Pengertian Shalat Tarawih.
Dinamakan sebagai sholat Tarawih (Sholat santai) karena para sahabat kala itu biasa beristirahat setelah 4 rakaat (Lihat al-Qamus al-Muhith, bab Ha fasal ra’hal. 282, lisanul Arab, Ibnu Mandhur, bab ha fasal ra 2/462)
Tarawih adalah shalat malam di bulan Ramadhan, dilakukan pada awal malam. (Lihat Majmu Fatawa al Imam Abdul Aziz ibni Abdillah ibni Baz). Disebut sebagai shalat santai dibulan Ramadhan, karena mereka biasa melakukan istirahat setiap selesai dua kali salam, berdasarkan hadits Aisyah RA ketika ditanya,
“Bagaimana sholat yang dilakukan oleh Rasulullah SAW pada bulan Ramadhan?” Aisyah RA menjawab, “Rasulullah SAW tidak pernah melakukan lebih dari sebelas rakaat di bulan Ramadhan atau di luar bulan Ramadhan. Beliau shalat empat rakaat, tidak usah ditanyakan tentang bagusnya dan panjangnya. Kemudian sholat empat rakaat lagi, dan jangan ditanyakan tentang bagusnya dan panjangnya. Kemudian beliau sholat tiga rakaat.” (Muttafaq ‘alaih, al Bukhari dalam kitab at Tahajjud dan Qiyam ‘an Nabiy SAW no 147, Muslim dalam kitab Sholat al Musafirin, bab Shalatil lail wa ‘adad rakaat an Nabiy SAW no 738)
Penuturan Aisyah RA, “….Beliau sholat empat rakaat, kemudian shalat empat rakaat” menunjukkan bahwa ada pemisah antara empat rakaat pertama dengan yang kedua dan tiga rakaat yang terakhir. Pada masing-masing empat rakaat, beliau melakukan salam setelah dua rakaat (Lihat asy Syarhul Mumti” Karya al Allamah Ibnu ‘Utsaimin, 4/66)
Dasarnya adalah hadits Aisyah RA juga yang menceritakan, “Rasulullah SAW biasa melakukan shalat pada malam hari sebelas rakaat, dan berwitir satu rakaat diantaranya.” Dalam lafazh lain disebutkan, “Pada setiap dua rakaat, beliau salam dan berwitir di akhirnya satu rakaat” (HR Muslim no 736)
Ini sebagai penafsiran dari hadits pertama, dan menunjukkan bahwa Rasullah SAW biasa melakukan salam setelah dua rakaat. Beliau juga bersabda, “Shalat malam itu hanya dua-dua rakaat”(Muttafaq ‘alaih, Bukhari no 990, Muslim no 749)
Hukum Sholat Tarawih
Hukum Sholat Tarawih adalah Sunnah Muakkad seperti dijelaskan oleh Imam an Nawawi dalam Syarah Muslim oleh an Nawawi VI: 286, bahwa Para ulama bersepakat bahwa shalat Tarawih itu hukumnmya adalah sunnah muakkad.
Keutamaan Shalat Tarawih
Diampuni dosa-dosanya yang telah lalu (dosa-dosa kecil, karena dosa besar hanya diampuni dengan bertobat, dengan tobat nasuha) sesuai dengan hadits shohih dari Abu Hurairah RA, bahwa Rosulullah SAW bersabda, “Barangsiapa melakukan sholat malam di bulan Ramadhan dengan dasar keimanan dan mengharapkan pahala, akan diampuni baginya dosa-dosanya yang telah lalu” (HR Bukhari, Muslim)
Diisyaratkan sholat tarawih dan shalat malam bulan Ramadhan berjamaah mengikuti imam hingga usai sholat.
Dasarnya adalah hadits Abu Dzar RA, menceritakan, “Kami dahulu melakukan puasa bersama Rasulullah SAW di bulan Ramadhan. Namun beliau tidak turut shalat bersama kami hingga tersisa tujuh hari dari bulan tersebut. Saat itu baru beliau shalat bersama kami hingga berakhir sepertiga malam. Pada saat bersisa enam hari lagi dari bulan Ramadhan, beliau kembali tidak shalat bersama kami. Sementara pada saat tinggal tersisa lima hari lagi, beliau shalat bersama kami hingga berakhir separuh malam. Kami berkata, Wahai Rasulullah SAW. Andaikata engkau sudi menghabiskan sisa malam ini dengan shalat sunnah bersama kami?” Beliau menanggapi, “Sesungguhnya barangsiapa shalat bersama imam hingga shalat usai, Allah akan menulis baginya pahala shalat satu malam suntuk”. Dalam riwayat lain “Akan dituliskan baginya pahala shalat satu malam suntuk”. Ketika tinggal tersisa empat hari lagi, beliau kembali tidak shalat bersama kami. Saat Ramadhan tinggal bersisa tiga hari, beliau mengumpulkan keluarga beliau dan istri-istri beliau, lalu shalat bersama kami hingga kami khawatir tertinggal falah” Aku bertanya, “Apa yang dimaksudkan dengan waktu falah?” Beliau menjawab, “Waktu Sahur.” Kemudian pada hari-hari yang tersisa, beliau kembali tidak shalat bersama kami lagi” (HR Ahmad, Abu Dawud, An Nasa’i,Ibnu Majah, dishohihkan oleh Syaikh Albani dalam Shohih Sunan An Nasa’I dan yang lainnya)
Dasar lainnya adalah hadits Aisyah RA, bahwa Rasulullah SAW pernah keluar ditengah malam dan shalat di Mesjid. Maka kaum lelaki turut shalat bersama beliau. Orang-orang banyak memperbincangkan hal itu. Malam berikutnya kaum lelaki lebih banyak lagi yang berkumpul. Di malam kedua, Rasulullah SAW juga shalat bersama mereka. Orang-orang kembali memperbincangkan hal itu, hingga pada malam ketiga, yang berkumpul lebih banyak lagi. Beliau lalu keluar ke mesjid dan sholat bersama mereka. Orang-orang kembali membicarakan hal itu. Pada malam keempat, mesjid penuh sesak dengan kaum muslimin yang menghadirinya. Namun Rasulullah SAW tidak keluar menemui mereka. Sampai-sampai ada diantara mereka yang berujar memanggil, “Shalat, shalat” Namun Rasulullah SAW tidak juga keluar, hingga datang waktu Shubuh, baru beliau keluar. Usai shalat Shubuh, beliau menghadap kearah jamaah shalat. Setelah mengucapkan syahadat, beliau bersabda, “Amma ba’du, sesungguhnya bukan aku tidak mengetahui apa yang sedang kalian permasalahkan. Aku hanya khawatir kalau shalat malam itu menjadi wajib atas diri kalian, sehingga kalian tidak mampu melakukannya.” Itu terjadi dibulan Ramadhan (HR Bukhari, Muslim)
Dasar lainnya lagi adalah, dari Abdurrahman bin Abdul Qari, diriwayatkan bahwa ia pernah berkata, Aku pernah keluar bersama Umar bin Al Khaththab RA pada suatu malam bulan Ramadhan ke mesjid. Ternyata kaum muslimin sedang melakukan shalat berpencar-pencar. Ada yang shalat sendirian. Ada juga yang mengimami beberapa orang. Umar RA berkata, “Menurut pendapat saya, kalau mereka dikumpulkan untuk shalat bermakmum kepada satu orang saja, tentu itu lebih baik.” Kemudian beliau membulatkan tekadnya, dan mengumpulkan mereka untuk shalat bermakmum kepada Ubay bin Ka’ab RA. Kemudian beliau keluar lagi bersamaku, dan melihat kaum meuslimin sedang melakukan shalat bersama Imam mereka. Beliau berkata, “Sebaik-baik bid’ah adalah yang satu ini. Namun waktu yang mereka tidur terlebih dahulu, itu lebih baik lagi daripada yang mereka shalati sekarang.” –yang beliau maksudkan adalah shalat diakhir malam- dan umumnya orang-orang melakukannya di awal malam (HR Bukhari)
Hadits-hadits diatas menunjukkan disyariatkannya shalat Tarawih dan sholat malam di Bulan Ramadhan secara berjamaah dimesjid. Adapun ucapan Umar RA: “Sebaik-baik bid’ah adalah yang satu ini,” maksudnya adalah bid’ah secara bahasa. Maksud beliau, bahwa perbuatan itu belm pernah ada di jaman Nabi dengan cara seperti itu. Namun memiliki dasar dari ajaran syariat yang bisa dijadikan rujukan, diantaranya :
1. Beliau SAW pernah shalat bersama para sahabat beliau di beberapa malam dibulan Ramadhan
2. Nabi SAW telah memerintahkan untuk mengikuti para Khulafa’ur Rasyidin, sementara perbuatan itu telah menjadi sunnah atau kebiasaan para Khulafa’ur Rasyidin RA. (Lihat jami’ul ulumi wal hikam oleh Ibnu Rajab II : 129)
DIISYARATKAN SHOLAT BERJAMA’AH BAGI PARA WANITA
Syaikh Albani rahimahullah berkata, “Diisyaratkan bagi para wanita untuk menghadiri sholat Tarawih dengan berjamaah sebagaimana dalam hadits Abu Dzar RA yang terdahulu, bahkan dibolehkan dijadikan seorang imam yang khusus bagi mereka, selain imam bagi para laki-laki. Telah tsabit bahwasanya Umar RA tatkala mengumpulkan orang-orang untuk sholat Tarawih, maka dia jadikan Ubay bin Ka’b sebagai imam bagi jama’ah laki-laki dan Sulaiman bin Abi Hatsmah sebagai imam bagi jama’ah wanita.
Jumlah rakaat shalat tarawih tidak boleh memiliki batasan yang tidak boleh dilakukan selainnya.
Nabi SAW hanya menyatakan, “Shalat malam itu hanya dua-dua rakaat. Bila salah seorang diantaramu khawatir kedapatan waktu Shubuh, hendaknya ia shalat satu rakaat sebagai Witir bagi shalat yang telah dilakukannya” (Muttafaqun ‘alaihi)
Bila hendak melakujkan shalat dua puluh rakaat dan berwitir tiga rakaat atau shalat tiga puluh enam rakaat dan berwitir tiga rakaat, atau bila mau shalat empat puluh satu rakaat, maka tidak ada masalah (Sunan At Tirmidzi, 3/161, Al Mughni, 2/604, Fatwa-fatwa Ibnu Taimiyah 23/112-113, dan Subulussalam karangan As Shan’ani 3/20-23)
Akan tetapi yang paling afdhol adalah yang dilakukan oleh Rasulullah SAW, yakni tiga belas rakaat atau sebelas rakaat. Dasarnya adalah hadits Ibnu Abbas RA yang menceritakan, “Rasulullah SAW biasa melakukan shalat malam tiga belas rakaat” (HR Muslim).
Juga berdasarkan hadits Aisyah RA, “Rasulullah SAW tidak pernah melakukan lebih dari sebelas rakaat, didalam atau di luar bulan Ramadhan” (Muttafaqun ‘Alaihi)
Inilah jumlah yang paling sempurna dan utama. (Lihat Syarh al Mumti’ karangan Ibnu ‘Utsaimin 4/72)
BACAAN DALAM SHOLAT WITIR.
Disunnahkan pada raka’at yang pertama dari Witir yang tiga raka’at adalah membaca surah al A’la. Pada roka’at kedua membaca surah Al Kafiruun, dan pada raka’at ketiga membaca al Ikhlas, dan kadang-kadang ditambah dengan al Falaq dan an Nas (HR Nasa’I, al Hakim, dishohihkan oleh Syaikh Albani dalam shohih sunan an Nasa’i)
QUNUT WITIR
Disunnahkan kadang-kadang qunut pada raka’at akhir dari WItir sesudah membaca ayat dan sebelum ruku’ ataupun sesudah ruku’ dengan do’a yang diajarkan oleh Nabi SAW kepada cucunya Hasan bin Ali yang artinya sbb :
“Ya Allah berikanlah aku petunjuk sebagaimana orang yang telah Engkau beri petunjuk, berilah aku perlindungan (dari penyakit dan apa yang tidak disukai) sebagaimana orang yang telah Engkau lindungi. Berikan berkah apa yang Engkau berikan kepadaku, jauhkan aku dari kejelekan yang Engkau putuskan, sesungguhnya Engkau yang memberikan putusan dan tidak ada yang memberikan hukuman pada Mu. Sesungguhnya orang yang Engkau bela tidak akan terhina, dan orang yang Engkau musuhi tidak akan mulia. Maha Berkah Engkau wahai Robb kami dan Maha Tinggi Engkau (HR Abu Dawud, Ibnu Majah, Nasa’i, Tirmidzi dan dishohihkan oleh Syaikh Albani dalam Qiyam Romadhon).
KESALAHAN-KESALAHAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN SHOLAT TARAWIH.
Sholat tidak thuma’ninah.
Banyak dari kaum muslimin yang sholat Tarawih dengan cepat sekali sehingga tidak thuma’ninah. Thuma’ninah merupakan rukun sholat yang sholat tidak sah jika rukun tersebut ditinggalkan, berdasarkan sabda Rosulullah SAW, kepada orang yang tidak benar dalam sholatnya di dalam ruku’, sujud’, berdiri dan duduknya.
“Hingga engkau melakukannya dengan thuma’ninah” (Muttafaqun alaih) dan hakekat thuma’ninah adalah: Hendaknya diam didalam ruku’, sujud, berdiri, dan duduknya dengan kadar waktu tertentu.
Demikian Pengetahuan Ringkas tentang Sholat Tarawih,
Diringkas dari Kumpulan Sholat Sunnah karya Dr. Sa’id bin Ali bin Wahf al Qahthani dan buku Panduan dan Koreksi amal ibadah di bulan Romadhan, karya Arif Fathul Ulum bin Ahmad Saifullah.
Wallahua’alam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar