Ringkasan Tafsir Al Baqarah ayat 44 dari
beberapa Mufassirin
Mengapa kamu suruh orang lain
(mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri,
padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir? (Al Baqarah:44)
Tafsir Al Qurthubi (Al Jami’ Lil Ahkam Al Qur’an)
Pada firman Allah
ini terdapat beberapa masalah:
Pertama:
Firman Allah Ta'ala,
“Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian," ini merupakan (bentuk
pertanyaan) yang mengandung makna celaan. Menurut Ahli Takwil, yang dimaksud
dalam firman Allah ini adalah para ulama umat Yahudi.
Ibnu Abbas berkata,
"Dahulu sebagian orang Yahudi Madinah berkata kepada mertuanya, keluarganya,
dan saudara susuannya dari kaum muslim, “Konsistenlah terhadap apa yang kamu
anut dan apa yang diperintahkan oleh orang ini “maksudnya Muhammad”. Karena sesungguhnya
itu adalah benar.
Mereka memerintahkan
seperti itu kepada orang-orang, namun mereka sendiri tidak melakukannya."
Diriwayatkan juga
dan Ibnu Abbas: "Para pendeta memerintahkan para pengikut dan ummat mereka
untuk mengikuti Taurat, namun mereka sendiri melanggarnya karena mereka mengingkari
sifat Muhammad."
Ibnu Juraij berkata,
"Para pendeta memerintahkan untuk taat kepada Allah, sementara mereka
sendiri terjerembab dalam kemaksiatan."
Sekelompok ulama
berkata, "Para pendeta memerintahkan untuk mengeluarkan shadaqah, namun
mereka sendiri kikir."
Pengertian dari
ungkapan-ungkapan tersebut adalah saling berdekatan. Sebagian Ahli Isyarah
berkata, "Makna (dari firman Allah tersebut adalah), Apakah kalian
menuntut orang-orang untuk mempercayai makna yang sesungguhnya, sementara
kalian sendiri mengingkari bentuk redaksinya."
Kedua:
Siapakah orang yang
dihukum dengan hukuman sepedih (berikut) ini. Hamad bin Salamah meriwayatkan
dari Ali bin Zaid, dari Anas, dia berkata, "Rasulullah SAW bersabda, “Pada
malam isra, aku melewati manusia yang mulutnya digunting dengan gunting yang
terbuat dari api. Aku bertanya kepada Jibril, Siapa mereka?' Jibril menjawab,
Mereka adalah para penceramah dunia yang memerintahkan manusia (mengerjakan)
kebaikan, sedang mereka melupakan (kewajiban) mereka sendiri, padahal mereka membaca
Al Kitab (Taurat). Maka tidakkah kamu berpikir '." (HR. Ahmad)
Abu Umamah
meriwayatkan, dia berkata: Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya orang
yang memerintahkan manusia untuk mengerjakan kebaikan sedang mereka melupakan
(kewajiban) mereka sendiri. maka usus-usus mereka akan ditarik ke dalam neraka
jahanam. Dikatakan kepada mereka, "Siapa kalian?" Mereka menjawab,
"Kami adalah orang-orang yang memerintahkan
manusia untuk mengerjakan kebaikan, sedang
kami melupakan (kewajiban) kami sendiri."
Saya (Al Qurthubi)
katakan, "Meskipun hadits ini lemah, sebab dalam sanadnya terdapat Al
Khushaib bin Jandar, sosok yang (haditsnya) lemah oleh imam Ahmad. Demikian
pula dengan hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Ma' in dari Abu Ghalib, dari Abu
Umamah Shudi bin Ajlan Al Bahili Abu Ghalib —menurut keterangan yang
diriwayatkan oleh Yahya bin Ma'in adalah Hazawwar Al Qurasyi, mantan budak
Khalid bin Abdullah bin Usaid. Namun menurut satu pendapat, dia adalah mantan budak
Bahilah. Sedangkan menurut pendapat yang lain, dia adalah Abdurrahman Al
Hadhrami. Dia berangkat ke Syam dalam melakukan perniagaannya. Yahya bin Ma' in
berkata `Dia adalah sosok yang shahih
haditsnya.'
