Assalamu’alaikum warrohmatullohi
wabarokaatuh…
Akhir-akhir ini marak sesama jama’ah
islam saling melontarkan tuduhan buruk kepada sesama saudaranya (saudara
muslim), sampai dengan saling membid’ahkan nya. Apakah hal ini yang diinginkan
dalam pelajaran akhlak dan keimanan seorang muslim? Apakah kita boleh seenaknya
saja melontarkan tuduhan kepada saudara kita sesama muslim, padahal banyak ayat
dalam qur’an mengatakan bahwa sesama muslim adalah saudara, dan dalam hadits
juga banyak disebutkan, bahwa haram kehormatan saudara muslim kita hinakan..
Berikut ada hadits-hadits terkait yang
mudah-mudahan bisa membantu kita untuk tidak saling melontarkan tuduhan buruk
kepada saudara kita sesama muslim.
Ibnu Umar berkata: Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Siapa saja berkata kepada
saudaranya, "Wahai kafir," maka salah satu dari keduanya kembali
dengan perkataan kufur itu jika memang seperti yang dia ucapkan. Akan tetapi jika
tidak, maka ucapan itu kembali kepada dirinya sendiri." (HR Muslim 111/60)
Dari Abu Dzarr, dia telah mendengar
Rasulullah shallallahu wasallam bersabda, "Tidak ada seorang lelaki yang
mengakui (orang lain) yang bukan ayahnya (sebagai ayah) padahal dia mengetahui
hal itu, maka dia telah kafir. Barangsiapa mengakui sesuatu yang tidak dia
miliki, maka dia bukan termasuk golongan kami, dan hendaklah dia menyiapkan
tempat duduknya dari api neraka. Dan barangsiapa memanggil seseorang dengan
sebutan kufur atau mengatakan, "Wahai musuh Allah," padahal orang
tersebut tidak seperti itu, maka (perkataan itu) akan kembali kepada dirinya
sendiri." (HR Bukhari (VI/3508) dan Ibnu Majah (11/2610) dari riwayat
Sa'ad dan Abu Bakrah)
Makna hadits diatas sesuai dari kitab
Syarh Shahih Muslim Imam Nawawi (salah satunya) adalah makna hadits tersebut ditakwilkan
pada kekufuran. Sebab bentuk-bentuk kemaksiatan sebagaimana yang telah mereka
katakan [sangat mengkhawatirkan] bisa mengakibatkan kekufuran. Bahkan kekufuran
tersebut dikhawatirkan benar-benar terealisasi pada orang yang sering
mempraktekkan hal tersebut. Pendapat ini diperkuat dengan riwayat yang
disebutkan Abu Awanah Al Isfarayini di dalam kitabnya Al Mukharraj 'Ala Shahih
Muslim, "Jika yang diajak bicara itu memang telah berstatus kafir, [maka
tidak ada masalah]. Sedangkan kalau tidak, maka kekufuran itu akan kembali
kepada dirinya." Dalam riwayat juga disebutkan,
(Jika dia berkata kepada saudaranya,
"Wahai kafir," maka kekufuran wajib mengenai salah satu di antara
keduanya).
Sungguh sangat jelas dengan penjelasan
hadits diatas, bahwa kita harus berhati-hati dalam melakukan claim/ tuduhan
kepada saudara kita sesama muslim. Bila kita salah menuduh / menuduh tanpa
bukti, maka bisa saja tuduhan itu berbalik kepada kita.
Islam sangat lah melindungi hak asasi
orang lain. Contoh yang paling sederhana saja, dan cukup krusial, bahwa kita
tidak boleh menuduh zina kepada orang lain. Bila kita menuduh seseorang berbuat
zina, maka kita diharuskan menghadirkan 4 orang saksi (An Nuur: 4 dan 13). Bila
tuduhan kita (terhadapa pezina) tersebut tidak terbukti, maka kita wajib di hokum
dengan hukuman cambuk (An Nuur:4).
Maka saudaraku, berhati-hatilah terhadap
mulut kita itu. Jangan pernah kita menuduh seseorang tanpa bukti, apalagi
sampai dengan mentakfir, mengkafirkan orang lain, menuduh ahli bid’ah, dll yang
hal tersebut dapat menyakiti hati orang tersebut.
Cukuplah kita ingat dengan pesan Baginda
Rasulullah, “Dari Anas, dari Nabi shallallahu `alaihi wasallam, beliau
bersabda, ‘Demi Dzat Yang jiwaku berada di tangan-Nya, seorang hamba tidak
beriman sampai dia mencintai tetangganya (atau Rasulullah telah bersabda,
"[sampai dia mencintai] saudaranya) sebagaimana dia mencintai dirinya
sendiri.” (HR Muslim /72)
Sudah sangat jelas tentang hadits
diatas, bagaimana kita bisa dikatakan beriman, bila dengan mudahnya kita
melontarkan tuduhan-tuduhan tanpa saksi yang jelas apalagi bukti yang jelas
kepada yang kita tuduhkan. Sungguh sangat mengherankan, saat ini, dimana banyak
para penimba ilmu, maupun para pengajar ilmu, dengan mudahnya melontarkan
tuduhan kepada orang lain, tanpa melakukan tabayyun, mencari saksi maupun
bukti. Selama tindakan orang yang mereka tuduh adalah tidak sama dengan
kelompoknya, maka mereka akan melontarkan tuduhan Kafir / Ahli Bid’ah, dll.
Perlu diingat, bahwa, kita tidaklah
pernah tahu akhir hayat kita. Boleh jadi tuduhan tersebut bisa benar adanya.
Namun kita tetaplah harus berhati-hati, karena kita tidak lah pernah tahu akhir
dari hayat orang tersebut, maupun akhir dari hidup kita. Tentunya kita masih
ingat, tentang seorang pembunuh, yang telah membunuh banyak orang, namun
dikarenakan dirinya bertobat, maka Allah memasukkan dirinya kedalam Surga (Al
Hadits). Cukuplah hadits dibawah ini menjadi renungan bagi kita.
Dari Abu 'Abdirrahman Abdullah bin
Mas'ud radhiallahu 'anh, dia berkata : bahwa Rasulullah telah bersabda,
"Sesungguhnya tiap-tiap kalian dikumpulkan penciptaannya dalam rahim
ibunya selama 40 hari berupa nutfah, kemudian menjadi 'Alaqoh (segumpal darah)
selama itu juga lalu menjadi Mudhghoh (segumpal daging) selama itu juga,
kemudian diutuslah Malaikat untuk meniupkan ruh kepadanya lalu diperintahkan
untuk menuliskan 4 kata : Rizki, Ajal, Amal dan Celaka/bahagianya. maka demi
Alloh yang tiada Tuhan selainnya, ada seseorang diantara kalian yang
mengerjakan amalan ahli surga sehingga tidak ada jarak antara dirinya dan surga
kecuali sehasta saja. kemudian ia didahului oleh ketetapan Allah lalu ia
melakukan perbuatan ahli neraka dan ia masuk neraka. Ada diantara kalian yang
mengerjakan amalan ahli neraka sehingga tidak ada lagi jarak antara dirinya dan
neraka kecuali sehasta saja. kemudian ia didahului oleh ketetapan Alloh lalu ia
melakukan perbuatan ahli surga dan ia masuk surga. [HR Bukhari no. 3208, Muslim
no. 2643]
Sungguh…sangat besar faedah dan
pelajaran yang dapat diambil dari hadits diatas.
Janganlah pernah kita merasa bahwa kita
lebih baik dari orang lain, kita merasa amal ibadah kita diterima, kita merasa
sudah paling benar dalam mengikuti sunnah Rasulullah SAW, padahal sesungguhnya
masih banyak Sunnah Rosulullah SAW yang lainnya, yg belum kita lakukan.
Seharusnya kita mengingat perkataan Istri
Rasulullah SAW, Aisyah RA, yang mengatakan bahwa “Ahlak Rasulullah adalah al-Qur’an.”
(HR. Muslim).
Dengan ini kita seharusnya lebih
mengerti tentang al Qur’an, tentang dilarang berlaku zhalim, harus adil, baik sesama
muslim maupun kepada non muslim, dilarang menggunjing saudaranya, dilarang
berdusta, dll , yang semuanya disebutkan di dalam Al Qur’an.
Sering kali kita merasa sudah berbuat
baik yang banyak, padahal, kita masih suka bergunjing, kadang masih berdusta,
kadang juga tidak bisa menahan pandangan, sering tidak adil, dan banyak hal
yang mengakibatkan kita terjerumus kedalam dosa.
Marilah kita mulai saat ini menahan dari
komentar-komentar yang tidak baik kepada saudara kita. Cukuplah kita selalu
mendoakan saudara kita sesama muslim, bila melihat perbuatan mereka yang salah,
dan akan lebih baik bila kita bisa memberitahukannya tentang kesalahannya
tersebut, daripada kita sibuk mencela saudara kita dengan member cap Ahlu Bid’ah,
Kafir, dll.
Semoga kita semua bisa menahan lisan dan
menggunakannya dengan lebih bijak….amin..
Wallahua’lam bishowab…
Aaamiin... sukron jazakillah
BalasHapus