Senin, 14 November 2011

Surat Terbuka Ust Yusuf Mansur untuk para Orang Tua

Assalamu’alaikum wr wb..




Sudah hampir masuk Tahun Ajaran baru untuk anak sekolah, dan biasanya saat saat seperti ini, banyak orang tua yang sudah mulai sibuk untuk mencari sekolah-sekolah yang “bagus dan berkualitas” untuk anak-anaknya. Mereka rela meluangkan waktu nya hingga harus mengambil cuti, untuk mencari informasi hingga mendatangi sekolah-sekolah yang “dirasa” bagus dan berkualitas untuk melakukan survey (lokasi dan kondisi actual sekolah tersebut).



Begitu kerasnya usaha para orang tua dalam mencari sekolah yang terbaik untuk anaknya, demi “menjadikan” orang yang “pintar dan berprestasi” hingga bisa masuk ke jenjang yang lebih tinggi (SMP/SMA/UNIVERSITAS Favorit), namun seringkali kita lupa, Apa yang seharusnya para orangtua “cari” dalam sekolah tersebut (apakah kualitas pendidikan, nilai yang tinggi, atau akhlak yang mulia sesuai ajaran Allah dan Rasul-Nya)



Berikut ada sebuah surat terbuka dari Ust Yusuf Mansur, yang saya ringkas saja, yang isinya ternyata Sangat Bagus, dan Insya Allah bisa menjadi nasihat buat saya pribadi, dan mudah-mudahan bisa bermanfaat juga untuk yang membaca.



Mohon maaf bila kurang berkenan.



NB : Surat ini sudah saya edit, karena bila langsung meng “copy-paste” akan agak lebih banyak..serta bukanlah Promosi dari Sekolah yang dibina oleh Ustadz Yusuf Mansur, namun semata-mata hanya ingin menjelaskan, apa yang seharusnya didahulukan dalam mencari sekolah, agar anak kita selamat dunia akhirat...



Wallahua’lam



Surat Terbuka dari Ust Yusuf Mansur.





Filosofi



‘Terngiang ucapan ibunda: "Ibu tidak butuh anak yang pinter doangan. Ibu Iebih butuh anak yang bisa doain ibu, yang sering nengokin ibu, yang bisa inget ibu di kala hidup maupun di kala mati. Ibu lebih ga butuh lagi anak yang 'pinter, tapi sombong. Sombong sama ibu, sombong sama sodara, apalagi sombong sama Allah. Dipanggil ama ibu engga nyahut, dipanggil sama Allah juga ga nyahut. Punya kuping kayak ga punya kuping. Ibu demen kalo ngelihat anak megang al Qur'an, baca al Qur'an. Kalo nanti ibu meninggal, ibu denger dari hadits, nanti ibu boleh nengok anak-anak ibu saban malam Jum'at. Ga tau dah, ini hadits dhoif upa engga. Tapi kalo emang bener, terus ibu ngelihat anak-anak ibu pada ngaji Qur’an, betapa bahagianya hati ibu. Ibu ridho ama anak yang modelnya begini. Ibu ga minta duit. Sebab ibu ga butuh duit. Ibu sudah ada Allah. Tapi ibu butuh kamu. Butuh kamu supaya selamat. Jadi ga ngerepotin ibu!. Dengan kamu selamat saja, ibu udah ga akan repot. Di dunia repot ama polisi. Di akhirat repot lagi berurusan sama malaikat Allah. Kalo mau sekolah yang tinggi, silahkan. Tapi jangan lupa ngaji. Pentingin ngaji. Kalo mau sekolah tinggi, kerja tinggi, usaha tinggi, silahkan. Tapi shalat nomor satu. Sama orang tua nomor satu. Sama guru nomor satu. Buat apa tinggi hidup, kalo merendahkan urusan akhirat. Kejar akhirat, dunia ngikut. Tapi gi dah, kejar dunia. Ntar dunia ga dapet, dunia juga ilang. Ibu doain; Robanaa aatinaa fid dunyaa hasanah wafil aakhiroti hasanah waqinaa `adzaabannaar. Dan kalau mau dapet dua-duanya; dunia dan akhirat, benerin dulu bismillahnya. Kuatin dulu bismillahnya...



Kalimat terakhir yang saya cuplik inilah yang menjadi Filosofi I'daad: Benerin dulu bismillahnya. Kuatin dulu bismillahnya. Filosofi i'daad adalah, Didik dulu dengan al Qur'an dan as Sunnah. Maka anak akan gampang dibentuk, dan gampang dididik. Didik dulu dengan ngaji ini ngaji itu. Ngaji sesuatu yang dibutuhkan oleh mereka, yang jauh dari sekedar duit, pekerjaan, karir dan masa depan yang sifatnya dunia. Yakni ngaji tentang aqidah, akhlak, iman, Islam, tauhid, dan keyakinan. Ini beres, maka insya Allah anak bisa diisi apa saja, dan siap. Kelak mereka menjadi orang, mereka menjadi orang yang siap.



Saya merasakan repotnya - alhamdulillaah - mendidik dan mengajar anak-anak yang tidak disiapkan terlebih dahulu. Ketidakrataan profil anak-anak yang masuk, membuat sistem pendidikan di banyak lembaga pendidikan tidak berjalan sempurna sebagaimana mestinya. Ada anak- anak yang sudah bagus bacaannya, bahkan hafal 1-2, hingga 10 juz. Tapi banyak juga yang belum bisa baca Al Qur'an!



Belum lagi latar belakang keluarga masing-masing, yang membawa karakter anak masing-masing. Menambah daftar kerepotan itu.



Sementara itu, kalau ditetapkan syarat dan ketentuan yang tinggi, justru akhirnya akan berlawanan dengan spirit pendidikan. Bukankah pendidikan itu salah satunya bertujuan mengajarkan yang belum tahu supaya tahu, yang belum bisa supaya bisa?



Maka atas ucapan Ibunda itulah kemudian "bismillah" dikebumikan. Bismillah itu diterjemahkan menjadi I'daad. Kita persiapkan dulu anak-anak didik kita. Warnanya disamakan, kemampuan bahasanya diupgrade, kemampuan baca tulis al Qur'annya, hingga ke tahfidz dan akhlaknya, diupakan supaya bisa setara, tanpa melupakan karakter anak masing-masing dan keragaman kemampuannya.



Ketika menset-up Program I'daad ini, terngiang pula ucapan Rasulullah yang menjadi sabda buat kita semua: Aku tinggalkan dua hal, yang jika kalian berpegah teguh kepada keduanya; al Qur'an dan Sunnahku, maka tidak akan kalian sesat selama-lamanya.



Terngiang barisan ayat demi ayat dari Firman Allah, al Qur'an yang mulia, di mana di Tangan Allah kendali semua arah kehidupan. Allah yang menurunkan al Qur'an sebagai panduan I hidup, bahwa al Qur'an itu petunjuk, pembeda antara yang halal dan haram, yang benar dengan yang batil. Itu semua karena Allah Yang Memiliki Kehidupan, tabu bahwa manusia yang hidup jika tidak diberi panduan hidup, sungguh ia akan tersesat.



Sekarang menjadi jelas, bahwa banyak manusia sebenernya tidak tahu akan Al Qur'an, sehingga tidak lagi bisa mengenali yang halal apa yang haram. Lihat saja sekeliling kita; apa yang diberitakan, dan apa yang dibicarakan. Andaipun ada yang tahu al Qur'an, rupanya al Qur'an itu tidaklah hidup di dalam kehidupannya. Tidak dipake.



Jika di kehidupan kita saja sudah begini, bagaimanakah lagi anak-anak kita yang hidup dengan lebih banyak tontonan, dan godaan hidup? Aurat wanita di zaman kita dulu hidup, masih minim buat dilihat. Sekarang? Begitu terbuka. Dulu, paling banter surat-suratan. Video porno susah didapat. Bukan sebab susah kaset beta dan VHS nya saja, tapi playernya juga susah. Sekarang? Wuah, merk-merk HP generasi tercanggih, anak-anak SD pun hafal, dan bahkan punya! Dan alat-alat yang sejatinya ini sangatlah positif, kemudian menjadi neraka buat anak-anak kita, sebab mereka tidak siap dan tidak disiapkan. Pada sebagian wajah anak-anak orang kaya, banyak yang kekayaan orang tuanya pun semakin mempercepat anak-anaknya masuk neraka. Mereka bermaksiat dengan kendaraan yang dibelikan orang tuanya. Mereka bermaksiat dengan uang yang diberikan orang tuanya. Mengerikan. Bahkan di sebagian wajah anak-anak yang tidak mampu, pun juga malahannya ikut-ikutan tidak selamat. Dua-duanya tidak akan selamat, jika tidak berpegang teguh kepada al Qur'an dan as Sunnah. Dan bagaimana lagi bisa berpegang teguh, jika ternyata mengenalpun tidak. Subhaanallah.

Para ayah, para ibu... Anak-anak kita sungguh mengarungi hidup yang berat jika ia tidak diberi sampan yang tangguh, sampan yang kokoh, dan juga dayung yang kuat. Sampannya adalah al Qur'an, dan dayungnya adalah as Sunnah.



Program I'daad ini program yang bisa dipakai di Rumah Tahfidz, dan di Daarul Qur'an. Dan bisa dipakai oleh siapa yang mau memakai. Program yang secara representatif, insya Allah mendekati jawaban apa yang digelisahkan di atas. Di mana lewat program I'daad ini,anak-anak kita dibentuk dulu karakternya dengan al Qur'an dan as Sunnah. Dipenuhi dulu otaknya, pikirannya, hatinya, welas asihnya, kesantunannya, dengan al Qur'an dan as Sunnah. Sebelum ia kemudian dijejali dengan apa yang dibawa dan diberikan oleh sekolah.

Nasihat berikut ini buat saya dan buat semua yang mau anaknya selamat lahir batin dunia akhirat. Jangan diterjunbebaskan anak-anak kita ke sekolah-sekolah yang belasan tahun tidak ada shalat dhuhanya, dan tidak memberikan kesempatan kepada anak-anak kita untuk shalat dhuha! Hingga kemudian ia akan tumbuh menjadi anak-anak yang tidak cinta kepada rasul-Nya.



Jangan diterjunbebaskan anak-anak kita ke sekolah-sekolah yang belasan tahun tidak ada shalat berjamaahnya ketika zuhur. Kelak kita akan mendapati susah sekali anak-anak kita tumbuh menjadi anak-anak yang bisa shalat berjamaah, di awal waktu, dan di masjid.



Jangan diterjunbebaskan anak laki-laki kita ke sekolah-sekolah yang aurat wanitanya begitu terbuka, sedang anak kita belumlah lagi diberi pengetahuan bahwa dia harus menjaga pandangannya, harus menahan nafsunya. Jangan diterjunbebaskan anak-anak perempuan kita, ke sekolah yang pergaulan beda jenisnya bebas. Anak-anak kita belum siap, atau kitalah yang menyiapkannya dulu hingga mereka siap.



Dan jangan begitu saja mudah memberikan sepertiga, setengah, atau bahkan dua pertiga hidup anak kita, ke sekolah-sekolah yang porsi buat al Qur'an, porsi buat Allah, sedikit sekali.



Kenalkan dulu anak kita,. kepada pegangan hidupnya. Al Qur'an dan as Sunnah. Supaya penting ini al Qur'an dan as Sunnah bagi kehidupannya. Supaya al Qur'an dan as Sunnah menjadi bahagian dari kehidupannya kelak.



Kita benerin bacaan Qur'annya anak kita dulu. Kita bikin dia hafal Qur'an dulu. Kita buat dia asyik dulu mempelajari al Qur'an. Tanpa sadar terbangun karakter al Qur'an di dalam dirinya. Akhlaknya, al Qur'an. Seperti Rasulullah yang akhlaknya adalah al Qur'an; kaanat khuluquhul Qur'an.



Sejarah membuktikan, para cendikiawan muslim dunia adalah Penghafal al Qur'an. Hidupnya tidak lepas dari al Qur'an. Pakaiannya adalah as Sunnah. Apalagi Rasul mewariskan dua hal bagi hidup anak-anak kita, dan kita; yaitu al Qur'an dan as Sunnah. In tamassaktum bihimaa Lan tadhillu abadan, kalau kita memegang keduanya, tidak akan sesat selama-lamanya.



Dan wajah seperti apa anak yang kita idamkan? Wajah anak-anak yang mengejar impiannya? Mengejar cita-citanya? Bersama Allah? Atau wajah anak-anak yang melupakan Allah? Asyik belajar, tapi shalat telat, shalat lupa, shalat sunnah berat dan susah? Hampir-hampir seperti kita yang jauh dari masjid? Jauh dari shalat tepat waktu? Jauh dari berjamaah? Sepi dari shalat-shalat sunnah?



Wajah anak-anak yang bagaimana yang mau kita lihat? Wajah anak-anak yang lebih penting ujian nasional ketimbang ujian hidup? Wajah anak-anak yang hanya memikirkan nilai berupa angka? Tapi melupakan nilai-nilai kehidupan? Utamanya nilai yang ada di al Qur'an dan di as Sunnah? Hidupnya kering dari budi, dari rasa, dari kasih sayang. Tujuan hidupnya kecil, hanya masuk sekolah favorit? Hanya masuk perguruan tinggi negeri? Setelah lulus, mikirin hanya nyari kerja, nyari gajian? Tidak mencari Allah, yang Maha Memiliki Pekerjaan, Maha Memiliki Rizki?



Pernahkah berpikir, siapa yang akan menguburkan Anda? Anak Anda? Ataukah ia hanya bisa melihat dari tepian kuburan, di mana tukang penggali kuburlah yang menanam jasad kita. Bukan anak kita? Sebelum kita kemudian timbun dengan tanah dan meninggalkannya?



Pernahkah berpikir, siapa yang akan mendoakan kita, dan mengalirkan kita kebaikan demi kebaikan, setelah wafatnya kita? Jangan-jangan kita dipusingkan sejak anak kita hidup dan sejak kita hidup. Pusing dengan kelakuannya, yang semuanya sebenarnya adalah kesalahan kita. Anak ibarat gelas. Sayang, ia diisi dengan air yang bukan air al Qur'an dan as Sunnah.



Tidakkah terbayangkan bahwa doanya anak kita adalah obat buat kita? Perhatiannya adalah kebahagiaan buat kita? Tatkala kita sakit, ia masuk bertanya dengan halusnya, sambil menggenggam tangan kita penuh kasih sayang. Kemudian mengambil wudhu, dan shalat sunnah untuk kesembuhan kita. Dan setelah shalat, ia membacakan al Qur'an untuk kita. Belum wafatnya kita aja begini, insya Allah setelah wafatnya, maka ia akan sering mengingat dan mendoakan kita.



Dan sudahkah kita juga memberi bekal doa buat anak kita, bukan sekedar bekal uang? Apa yang kita tinggali untuk anak kita? Rumah dan harta yang justru mereka mungkin akan berpeluang jauh dari Allah? Atau seperti Rasul, kita Tinggalkan al Qur'an dan as Sunnah? Atau seperti Abu Bakar, yang meninggalkan Allah dan rasul-Nya untuk anak dan keluarganya?



Kondisi sempurna, tidak akan ada yang bisa, kecuali Allah yang kemudian memudahkan dan membuat kita bisa mendekati kondisi ideal untuk anak kita dan kita. Bahagia di dunia, bahagia di akhirat. Sukses di dunia, selamat di akhirat. Amin..



Surat Terbuka ini saya tulis dengan mengucap Bismillaahir rahmaanir rahiim. Isinya seputar kegelisahan saya sebagai orang tua, juga kakak, juga paman, bagi anak-anak saya, adik-adik saya, dan ponakan-ponakan saya. Juga kegelisahan akan keadaan anak-anak Indonesia pada umumnya. Sekarang ini yang dipikirkan sama anak-anak kita bukan lagi cita-cita dan impiannya. Tapi ujian, ujian, dan ujian. Ini yang terus menerus ada di bayang-bayang mata mereka, pengaruh kita-kita orang-orang tuanya dan pengambil kebijakan di dunia pendidikan. Sempit sekali. Pendidikan akhlak, budi pekerti, kasih sayang, kesantunan, adat istiadat yang baik, dikesampingkan (Baca: Tidak dijadikan sistem, dan cenderung tidak diarahkan dan tidak dibentuk). Anak-anak lebih diarahkan dan ditujukan agar lulus dengan prestasi angka. Ujian sekolah dikhawatirkan, namun ujian hidup tidak dikhawatirkan.



Surat ini saya tulis untuk para ayah, para ibu, para kakak, para paman, yang mudah-mudahan timbul dengan surat sederhana ini kekhawatiran akan nasib anak-anaknya, adik-adiknya, ponakan-ponakannya. Banyak yang sudah hidup tidak lagi berbalut sunnah. Sudah mulai jarang terdengar anak-anak ceria menegakkan shalat ma'am, kecuali tradisi ini masih terjaga dengan baik di dunia pesantren. Sudah mulai jarang terdengar anak-anak yang bangga dengan dhuhanya yang tiada pernah putus, mati-matian menjaga shalat berjamaah di masjid lengkap dengan qabliyah ba'diyah bahkan tahiyyatul masjid dan sunnah wudlunya. Sudah mulai jarang terdengar anak-anak ditanya sudah khatam al Qur'an berapa kali? Sudah sampe mana hafalannya? Sudah berapa ayat yang engkau pelajari? Kemajuan teknologi yang seharusnya membuat banyak kemudahan, lantaran anak-anak kita ga siap, akhirnya kemudian terbawa sisi negatif dari teknologi tersebut. Pergaulan makin bebas, mata makin susah dijaga. Pendidikan dan pembiasaan puasa yang efektif buat ngerem nafsu; baik buat anak-anak juga buat dewasa, tidak lagi dibiasakan. Yang dibiasakan justru keluar makan, jajan, dan mengkonsumsi junk food. Anak-anak dari kecil hingga dewasanya tidak terlatih dan tidak dilatih untuk puasa.



Setelah lama tak bersiar, atas Izin Allah kini mulai marak gerakan anak-anak muda didikan orang-orang tua pendidik dan pengajar yang peduli terhadap as Sunnah, masuk dan menggerakkan sekolah-sekolah. Mereka tidak memulai dulu aktifitas sekolah yang dipimpinnya, kelas yang diajarnya, kecuali mereka bawa dulu anak-anak melakukan shalat dhuha; ketemu sama Allah Yang Maha Menghantarkan anak-anak kepada kesuksesan dunia akhirat yang diinginkannya. Mereka-mereka ini sanggup menghentikan semua kegiatan belajar mengajar, untuk mendisiplinkan anak shalat berjamaah. Mereka ajarkan qabliyah ba'diyah, dua ibadah ringan yang sudah mulai ditinggalkan para pencari dunia. Mereka ajarkan keutamaan zikir di samping keutamaan menuntut ilmu, bekerja, dan berusaha.



Ya, semoga benar-benar semakin banyak pendidik dan pengajar, juga pemilik-pemilik sekolah yang membimbing anak-anak didiknya untuk tumbuh bersama Allah dan Rasul-Nya. Dan semakin banyak pula orang-orang tua yang berkenan mencari sekolah-sekolah buat anak-anaknya, di mana di sekolah itu ada akhlak yang diutamakan, ada kesantunan yang diutamakan, ada al Qur'an dan as Sunnah.



Dengan Izin Allah seraya memohon Ridha-Nya, saya membuat Surat Terbuka ini. Kepengen menyampaikan Program I'daad. Program I'daad ini menjadi isi dari Surat Terbuka saya.



Mudah-mudahan berkenan. Terima kasih atas perhatiannya



Yusuf Mansur

Tidak ada komentar:

Posting Komentar