Muslim meriwayatkan
pengertian haditsnya dalam Shahih-nya dari Usamah bin Zaid, dia berkata, “Aku
mendengar Rasulullah SAW bersabda ‘Seseorang akan didatangkan pada hari kiamat,
lalu dia akan dilemparkan ke dalam neraka, sehingga usus-usus perutnya terburai
(di dalam neraka). Dia kemudian berputar di dalam neraka seperti keledai yang
mengitari alat penggilingan (gandum)’. (HR Bukhari, HR Ahmad). Para penghuni neraka
kemudian mendatanginya, lalu mereka bertanya, ‘Wahai Fulan, ada apa denganmu.
Bukankah engkau selalu memerintahkan kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang mungkar?'
Dia menjawab, ‘Benar, sesungguhnya aku memang memerintahkan kepada yang ma'ruf
namun aku tidak melakukannya, dan aku pun memerintahkan agar mencegah dari yang
mungkar namun aku melakukannya'." (HR Muslim)
Saya (Al Qurthubi)
katakan, "Sesungguhnya hadits yang shahih dan lafazh ayat (di atas)
menunjukkan bahwa hukuman bagi orang yang mengetahui kepada yang ma'ruf dan yang
mungkar, serta mengetahui kewajiban untuk melaksanakan yang ma'ruf dan menjauhi
yang mungkar adalah lebih pedih dari pada orang yang tidak mengetahuinya. Itu
terjadi sebab dia seperti orang yang menghinakan keharaman Allah dan melecehkan
hukum-hukum-Nya. Dalam hal ini, dia adalah orang yang tidak memanfaatkan ilmunya.
Sementara Rasulullah SAW bersabda,
“Manusia yang paling
pedih siksaannya pada hari kiamat adalah orang yang alim namun Allah tidak
membuat ilmunya bermanfaat” (HR Ibnu Majah)
Ketiga:
Ketahuilah —semoga
Allah memberikan taufik kepada kita - bahwa celaan tersebut muncul karena tidak
mengerjakan ketaatan dan kebaikan, bukan karena memerintahkan untuk mengerjakan
kebaikan. Oleh karena inilah Allah Ta 'ala melarang dalam kitab-Nya suatu kaum
yang memerintahkan perbuatan bakti namun mereka tidak melaksanakannya. Allah mencela mereka dengan celaan abadi yang dapat
dibaca sampai hari Kiamat.
Allah berfirman, "Mengapa
kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian…….”
Manshur Al Faqih berkata, dan alangkah baik apa yang dia katakan:
Sesungguhnya ada suatu kaum yang memerintahkan kami terhadap apa yang
tidak mereka kerjakan.
Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang gila, meskipun mereka belum
menjadi orang-orang yang gila.
Abu Al Atahiyah
berkata,
Engkau menjelaskan tentang ketakwaaan, hingga seolah-olah engkau
adalah orang yang bertakwa,
padahal aroma dosa-dosa terpancar dari pakaianmu.
Abu Al Aswad Ad-Du`
afi berkata,
Janganlah engkau melarang manusia, sementara engkau (sendiri)
melakukan apa yang engkau larang itu.
Adalah aib yang besar bagimu, jika engkau melakukan hal itu.
Maka mulailah dengan dirimu, maka cegahlah ia dari kesesatan.
Jrika ia berhenti dari kesesatan, maka (sesungguhnya) engkau adalah
seorang yang bijaksana.
Di sanalah dirimu akan diterima dan diikuti, jika engkau memberikan nasihat
dengan ucapan darimu, dan akan bermanfaat pemberian pelajaran (yang
engkau sampaikan).
Abu Amru bin Mathar
berkata, "Aku hadir di majlis Abu Utsman Al Hiri Az-Zahid, lalu dia keluar
dan duduk di tempat yang biasa didudukinya untuk berdzikir. Dia terdiam dalam
waktu yang lama. Seorang lelaki yang mengenal Abu Al Abbas kemudian menyerunya,
"Engkau pikir dapat mengatakan sesuatu dalam diammu?" Abu Utsman
mulai angkat bicara,
`Orang yang tidak bertakwa akan menyuruh manusia bertakwa.
Itu adalah dokter yang harus diobati dan dokter yang sakit.'
Maka meledaklah suara tangisan dan rintihan."
Keempat:
Ibrahim An-Nakha' i
berkata, "Sesungguhnya aku tidak menyukai cerita karena tiga ayat:
(1) firman Allah
Ta'ala: Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaikan
(2) firman-Nya: "Mengapa
kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat?," (Qs. Ash-Shaf [61:2]: dan
(3) firman Nya, "Dan
aku tidak berkehendak menyalahi kamu (dengan mengerjakan) apa yang aku larang. (Huud,
[11]: 88)
Salam
bin Amru berkata,
Alangkah buruk perintah untuk berzuhud dari penasihat
yang memerintahkan manusia untuk berzuhud, sementara dia
(sendiri) tidak berzuhud.
Seandainya dalam zuhudnya ada kebenaran, maka pagi dan siang
rumahnya adalah masjid.
Jika memang dia menolak dunia, mengapa dia
Meminta dan memohon pertolongan kepada manusia
Rezeki itu dibagi (oleh Allah) kepada orang yang engkau lihat
la didapatkan oleh orang yang berkulit putih dan orang yang berkulit hitam.
Al Hasan berkata
kepada Mutharrif bin Abdullah, "Nasihatilah sahabat-sahabatmu!"
Mutharrif menjawab, "Sesungguhnya aku merasa khawatir akan mengatakan
sesuatu yang tidak aku kerjakan." Al Hasan berkata, Semoga Allah
merahmatimu! Siapakah di antara kita yang melakukan apa yang dia katakan?
Syetan ingin memenangkan hal ini, sehingga tidak akan ada seseorang pun yang
memerintahkan kepada yang ma'ruf dan mencegah dari mungkar."
Kelima:
Firman Allah Ta
'ala: "Sedang kamu melupakan
(kewajiban)mu sendiri." Yakni membiarkan. An-nisyaan —dengan kasrah huruf
nun— itu memiliki makna at-tark (membiarkan), dan makna inilah yang dimaksud di
sini. Juga yang dimaksud dalam firman Allah Ta 'ala: "Mereka telah lupa
kepada Allah, maka Allah melupakan mereka." (Qs. At-Taubah [9]: 67)
Dalam firman Allah, "Maka
tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka."
(Qs. Al An' aam [6] : 44).
Juga yang dimaksud
dalam firman Allah: "Dan janganlah kau melupakan keutamaan di antara
kamu." (Qs. Al Baqarah [2] : 238) An-Nisyaan itu mengandung arti lawan
kata ingat dan memelihara. Contohnya adalah hadits yang menyatakan: "Adam
lalai sehingga anak-cucunya pun lalai" Hadits ini akan dijelaskan nanti.
Keenam:
Firman Allah Ta'ala, "Padahal kamu membaca Al-Kitab (Taurat)."
Firman Allah ini merupakan celaan yang besar bagi orang yang mengerti.
Ketujuh:
Firman Allah Ta
'ala, "Maka tidakkah kamu berpikir" Yakni, tidakkah kamu mencegah
dirimu agar tidak terjatuh dalam situasi yang mengenaskan bagimu ini.
Tafsir As Sa’di
Tafsir ayat:
"Mengapa kamu suruh orang lain mengerjakan
kebajikan" yaitu dengan keimanan
dan kebaikan, "Sedang kamu melupakan
diri (kewajiban) mu sendiri" maksudnya kalian meninggalkannya padahal
kalian memerintahkannya kepada orang lain, dan kondisinya, "Padahal kamu membaca al-Kitab (Taurat)? Maka
tidakkah kamu berpikir?"
Dinamakan akal itu
sebagai akal karena ia dipakai untuk berfikir kepada kebaikan yang bermanfaat
untuknya, dan sadar dengarmya dari hal-hal yang memudharatkan dirinya, dan hal
tersebut dibuktikan bahwa akal menganjurkan kepada pemiliknya untuk menjadi
orang yang pertama melakukan apa yang diperintahkan dan orang yang pertama
meninggalkan apa yang dilarang, maka barangsiapa yang memerintahkan orang lain
kepada kebaikan lalu dia tidak melakukannya atau melarang dari kemungkaran
namun dia tidak meninggalkannya maka hal itu menunjukkan tidak adanya akal
padanya dan kebodohannya, khususnya bila dia telah mengetahui akan hal itu, dan
hujjah benar-benar telah tegak atasnya, ayat ini walaupun turun kepada bani
Israil namun ia bersifat umum kepada setiap orang karena firman Allah, "Wahai orang-orang yang beriman, kenapa kamu
mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah
bahwa kamu mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan." (Ash-Shaff: 2-3)
Dalam ayat ini tidak
ada suatu hal pun yang menunjukkan bahwasanya seseorang bila tidak melakukan
apa yang diperintahkan kepadanya bahwa dia meninggalkan perintah kepada
kebaikan dan melarang dari yang mungkar karena ayat itu menunjukkan suatu
kecaman menurut kedua kewajiban tersebut, bila tidak seperti itu maka suatu hal
yang telah diketahui bahwasanya setiap manusia memiliki dua kewajiban yaitu
memerintah orang lain dan melarangnya, dan memerintah dirinya sendiri dan melarangnya,
maka meninggalkan salah satu dari kedua kewajiban itu bukanlah suatu keringanan
untuk meninggalkan yang lainnya, karena idealnya adalah seseorang mampu
melakukan kedua kewajiban itu dan demikian juga sangat aib sekali bila
seseorang meninggalkan keduanya. Adapun jika dia melakukan salah satu dari
kedua kewajiban itu tanpa lainnya maka dia tidaklah dalam posisi yang ideal dan
tidak pula pada posisi sangat aib, dan nafsu juga dibuat untuk tidak tunduk
kepada orang yang perbuatannya bertentangan dengan perkataannya, maka peniruan
mereka dengan perbuatan adalah lebih kuat daripada peniruan mereka dengan
sekedar perkataan saja.
Tafsir Fathul Qadir
Huruf Hamzah dalam
firman-Nya, (Mengapa kamu suruh orang lain [mengerjakan kebajikan) berfungsi
sebagai partikel tanya, dan pertanyaan di sini mengindikasikan buruknya yang
dituju, buruknya mereka itu bukan karena menyuruh orang lain mengerjakan kebaikan,
karena yang demikian adalah perbuatan baik yang dianjurkan namun karena justru
mereka sendiri yang tidak melakukan kebaikan tersebut yaitu seperti yang disimpulkan
dari firman-Nya, (Sedang kamu melupakan
diri [kewajiban]mu sendiri) dengan menganggap suci diri sendiri, dan
melakukan aktivitas para penyeru kebenaran (dai) agar kondisi dirinya yang
sebenarnya tidak diketahui orang lain, sebagaimana yang dikatakan oleh Abu Al
Atahiyah.
(Padahal kamu membaca Al Kitab [Taurat])
adalah kalimat keterangan kondisi yang mengisyaratkan celaan mendalam dan sangat
membungkam (membuat lisan tidak lagi sanggup membantah), yakni: Mengapa kalian
meninggalkan kebaikan yang kalian perintahkan kepada orang lain, Padahal kalian
ahli ilmu yang mengetahui buruknya perbuatan ini dan beratnya ancaman atasnya,
sebagaimana yang kalian lihat di dalam Al Kitab yang kalian bacakan dan
ayat-ayat Taurat yang kalian bacakan.
(Maka tidakkah kamu berfikir?) adalah
kalimat tanya untuk mengingkari mereka dan sebagai tamparan bagi mereka, dan
ini lebih keras dari yang pertama.
Tamparan Allah di
sini lebih keras lagi mengenai orang berilmu yang memerintahkan orang lain
berbuat baik tapi ia sendiri tidak melakukannya. Yaitu mereka yang tidak
mengamalkan ilmunya. Allah mengingkari perbuatan mereka; Memerintahkan orang
lain berbuat baik dengan melupakan mereka sendiri dalam hal itu, yaitu perintah
yang mereka sampaikan di masjid masjid dan yang mereka serukan di
majelis-majelis, untuk memberikan kesan kepada orang lain bahwa mereka adalah
para penyampai perintah dari Allah yang disertai dengan argumen-argumen. Mereka
menerangkan kepada hamba Allah apa yang diperintahkan kepada mereka dengan penjelasan
Nya, menyampaikan kepada para makhluk-Nya apa yang diserukan-Nya kepada mereka
dan mengajak mereka memeliharanya, padahal mereka adalah yang paling sering
meninggalkannya, paling jauh dari manfaatnya dan jarang mengamalkannya.
Kemudian Allah mengikat redaksi tadi dengan redaksi lainnya, sehingga
menjadikannya sebagai keterangan tentang kondisi mereka, membeberkan aurat
mereka dan menghancurkan tabir penutup keculasan mereka, yaitu bahwa
sesungguhnya mereka melakukan perbuatan dan tindakan buruk ini berdasarkan pada
kesadaran mereka sendiri, dan mereka telah mengetahuinya dari Al Kitab yang
telah diturunkan kepada mereka dan senantiasa mereka baca. Perumpamaan mereka
dalam hal in adalah sebagaimana yang dikatakan oleh Al Ma’ri:
Sebenarnya para penerima Taurat yang
membacakannya, hanyalah untuk mengambil keuntungan, bukan karena cinta
membacanya.
Kemudian Allah
beralih bersama mereka dari satu tamparan ke tamparan berikutnya, dan dari satu
celaan ke celaan berikutnya,
Allah mengatakan,
"Sesungguhnya, seandainya kalian bukan termasuk ahli ilmu, para pemegang
hujjah dan para pengkaji kitab-kitab Allah, dan hanya sebagai orang-orang yang
dapat berfikir, niscaya hal ini menjadi penghalang antara kalian dan hal
tersebut, dan menjadi penghalang untuk kalian darinya. Mengapa kalian
menyepelekan apa yang dituntut oleh akal setelah kalian meremehkan hal yang
dituntut oleh pengetahuan?”
Makna al `aql secara
bahasa adalah al man'u (menahan), Al Aql adalah lawan al jahl (bodoh).
Penafsiran al aql
yang terdapat pada ayat ini bisa dengan asal makna al aql menurut Data ahli
bahasa, yakni: Maka, tidakkah kalian menahan diri kalian agar tidak terjerumus
ke dalam kondisi tercela ini? Bisa juga ayat ini ditafsirkan: Maka, tidakkah
kalian memperhatikan akal yang telah Allah anugerahkan kepada kalian, mengapa
kalian tidak memanfaatkan ilmu yang telah ada pada kalian?
Tafsir Ibnu Katsir
CELAAN ATAS AMAR MA'RUF YANG TIDAL DIIRINGI DENGAN
PENGAMALAN
Allah SWT bertanya:
"Wahai sekalian Ahli Kitab, apakah pantas
kalian menyuruh manusia untuk berbuat kebajikan, sedang kalian melupakan diri
kalian sendiri?” Kalian tidak
melaksanakan apa yang kalian perintahkan kepada mereka padahal kalian membaca
al-Kitab dan mengetahui kandungannya berupa ancaman bagi orang yang mengabaikan
perintah-perintah Allah? Apakah tidak memikirkan apa yang kalian lakukan untuk
diri kalian itu hingga kalian terjaga dari tidur dan mata kalian terbuka dari kebutaan?"
Hal ini sebagaimana
yang diriwayatkan oleh `Abdurrazzaq, Ma'mar, dari Qatadah, tentang firman
Allah:
"Mengapa kamu suruh orang lain mengengerjakan
kebajikan, sedang kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri," ia
mengatakan: "Dahulu Bani Israil menyuruh menusia berbuat ketaatan, takwa
dan kebajikan, namun mereka menyelisihinya” Maka Allah SWT mencela mereka.
Demikianlah
perkataan as-Suddi. Ibnu Juraij menjelaskan tentang ayat: "Mengapa
kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan," mereka mengatakan: "Ahli Kitab dan
orang-orang munafik menyuruh manusia berpuasa dan melaksanakan shalat, namun
mereka tidak mengamalkan apa yang mereka serukan kepada manusia. Oleh sebab
itulah Allah mencela mereka karenanya. Maka hendaklah orang yang menyeru kepada
kebaikan adalah orang yang paling bersegera dan bersungguh-sungguh melaksanakan
kebaikan tersebut."
Muhammad bin Ishaq
meriwayatkan dari Ibnu 'Abbas RA: “Sedang
kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri," yakni meninggalkan diri
kalian. "Padahal kamu membaca
al-Kitab (Taurat). Maka tidakkah kamu berfikir?" Yakni melarang manusia mengkufuri apa yang ada pada
kalian berupa nubuwwah dan perjanjian di dalam Taurat, sedangkan kalian meninggalkan
diri kalian sendiri dengan menyelisihi janji yang telah Kami ambil dari kalian
untuk membenarkan Rasul Kami, sementara kalian membatalkan perjanjian kalian
dengan-Ku dan kalian mengingkari apa yang kalian ketahui dari Kitab suci-Ku.”
Tujuannya, Allah
Ta'ala mencela mereka atas perbuatan tersebut, Dan memperingatkan kesalahan
mereka berkenaan dengan hak mereka, yakni menyeru kepada kebaikan namun mereka sendiri
tidak melaksanakan kebaikan itu. Jadi, yang dicela bukanlah usaha mereka
menyeru kepada kebaikan, karena hal itu termasuk perbuatan baik dan wajib atas
seorang yang berilmu. Akan tetapi yang lebih wajib dan lebih layak bagi seorang
alim adalah mengerjakan kebajikan bersama orang-orang yang ia seru dan tidak
menyelisihi mereka. Sebagaimana perkataan Nabi Syu'aib AS : "Hai kaumku,
bagaimana pikiranmu jika aku mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku dan
dianugerahi-Nya aku dari pada-Nya rezki yang baik (patutkah aku menyalahi
perintah-Nya)? Dan aku tidak berkehendak menyalahi kamu (dengan mengerjakan) apa
yang aku larang. Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama
aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan
(pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya
kepada-Nya-lah aku kembali. " (QS. Huud: 88)
Dengan demikian,
amar ma'ruf dan pengamalannya merupakan suatu kewajiban yang salah satu dari
keduanya tidak gugur dengan meninggalkan yang lainnya. Demikian menurut
pendapat yang paling shahih dari para ulama Salaf maupun Khalaf.
Imam Ahmad
meriwayatkan dari Abu Wa-il, ia menceritakan dikatakan kepada Usamah, dan
ketika itu aku diboncengnya: “Tidakah
engkau menasihati `Utsman?" Maka Usamah berkata: "Apakah kalian kira jika aku menasihati
`Utsman aku akan menyampaikannya kepada kalian? Sesungguhnya aku telah
berbicara empat mata dengan `Utsman tanpa menimbulkan masalah yang aku sangat
berharap tidak menjadi orang pertama yang membukanya. Demi Allah, aku tidak
akan mengatakan kepada seseorang: `Sesunggulnya engkau ini adalah sebaik-baik
manusia,' meskipun yang ada dihadapanku adalah seorang penguasa, karena aku
telah mendengar sabda Rasulullah SAW" Maka orang-orang pun bertanya:
"Apa yang engkau dengar dari beliau?"
Usamah menjawab: "Kelak pada hari Kiamat akan didatangkan
seorang laki-laki, lalu ia dicampakkan ke dalam Neraka. Kemudian ususnya
ter-burai dan ia berputar-putar di dalam Neraka seperti keledai mengitari
penggilingannya. Maka para penghuni Neraka me-ngelilinginya seraya berkata: `Wahai
fulan, apa yang menimpa dirimu, bukankah engkau dahulu selalu menyeru kami
berbuat kebaikan dan mencegah kami dari kemunkaran?' Orang itu menjawab: `Dahulu aku menyuruh kalian berbuat kebaikan
namun aku tidak mengerjakannya. Dan aku melarang kalian berbuat kemunkaran
namun aku sendiri mengerjakannya." (HR Ahmad)
Diriwayatkan pula
oleh al-Bukhari dan Muslim)"
Wallahua’lam
bishowab
Disalin dan diringkas dari kitab-kitab Tafsir Ibnu Katsir, Fathul Qodir, As Sa'di, dan Al Qurthubi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar