Assalamua’alaikum
wr wb.
Seringkali kita mendengar orang “awam”
mengatakan, “Apakah haditsnya Shohih” (sebagai syarat dalil suatu hukum) untuk
setiap “amal ibadah” kita.
Banyak “orang awam” tidak tau, bahwa
penentuan “dibolehkannya” suatu ibadah / perbuatan, bukan hanya berdasarkan
hadits shohih saja. Para Ulama salaf termasuk Imam Madzhab, dalam menerima
suatu hadits, tidak hanya berdasarkan kepada ke shohihan Sanad (jalur rawi) saja,
namun juga harus shohih dari sisi Matan (Isinya). Boleh jadi suatu hadits
dikatakan shohih, namun hanya dari sisi Sanad. Sementara Matannya ada ke
Dhoifan, yang memang hanya bisa dilihat oleh para Ulama yang ahli di bidangnya.
Berikut adalah contoh Hadits Shohih,
namun ternyata dari sisi Matan, ada ke Dhoif annya.
“Daging
sapi adaiah penyakit”
Lengkapnya haditsnya berbunyi sebagai
berikut.
Hadits PERTAMA
Diriwayatkan oleh Abu Daud (275H) dalam
kitabny
a “Al-Maraasiil” no.481, Ibnu Al-Ja’d
(230H) dalam kitabnya “Al-Musnad” no.2776, Ath-Thabaraniy (360H) dalam kitabnya
“Al-Mu’jam Al-Kabiir” 25/42 no.79, Abu Nu’aim (430H) dalam kitabnya “Ath-Thibb
An-Nabawiy” no.768, dan Al-Baehaqiy (458H) dalam kitabnya “As-Sunan Al-Kubraa”
no.19572:
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda: “Susu sapi adalah penyembuh, lemaknya adalah obat, dan dagingnya
adalah penyakit”.
Hadits KEDUA
Diriwayatkan oleh Ibnu As-Sunniy (364H)
dalam kitabnya “Ath-Thibb An-Nabawiy” –sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Qayyim
dalam kitabnya “Zad Al-Ma’aad” 4/311-, dan Abu Nu’aim dalam kitabnya “Ath-Thibb
An-Nabawiy” no.325 dan 766:
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda: “Hendaklah kalian minum susu sapi, karena susu sapi adalah penyembuh,
lemaknya adalah obat, dan dagingnya adalah penyakit”.
Hadits KETIGA
Diriwayatkan oleh Al-Hakim (405H)
rahimahullah dalam kitabnya “Al-Mustadrak” 4/404:
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda: “Hendaklah kalian minum susu sapi dan makan lemaknya, dan janganlah
kalian makan dagingnya. Karena sesungguhnya susu dan lemah sapi adalah obat dan
penyembuh, sedangkan dagingnya adalah penyakit”.
Berdasarkan ke TIGA hadits diatas, sebagian
ulama menguatkan hadits “daging sapi adalah penyakit” dengan menjadikan hadits
Shuhaib sebagai penopang hadits Mulaikah, di antaranya: Al-Hakim dalam kitabnya
“Al-Mustadrak” 4/404, As-Suyuthiy dalam kitabnya “Al-Jami’ Ash-Shagiir” no.1561
dan 5557, dan syekh Albaniy dalam kitabnya “Silsilah hadits sahih” no.1533 dan
1943.
KETIGA Hadits diatas secara Matan
mengalami keguncangan / Berlawanan dengan Ayat Al Quran berikut ini.
Firman Allah SWT:
Dan di antara hewan ternak itu ada yang
dijadikan untuk pengangkutan dan ada yang untuk disembelih. Makanlah dari rezki
yang telah diberikan Allah kepadamu, dan janganlah kamu mengikuti
langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.
(yaitu) delapan binatang yang berpasangan, sepasang domba, sepasang dari
kambing. Katakanlah: "Apakah dua yang jantan yang diharamkan Allah ataukah
dua yang betina, ataukah yang ada dalam kandungan dua betinanya?"
Terangkanlah kepadaku dengan berdasar pengetahuan jika kamu memang orang-orang
yang benar. Dan sepasang dari unta dan sepasang dari sapi. [Al-An’aam: 142-144]
Serta Hadits Aisyah dan Firman Allah SWT
berikut ini:
Aisyah radhiyallahu 'anha berkata:
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
berkurban untuk istri-istrinya dengan sapi. [Sahih Bukhari dan Muslim]
Seandainya daging sapi adalah penyakit
maka tidak mungkin Allah menghalalkannya dan membolehkan seseorang untuk
bersedekah atau berkurban dengannya.
Allah subahanahu wa ta’aalaa berfirman:
.(yaitu) orang-orang yang mengikut
rasul, nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan
Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan
melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka
segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk.
[Al-A’raaf:157]
Dapat dilihat, bahwa dalam menentukan
suatu hukum tidak hanya dilihat ke Shohihan Sanad dari suatu hadits, namun juga
harus dilihat, apakah Matannya bertentangan dengan Al Quran atau tidak.
Berikut contoh Hadits lainnya, yang
Shohih dari sisi Sanad, namun Dhoif dari sisi Matan.
Hadis
yang menyatakan bahwa orang mati diazab karena tangisan keluarganya terhadapnya
Bunyi lengkapnya dari hadits tsb adalah
sebagai berikut.
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu
‘anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya mayit akan disiksa karena
tangisan keluarganya padanya” (HR. Bukhari no. 1286 dan Muslim no. 927).
Dalam hadits lain dari ‘Umar
radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya mayit disiksa karena
sebagian tangisan keluarganya padanya” (HR. Bukhari no. 1287).
Dari ke 2 Hadits diatas, pasti kita
semua tahu bahwa hadits SHOHIH yang dikeluarkan oleh Bukhori dan Muslim, adalah
sudah tidak diragukan Ke Shohihannya, karena memang diakui oleh Jumhur Ulama,
Kitab Shohih Bukhori dan Muslim adalah kitab Shohih ke 2 setelah Al Quran.
Lalu dengan apakah dengan keshohihan
hadits tersebut (dari sisi Sanad), menjamin keshohihan dari sisi Matan?
Istri Rosulullah SAW, Aisyah RA menolaknya,
bahkan kemudian bersumpah bahwa Nabi saw. tidak pernah mengucapkan
"hadis" tersebut. Bahkan ia kemudian menjelaskan alasan penolakannya
dengan berkata: "Adakah kalian lupa akan firman Allah SWT, Tidaklah
seseorang menanggung dosa orang lain...” . (Al-An‘aam: 164).
Betkata Abdul Malik (si perawi):
"Telah disampaikan kepadaku, setelah itu, oleh Musa bin Thalib bahwa
Aisyah RA mengomentari: “orang-orang yang beroleh siksa disebabkan tangisan
keluarganya ialah orang-orang kafir.”
Yang hendak ditegaskan oleh Aisyah ialah
bahwa sabda Rasulullah saw. ialah: "Sesungguhnya orang kafir akan beroleh
(tambahan) siksaan disebabkan tangis keluarganya terhadapnya."
Pada hemat saya (penulis kitab ini,
Syaikh Muhammad Al Ghazali), sikap Ummul-Mukminin (Aisyah) tersebut dapat
dijadikan dasar untuk menguji validitas sebuah hadis yang telah ber-predikat
shahih, dengan nash-nash Al-Quran, kitab suci yang tiada tersentuh oleh
kebatilan dari arah mana pun juga.
Dan karena itulah, para imam fiqih
menetapkan hukum-hukum berdasarkan ijtihad yang luwes, dengan mengandalkan
Al-Quran sebelum segalanya yang lain. Apabila di antara riwayat-riwayat hadis
ada yang mereka dapati sejalan dengan Al-Quran, maka mereka pun menerimanya.
Atau, jika tidak, Al-Quran-lah yang lebih patut diikuti.
Demikianlah ada 2 contoh, bahwa Hadits
dengan Predikat Shohih sekalipun, tidak dapat langsung dijadikan Hujjah, karena
Ke Shohihan hadits tersebut dilihat dari 2 bagian, Shohih dari sisi Sanad
(rawi) dan Shohih dari sisi Matan (isi).
Boleh jadi Hadits tersebut shohih dari
sisi Sanad, namun Dhoif dari sisi Matan. Atau sebaliknya, dari sisi Rawi/Sanad
hadits tersebut Dhoif, namun Matannya, Shohih karena memang sejalan dengan Al
Quran maupun dari jalur riwayat yang lain (ada penguatnya)
Demikian sekilas Contoh Hadits Shohih
Sanad, namun Dhoif dari Matan.
Wallahua’lam bishowab
Diambil dan diringkas dari buku STUDI
KRITIS ATAS HADITS NABI SAW, Penulis Syaikh Muhammad al Ghozali.