghadiri perayaan tersebut, tidak menolong seorang muslim didalam menyerupai perayaan hari raya mereka, tidak mengucapkan selamat atas hari raya mereka serta menjauhi penggunaan berbagai nama dan istilah khusus didalam ibadah mereka.
2. Jumhur ulama kontemporer membolehkan mengucapkan selamat
Hari Natal.
Di antaranya Syeikh Yusuf al Qaradhawi yang berpendapat bahwa perubahan kondisi global lah yang menjadikanku berbeda dengan Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah didalam mengharamkan pengucapan selamat hari-hari Agama orang-orang Nasrani atau yang lainnya. Aku (Yusuf al Qaradhawi) membolehkan pengucapan itu apabila mereka (orang-orang Nasrani atau non muslim lainnya) adalah orang-orang yang cinta damai terhadap kaum muslimin, terlebih lagi apabila ada hubungan khsusus antara dirinya (non muslim) dengan seorang muslim, seperti : kerabat, tetangga rumah, teman kuliah, teman kerja dan lainnya. Hal ini termasuk didalam berbuat kebajikan yang tidak dilarang Allah swt namun dicintai-Nya sebagaimana Dia swt mencintai berbuat adil. Firman Allah swt : Artinya :
Di antaranya Syeikh Yusuf al Qaradhawi yang berpendapat bahwa perubahan kondisi global lah yang menjadikanku berbeda dengan Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah didalam mengharamkan pengucapan selamat hari-hari Agama orang-orang Nasrani atau yang lainnya. Aku (Yusuf al Qaradhawi) membolehkan pengucapan itu apabila mereka (orang-orang Nasrani atau non muslim lainnya) adalah orang-orang yang cinta damai terhadap kaum muslimin, terlebih lagi apabila ada hubungan khsusus antara dirinya (non muslim) dengan seorang muslim, seperti : kerabat, tetangga rumah, teman kuliah, teman kerja dan lainnya. Hal ini termasuk didalam berbuat kebajikan yang tidak dilarang Allah swt namun dicintai-Nya sebagaimana Dia swt mencintai berbuat adil. Firman Allah swt : Artinya :
“Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang Berlaku adil.”
(QS. Al-Mumtahanah: 8)
Terlebih lagi jika mereka
mengucapkan selamat Hari Raya kepada kaum muslimin. Firman Allah swt :
Artinya :# “Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu
penghormatan, Maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari
padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya
Allah memperhitungankan segala sesuatu.” (QS. An Nisaa : 86)
Lembaga Riset dan Fatwa Eropa juga membolehkan pengucapan selamat ini jika mereka bukan termasuk orang-orang yang memerangi kaum muslimin khususnya dalam keadaan dimana kaum muslimin minoritas seperti di Barat. Setelah memaparkan berbagai dalil, Lembaga ini memberikan kesimpulan sebagai berikut : Tidak dilarang bagi seorang muslim atau Markaz Islam memberikan selamat atas perayaan ini, baik dengan lisan maupun pengiriman kartu ucapan yang tidak menampilkan simbol mereka atau berbagai ungkapan keagamaan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam seperti salib.
Sesungguhnya Islam menafikan fikroh salib, firman-Nya :
Lembaga Riset dan Fatwa Eropa juga membolehkan pengucapan selamat ini jika mereka bukan termasuk orang-orang yang memerangi kaum muslimin khususnya dalam keadaan dimana kaum muslimin minoritas seperti di Barat. Setelah memaparkan berbagai dalil, Lembaga ini memberikan kesimpulan sebagai berikut : Tidak dilarang bagi seorang muslim atau Markaz Islam memberikan selamat atas perayaan ini, baik dengan lisan maupun pengiriman kartu ucapan yang tidak menampilkan simbol mereka atau berbagai ungkapan keagamaan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam seperti salib.
Sesungguhnya Islam menafikan fikroh salib, firman-Nya :
Artinya : “Padahal mereka tidak
membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah)
orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka.” (QS. An Nisaa : 157)
Kalimat-kalimat yang digunakan dalam
pemberian selamat ini pun harus yang tidak mengandung pengukuhan atas agama
mereka atau ridho dengannya. Adapun kalimat yang digunakan adalah kalimat
pertemanan yang sudah dikenal dimasyarakat.
Tidak dilarang untuk menerima
berbagai hadiah dari mereka karena sesungguhnya Nabi saw telah menerima
berbagai hadiah dari non muslim seperti al Muqouqis Pemimpin al Qibthi di Mesir
dan juga yang lainnya dengan persyaratan bahwa hadiah itu bukanlah yang
diharamkan oleh kaum muslimin seperti khomer, daging babi dan lainnya.
Diantara para ulama yang membolehkan
adalah DR. Abdus Sattar Fathullah Sa’id, ustadz bidang tafsir dan ilmu-ilmu Al
Qur’an di Universitas Al Azhar, DR. Muhammad Sayyid Dasuki, ustadz Syari’ah di
Univrsitas Qatar, Ustadz Musthafa az Zarqo serta Syeikh Muhammad Rasyd Ridho.
(www.islamonline.net)
Adapun MUI (Majelis Ulama Indonesia)
pada tahun 1981 sebelum mengeluarkan fatwanya, terlebih dahulu mengemukakan
dasar-dasar ajaran Islam dengan disertai berbagai dalil baik dari Al Qur’an
maupun Hadits Nabi saw sebagai berikut :
A) Bahwa ummat Islam diperbolehkan
untuk bekerja sama dan bergaul dengan ummat agama-agama lain dalam
masalah-masalah yang berhubungan dengan masalah keduniaan.
B) Bahwa ummat Islam tidak boleh
mencampur-adukkan agamanya dengan aqidah dan peribadatan agama lain.
C) Bahwa ummat Islam harus mengakui
ke-Nabian dan ke-Rasulan Isa Almasih bin Maryam sebagaimana pengakuan mereka
kepada para Nabi dan Rasul yang lain.
D) Bahwa barangsiapa berkeyakinan
bahwa Tuhan itu lebih dari satu, Tuhan itu mempunyai anak dan Isa Almasih itu
anaknya, maka orang itu kafir dan musyrik.
E) Bahwa Allah pada hari kiamat
nanti akan menanyakan Isa, apakah dia pada waktu di dunia menyuruh kaumnya agar
mereka mengakui Isa dan Ibunya (Maryam) sebagai Tuhan. Isa menjawab: Tidak.
F) Islam mengajarkan bahwa Allah SWT
itu hanya satu.
G) Islam mengajarkan ummatnya untuk
menjauhkan diri dari hal-hal yang syubhat dan dari larangan Allah SWT serta
untuk mendahulukan menolak kerusakan daripada menarik kemaslahatan.
Juga berdasarkan Kaidah Ushul Fikih
”Menolak kerusakan-kerusakan itu didahulukan daripada menarik kemaslahatan-kemaslahan (jika tidak demikian sangat mungkin mafasidnya yang diperoleh, sedangkan mushalihnya tidak dihasilkan)”.
Untuk kemudian MUI mengeluarkan fatwanya berisi :
”Menolak kerusakan-kerusakan itu didahulukan daripada menarik kemaslahatan-kemaslahan (jika tidak demikian sangat mungkin mafasidnya yang diperoleh, sedangkan mushalihnya tidak dihasilkan)”.
Untuk kemudian MUI mengeluarkan fatwanya berisi :
- Perayaan Natal di Indonesia meskipun tujuannya merayakan dan menghormati Nabi Isa as, akan tetapi Natal itu tidak dapat dipisahkan dari soal-soal yang diterangkan di atas.
- Mengikuti upacara Natal bersama bagi ummat Islam hukumnya haram.
- Agar ummat Islam tidak terjerumus kepada syubhat dan larangan Allah Subhanahu Wata’ala dianjurkan untuk tidak mengikuti kegiatan-kegiatan perayaan Natal.
Mengucapkan Selamat Hari Natal Haram kecuali Darurat
Diantara dalil yang digunakan para
ulama yang membolehkan mengucapkan Selamat Hari Natal adalah firman Allah swt :
Artinya : “Allah tidak melarang
kamu untuk berbuat baik dan Berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada
memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil.” (QS. Al
Mumtahanah : 8)
Ayat ini merupakan rukhshoh
(keringanan) dari Allah swt untuk membina hubungan dengan orang-orang yang
tidak memusuhi kaum mukminin dan tidak memerangi mereka. Ibnu Zaid mengatakan
bahwa hal itu adalah pada awal-awal islam yaitu untuk menghindar dan
meninggalkan perintah berperang kemudian di-mansukh (dihapus).
Qatadhah mengatakan bahwa ayat ini
dihapus dengan firman Allah swt :
Artinya : “Maka bunuhlah
orang-orang musyrikin itu dimana saja kamu jumpai mereka.” (QS. At Taubah :
5)
Adapula yang menyebutkan bahwa hukum
ini dikarenakan satu sebab yaitu perdamaian. Ketika perdamaian hilang dengan
futuh Mekah maka hukum didalam ayat ini di-mansukh (dihapus) dan yang tinggal
hanya tulisannya untuk dibaca. Ada juga yang mengatakan bahwa ayat ini khusus
untuk para sekutu Nabi saw dan orang-orang yang terikat perjanjian dengan Nabi
saw dan tidak memutuskannya, demikian dikatakan al Hasan.
Al Kalibi mengatakan bahwa mereka
adalah Khuza’ah, Banil Harits bin Abdi Manaf, demikian pula dikatakan oleh Abu
Sholeh. Ada yang mengatakan bahwa mereka adalah Khuza’ah.
Mujahid mengatakan bahwa ayat ini
dikhususkan terhadap orang-orang beriman yang tidak berhijrah. Ada pula yang
mengatakan bahwa yang dimaksud didalam ayat ini adalah kaum wanita dan
anak-anak dikarenakan mereka tidak ikut memerangi, maka Allah swt mengizinkan
untuk berbuat baik kepada mereka, demikianlah disebutkan oleh sebagian ahli
tafsir… (al Jami’ li Ahkamil Qur’an juz IX hal 311)
Dari pemaparan yang dsebutkan Imam
Qurthubi diatas maka ayat ini tidak bisa diperlakukan secara umum tetapi
dikhususkan untuk orang-orang yang terikat perjanjian dengan Rasulullah saw
selama mereka tidak memutuskannya (ahli dzimmah).
Hak-hak dan kewajiban-kewajiban
kafir dzimmi adalah sama persis dengan kaum muslimin di suatu negara islam.
Mereka semua berada dibawah kontrol penuh dari pemerintahan islam sehingga
setiap kali mereka melakukan tindakan kriminal, kejahatan atau melanggar
perjanjian maka langsung mendapatkan sangsi dari pemerintah.
Didalam sebuah hadits yang
diriwayatkan dari Abu Hurairoh ra bahwasanya Rasulullah saw bersabda,”Janganlah
kamu memulai salam kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani. Apabila kalian
bertemu salah seorang diantara mereka di jalan maka sempitkanlah jalannya.”
(HR. Muslim)
Yang dimaksud dengan sempitkan jalan
mereka adalah jangan biarkan seorang dzimmi berada ditengah jalan akan tetapi
jadikan dia agar berada ditempat yang paling sempit apabila kaum muslimin ikut
berjalan bersamanya. Namun apabila jalan itu tidak ramai maka tidak ada
halangan baginya. Mereka mengatakan : “Akan tetapi penyempitan di sini
jangan sampai menyebabkan orang itu terdorong ke jurang, terbentur dinding atau
yang sejenisnya.” (Shohih Muslim bi Syarhin Nawawi juz XIV hal 211)
Hadits “menyempitkan jalan” itu
menunjukkan bahwa seorang muslim harus bisa menjaga izzahnya dihadapan
orang-orang non muslim tanpa pernah mau merendahkannya apalagi direndahkan.
Namun demikian dalam menampilkan izzah tersebut janganlah sampai menzhalimi
mereka sehingga mereka jatuh ke jurang atau terbentur dinding karena jika ini
terjadi maka ia akan mendapatkan sangsi.
Disebutkan didalam sejarah bahwa
Umar bin Khottob pernah mengadili Gubernur Mesir Amr bin Ash karena perlakuan
anaknya yang memukul seorang Nasrani Qibti dalam suatu permainan. Hakim Syuraih
pernah memenangkan seorang Yahudi terhadap Amirul Mukminin Ali bin Abi Tholib
dalam kasus beju besinya.
Sedangkan pada zaman ini,
orang-orang non muslim tidaklah berada dibawah suatu pemerintahan islam yang
terus mengawasinya dan bisa memberikan sangsi tegas ketika mereka melakukan
pelanggaran kemanusiaan, pelecehan maupun tindakan kriminal terhadap seseorang
muslim ataupun umat islam.
Keadaan justru sebaliknya,
orang-orang non muslim tampak mendominanasi di berbagai aspek kehidupan manusia
baik pilitik, ekonomi, budaya maupun militer. Tidak jarang dikarenakan dominasi
ini, mereka melakukan berbagai penghinaan atau pelecehan terhadap simbol-simbol
islam sementara si pelakunya tidak pernah mendapatkan sangsi yang tegas dari
pemerintahan setempat, terutama di daerah-daerah atau negara-negara yang
minoritas kaum muslimin.
Bukan berarti dalam kondisi dimana
orang-orang non muslim begitu dominan kemudian kaum muslimin harus kehilangan
izzahnya dan larut bersama mereka, mengikuti atau mengakui ajaran-ajaran agama
mereka. Seorang muslim harus tetap bisa mempertahankan ciri khas keislamannya
dihadapan berbagai ciri khas yang bukan islam didalam kondisi bagaimanapun.
Tentunya diantara mereka—orang-orang
non muslim—ada yang berbuat baik kepada kaum muslimin dan tidak menyakitinya
maka terhadap mereka setiap muslim diharuskan membalasnya dengan perbuatan baik
pula.
Al Qur’an maupun Sunah banyak
menganjurkan kaum muslimin untuk senantiasa berbuat baik kepada semua orang
baik terhadap sesama muslim maupun non muslim, diantaranya : surat al
Mumtahanah ayat 8 diatas. Sabda Rasulullah saw,”Sayangilah orang yang ada di
bumi maka yang ada di langit akan menyayangimu.” (HR. Thabrani) Juga sabdanya
saw,”Barangsiapa yang menyakiti seorang dzimmi maka aku akan menjadi lawannya
di hari kiamat.” (HR. Muslim)
Perbuatan baik kepada mereka bukan
berarti harus masuk kedalam prinsip-prinsip agama mereka (aqidah) karena
batasan didalam hal ini sudah sangat jelas dan tegas digariskan oleh Allah swt
:
Artinya : “Untukmu agamamu, dan
untukkulah, agamaku." (QS. Al Kafirun : 6)
Hari Natal adalah bagian dari
prinsip-prinsip agama Nasrani, mereka meyakini bahwa di hari inilah Yesus
Kristus dilahirkan. Didalam bahasa Inggris disebut dengan Christmas, Christ
berarti Kristus sedangkan Mass berarti masa atau kumpulan jadi bahwa pada hari
itu banyak orang berkumpul mengingat / merayakan hari kelahiran Kristus. Dan
Kristus menurut keyakinan mereka adalah Allah yang mejelma.
Berbuat kebaikan kepada mereka dalam
hal ini adalah bukan dengan ikut memberikan selamat Hari Natal dikarenakan
alasan diatas akan tetapi dengan tidak mengganggu mereka didalam merayakannya
(aspek sosial).
Pemberian ucapan selamat Natal baik
dengan lisan, telepon, sms, email ataupun pengiriman kartu berarti sudah
memberikan pengakuan terhadap agama mereka dan rela dengan prinsip-prinsip
agama mereka. Hal ini dilarang oleh Allah swt dalam firman-Nya,
Artinya : “Jika kamu kafir Maka
Sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak meridhai kekafiran
bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu
kesyukuranmu itu.” (QS. Az Zumar : 7)
Jadi
pemberian ucapan Selamat Hari Natal kepada orang-orang Nasrani baik ia adalah
kerabat, teman dekat, tetangga, teman kantor, teman sekolah dan lainnya adalah
haram hukumnya, sebagaimana pendapat kelompok pertama (Ibnu Taimiyah, Ibnul
Qoyyim, Ibn Baaz dan lainnya) dan juga fatwa MUI.
Namun
demikian setiap muslim yang berada diantara lingkungan mayoritas orang-orang
Nasrani, seperti muslim yang tempat tinggalnya diantara rumah-rumah orang
Nasrani, pegawai yang bekerja dengan orang Nasrani, seorang siswa di sekolah Nasrani,
seorang pebisnis muslim yang sangat tergantung dengan pebisinis Nasrani atau
kaum muslimin yang berada di daerah-daerah atau negeri-negeri non muslim maka
boleh memberikan ucapan selamat Hari Natal kepada orang-orang Nasrani yang ada
di sekitarnya tersebut disebabkan keterpaksaan. Ucapan selamat yang keluar
darinya pun harus tidak dibarengi dengan keredhoan didalam hatinya serta
diharuskan baginya untuk beristighfar dan bertaubat.
Diantara
kondisi terpaksa misalnya; jika seorang pegawai muslim tidak mengucapkan
Selamat Hari Natal kepada boss atau atasannya maka ia akan dipecat, karirnya
dihambat, dikurangi hak-haknya. Atau seorang siswa muslim apabila tidak
memberikan ucapan Selamat Natal kepada Gurunya maka kemungkinan ia akan ditekan
nilainya, diperlakukan tidak adil, dikurangi hak-haknya. Atau seorang muslim
yang tinggal di suatu daerah atau negara non muslim apabila tidak memberikan
Selamat Hari Natal kepada para tetangga Nasrani di sekitarnya akan mendapatkan
tekanan sosial dan lain sebagainya.
Artinya
: “Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah Dia beriman (dia mendapat
kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir Padahal hatinya tetap tenang
dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya
untuk kekafiran, Maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar.
(QS. An Nahl : 106)
Adapun
apabila keadaan atau kondisi sekitarnya tidaklah memaksa atau mendesaknya dan
tidak ada pengaruh sama sekali terhadap karir, jabatan, hak-hak atau perlakuan
orang-orang Nasrani sekelilingnya terhadap diri dan keluarganya maka tidak
diperbolehkan baginya mengucapkan Selamat Hari Natal kepada mereka.
Hukum Mengenakan Topi Sinterklas
Sebagai seorang muslim sudah
seharusnya bangga terhadap agamanya yang diimplementasikan dengan berpenampilan
yang mencirikan keislamannya. Allah swt telah menetapkan berbagai ciri khas
seorang muslim yang membedakannya dari orang-orang non muslim.
Dari sisi bisnis dan muamalah, islam
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba yang merupakan warisan orang-orang
jahiliyah. Dari sisi busana, islam memerintahkan umatnya untuk menggunakan
busana yang menutup auratnya kecuali terhadap orang-orang yang diperbolehkan
melihatnya dari kalangan anggota keluarganya. Dari sisi penampilan, islam
meminta kepada seorang muslim untuk memelihara jenggot dan mencukur kumis.
Islam meminta setiap umatnya untuk
bisa membedakan penampilannya dari orang-orang non muslim, sebagaimana sabda
Rasulullah saw,”Bedakanlah dirimu dari orang-orang musyrik, panjangkanlah
jenggot dan cukurlah kumis.” (Muttafaq Alaih)
Islam melarang umatnya untuk
meniru-niru berbagai prilaku yang menjadi bagian ritual keagamaan tertentu
diluar islam atau mengenakan simbol-simbol yang menjadi ciri khas mereka
seperti mengenakan salib atau pakaian khas mereka.
Terkadang seorang muslim juga
mengenakan topi dan pakaian Sinterklas didalam suatu pesta perayaan Natal
dengan teman-teman atau bossnya, untuk menyambut para tamu perusahaan yang
datang atau yang lainnya.
Sinterklas sendiri berasal dari
Holland yang dibawa ke negeri kita. Dan diantara keyakinan orang-orang Nasrani
adalah bahwa ia sebenarnya adalah seorang uskup gereja katolik yang pada usia
18 tahun sudah diangkat sebagai pastor. Ia memiliki sikap belas kasihan,
membela umat dan fakir miskin. Bahkah didalam legenda mereka disebutkan bahwa
ia adalah wakil Tuhan dikarenakan bisa menghidupkan orang yang sudah mati.
Sinterklas yang ada sekarang dalam
hal pakaian maupun postur tubuhnya, dengan mengenakan topi tidur, baju berwarna
merah tanpa jubah dan bertubuh gendut serta selalu tertawa adalah berasal dari
Amerika yang berbeda dengan aslinya yang berasal dari Turki yang selalu
mengenakan jubah, tidak mesti berbaju merah, tidak gendut dan jarang tertawa.
(disarikan dari sumber : http://h-k-b-p.blogspot.com)
Namun demikian topi tidur dengan
pakaian merah yang biasa dikenakan sinterklas ini sudah menjadi ciri khas
orang-orang Nasrani yang hanya ada pada saat perayaan Hari Natal sehingga
dilarang bagi setiap muslim mengenakannya dikarenakan termasuk didalam
meniru-niru suatu kaum diluar islam, sebagaimana sabda Rasulullah saw,”Siapa
yang meniru suatu kaum maka ia adalah bagian dari mereka.” (Muttafaq Alaih)
Tidak jarang diawali dari sekedar
meniru berubah menjadi penerinaan dan akhirnya menjadi pengakuan sehingga bukan
tidak mungkin bagi kaum muslimin yang tidak memiliki dasar keimanan yang kuat
kepada Allah ia akan terseret lebih jauh lagi dari sekedar pengakuan namun bisa
menjadikannya berpindah agama (murtad)
Akan tetapi jika memang seseorang
muslim berada dalam kondisi terdesak dan berbagai upaya untuk menghindar
darinya tidak berhasil maka ia diperbolehkan mengenakannya dikarenakan darurat
atau terpaksa dengan hati yang tidak redho, beristighfar dan bertaubat kepada
Allah swt, seperti : seorang karyawan supermarket miliki seorang Nasrani,
seorang resepsionis suatu perusahaan asing, para penjaga counter di perusahaan
non muslim untuk yang diharuskan mengenakan topi sinterklas dalam menyambut
para tamunya dengan ancaman apabila ia menolaknya maka akan dipecat.
Wallahu A’lam
Diambil dari Artikel Eramuslim dan
lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar