Surah As Syuuraa ayat 27
“Dan jikalau Allah melapangkan rezeki
kepada hamba-hamba Nya tentulah mereka akan melampaui batas di bumi, tetapi Dia
menurunkan apa yang dikehendaki Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia terhadap
hamba-hamba Nya Maha Mengetahui lagi Maha Melihat”
Penjelasan
Tafsir Al Aisar, Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi.
Firman Allah, “Dan jikalau Allah melapangkan rejeki kepada
hamba-hambaNya 1, niscaya
mereka akan berbuat melampui batas di bumi...” ini penjelasan tentang tanda-tanda kekuasaan, ilmu
dan hikmah Allah yang mengharuskan kita untuk menjadikan Allah sebagai Tuhan
dan beribadah hanya kepadaNya, Allah mengatakan bahwa jika Allah melapangkan
rezeki mereka, niscaya mereka melampaui batas, bertindak sewenang-wenang kepada
sebagian yang lain dan berbuat zhalim sehingga mengakibatkan kerusakan yang
sangat besar2 dimuka bumi
ini dan kehidupan terhenti semuanya. “Tetapi Dia
menurunkan dengan ukuran yang Dia kehendaki...” artinya Allah akan menurunkan rezeki kepada ciptaanNya
sesuai dengan ukuran-ukuran yang telah Dia tentukan berdasarkan aturan Nya. Dan
hal ini ditunjukan oleh Firman Nya, “sesungguhnya Dia Maha mengetahui3 lagi Maha Melihat”. Yakni Allah
mengetahui semua apa yang dibutuhkan oleh hamba-hamba Nya dalam kehidupan
mereka, mengetahui apa-apa yang mereka lakukan semenjak zaman azali. Ini
merupakan salah satu tanda-tanda keilmuan, kekuasaan, dan kebijaksanaan Allah.
Note :
11.
Diriwayatkan
bahwasanya Khabbab bin Al-Arat berkata, “Ayat ini turun kepada kami, pada waktu
itu kami melihat harta benda milik Bani Nadhir, Bani Quraidzah dan Bani
Qainuqa’ lalu kami mengharapkannya, maka turunlah ayat ini, “Dan jikalau Allah melapangkan rezeki ....” Ayat ini merupakan bantahan bagi orang yang berkata
,”Jika Allah mengabulkan doa orang-orang yang beriman, mengapa mereka tidak
meminta kepada Allah agar Dia melapangkan rezeki, harta yang banyak dan
memberikan kekayaan kepada mereka?” Maka jawabnya adalah jikalau Allah
melapangkan rezeki kepada hamba-hamba Nya niscaya mereka akan melampaui batas
dimuka bumi”
22.
Berdasarkan
sebuah hadits Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Demi Allah! Bukan kefakiran yang aku khawatirkan
atas kalian, akan tetapi yang aku khawatirkan adalah dihamparkannya dunia bagi
kalian sebagaimana Allah telah menghamparkannya bagi orang-orang sebelum
kalian, lalu kalian berlomba-lomba untuk mendapatkannya dan dunia ini akan
membinasakan kalian sebagaimana ita telah membinasakan mereka”
33.
Kata “Al-qadar”
artinya ukuran dan ketentuan. Dan penggabungan antara sifat ‘Khabiir” dan sifat
“Bashiir” karena sifat “khabiir” menunjukan tentang pengetahuan Allah terhadap
kemaslahatan hamba-hamba Nya dan kondisi mereka sebelum Dia menentukan segala
sesuatunya bagi mereka. Sedangkan sifat “bashiir” menunjukan tentang
pengetahuan Allah akan kondisi dan sesuatu yang telah terjadi.
Penjelasan
Tafsir Al-Jami’Lil Ahkam karya Imam Qurthubi
“Tentulah mereka melampaui batas di muka
bumi” yakni melampaui batas dan
melakukan kemaksiatan.
Ibnu Abbas RA berkata, “Tindakan
melampaui batas yang mereka lakukan adalah meminta kedudukan setelah menempati
suatu kedudukan, meminta harta yang lain setelah mendapatkan harta yang satu, meminta kendaraan lain
setelah mendapatkan kendaraan yang satu, dan meminta pakaian yang lain setelah
mendapatkan pakaian yang satu (tidak pernah merasa puas)”.
Menurut satu pendapat, maksud firman
Allah tersebut adalah: jika Allah memberi mereka banyak, tentu mereka akan
meminta lebih banyak lagi. Hal ini berdasarkan kepada sabda Rasulullah SAW:
“Seandainya anak cucu Adam itu mempunyai
2 lembah emas, niscaya dia akan mencari yang ke3” (HR Muslim).
Ini melampaui batas yang dimaksud. Ini
adalah pengertian dari ucapan Ibnu Abbas.
Menurut pendapat yang lain, (makna
firman Allah tersebut adalah): seandainya Kami menjadikan mereka sama dalam
(kepemilikan) harta, niscaya sebagian dari mereka tidak akan tunduk kepada
sebagian yang lain, dan niscaya berbagai aktivitas pun akan kacau.
Dalam Hal ini, kiranya cukuplah Qarun
sebagai pelajaran. Oleh karena itulah Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya hal yang paling aku takutkan atas
ummatku adalah perhiasan duniawi dan melimpah ruahnya”
“Tetapi Allah menurunkan apa yang
dikehendaki Nya dengan ukuran.”
Maksudnya, Allah akan menurunkan rezeki kepada mereka dengna ukuran yang
dikehendaki Nya untuk mencukupi mereka.
Muqatil berkata, “(Maksud firman Allah),
menurunkan apa yang dikehendaki Nya dengan ukuran” adalah Menjadikan Kaya siapa
yang dikehendaki Nya dan menjadikan miskin siapa yang dikehendaki Nya”
Imam Malik mengatakan bahwa
perbuatan-perbuatan Allah itu tidak luput dari kemaslahatan, meskipun Allah itu
tidak wajib mendatangkan kemaslahatan. Terkadang Allah memalingkan dunia dari
seorang hamba, karena Allah mengetahui bahwa jika Dia memeberikan kelapangan
rizki kepada si hamba, maka hal itu akan menggiringnya untuk berbuat kerusakan.
Hal itu dilakukan demi kemaslahatannya.
Dengan demikian, sempitnya rizki
bukanlah sebuah kehinaan, dan lapangnya rizki bukanlah sebuah keutamaan.
Terkadang pula Allah memberikan (kelapangan rizki) kepada beberapa kaum,
merskipun Dia mengetahui bahwa mereka akan menggunakannya untuk berbuat
kerusakan.
Seandainya Allah melakukan hal yang
berseberangan dari apa yang telah dilakukan Nya kepada kaum-kaum, niscaya itu
akan lebih dekat kepada kemaslahatan. Dalam hal ini, semuanya bergantung kepada
kehendak Nya dan adalah tidak mungkin terus berpergian pada prinsip maslahat
pada setiap perbuatan Allah.
Anas meriwayatkan dari Nabi SAW dalam
sebuah hadits qudsi, Allah berfirman, “Barangsiapa
yang merendahkan kekasih Ku, maka sesungguhnya Dia telah berduel dengan Ku
dalam sebuah peperangan. Sesungguhnya Aku adalah dzat yang Maha cepat dalam
menolong kekasih-kekasih Ku, dan sesungguhnya Aku benar-benar marah kepada
mereka (orang-orang yang menghinakan kekasih Allah) seperti singa yang sedang
marah. Aku tidak pernah ragu pada sesuatu yang akan Aku kerjakan, seperti Aku
ragu untuk mencabut ruh hamba Ku yang beriman, yang tidak menyukai kematian.
Aku tidak suka menyakitinya, namun hal itu merupakan keharusan baginya.
Tidaklah hamba Ku yang beriman mendekatkan diri kepadaku dengan mengerjakan
sesuatu seperti yang telah Aku wajibkan kepadanya, dan tidak henti-hentinya
hamba KU yang beriman mendekatkan diri kepada Ku dengna mengerjakan hal-hal
yang sunnah, hingga Aku mencintainya. Apabila Aku telah mencintainya, maka Aku
akan menjadi pendengaran, penglihatan, lidah, tangan dan pendukungnya. Jika dia
meminta kepada Ku maka Aku akan memberinya. Jika dia memanggil Ku maka Aku akan
mendatanginya. Sesungguhnya diantara hamba-hamba Ku yang beriman ada yang
meminta pintu ibadah kepada Ku, dan sesungguhnya Aku mengetahui bahwa jika aku
memberikan itu kepadanya, maka perasaan sombong akan masuk kedalam dirinya,
kemudian merusaknya. Sesungguhnya diantara hamba-hamba Ku yang beriman ada
orang yang hanya pantas untuk kaya, dan jika Aku membuatnya miskin maka
kemiskinan akan membinasakannya. Sesungguhnya diantara hamba-hamba Ku yang
beriman ada oarng yang hanya pantas untuk miskin, dan jika Aku membuatnya kaya
maka kekayaan akan membinasakannya. Sesungguhnya Aku benar-benar mengatur
hamba-hamba Ku, karena Aku mengetahui isi hati mereka. Sesungguhnya Aku adalah
Dzat yang Maha Mengetahui”
Anas kemudian berkata, “Ya Allah,
sesungguhnya aku adalah sebagian dari hamba-hamba Mu yang beriman yang hanya
patas untuk kaya. Maka dengan rahmat Mu, janganlah engkau membuat aku Miskin” (HR Bukhari)
Penjelasan
Tafsir Ibnu Katsir.
Firman Allah, “Dan jikalau Allah melapangkan rizki kepada
hamba-hamba Nya, tentulah mereka akan melampaui batas dimuka bumi” Yakni, sekiranya Allah memberikan kepada mereka rizki
melebihi kebutuhan mereka, tentu hal itu akan menyebabkan sebagian mereka
sombong, melampaui batas dan angkuh atas sebagian yang lain.
Firman Allah, “Tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki Nya
dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba Nya lagi
Maha Melihat.”
Yakni, akan tetapi Allah mengaruniakan
kepada mereka rizki yang Dia pilih, yang didalamnya terdapat kemaslahatan bagi
mereka, dan Dia lebih mengetahui dalam perkara ini. Maka Dia akan memberikan
kekayaan kepada orang yang berhak mendapatkannya, dan menjadikan fakir orang
yang berhak mendapatkan kefakiran.
Penjelasan
Tafsir Al Mishbah oleh M Quraish Shihab.
Setelah ayat yang
lalu (ayat 26) menjanjikan pengabulan doa dan penganugerahan kelebihan, ayat
diatas mengingatkan bahwa hal itu dianugerahkannya untuk kebaikan dan
kemaslahatan manusia, karean itu tidak jarang pengabulan doa ditangguhkan
waktunya, atau permintaan harta diganti oleh Allah dengan menganugerahkan
rezeki yang lain, baik dalam bentuk pemberian maupun dalam bentuk penyelamatan
dari petaka dan itu dilakukan
Nya untuk kemaslahatan manusia sendiri, karena jikalau Allah melapangkan rezeki kepada hamba hamba Nya semua, sesuai dengan permintaan dan keinginan masing
masing tentulah mereka akan melampaui
batas dan berlaku sewenang-wenang di muka bumi, tetapi
tentu saja ini tidak sejalan dengan kehendak Ilahi, karena itu Dia menurunkan rezeki
untuk hamba-hamba Nya sesuai apa yang dikehendaki Nya dengan ukuran tertentu, guna kemaslahatan masing-masing. Sesungguhnya Dia terhadap hamba hamba Nya Maha
Mengetahui keadaan
mereka lagi Maha Melihat sehingga
anugerah Nya selalu tepat dan bermanfaat.
Kekayaan dan
kekuatan secara umum sering kali menjadikan seseorang lupa daratan, karena
ketika itu dia tidak merasa khawatir, berbeda dengan kelemahan dan kemiskinan,
yang menjadikan seseorang lupa daratan, karena ketika itu dia tidak merasa
khawatir, berbeda dengan kelemahan dan kemiskinan, yang menjadikan seseorang
selalu berpikir dua tiga kali sebelum melangkah, karena khawatir jangan sampai
keadaannya menjadi lebih parah lagi. Dalam QS al ‘Alaq (96); 6-7, Allah
mengingatkan bahwa, “Ketahuilah!
Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, karena di melihat dirinya
berkecukupan”
Disisi lain,
seandainya semua orang diberi sesuai keinginannya, maka kehidupan sosial tidak
akan terlaksana. Tidak akan ada kerjasama dan bantu membantu. Dalam konteks ini
Allah berfirman, “Kami telah menentukan
antara mereka dengan penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah
meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar
sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain” (QS. Az-Zukhruf [43]:32)
Thabathaba’i
mengingatkan bahwa keterangan ayat diatas, tentang kemaslahatan yang lahir dari
pengaturan rezeki, tidak bertentangan dengan kenyataan adanya sekian banyak
orang kaya yang melampaui batas dan melakukan penganiayaan serta dalam saat
yang sama rezeki mereka tetap bertambah. Karena disamping sunnatullah atau
ketentuan Ilahi yang diuraikan ayat ini, ada juga ketentuan Nya yang lain yang
berkaitan dengan sunnatullah itu, yaitu tentang ujian Allah bagi manusia. Allah
berfriman, “Sesungguhnya harta-harta kamu dan
anak-anak kamu adalah ujian” (QS
at-Taghabun [64]:15). Disamping itu, ada juga yang dinamai sunnatul istidraj dalam arti mengulur kedurhakaan pendurhaka. Allah
berfirman,”Dan orang-orang yang
mendustakan ayat-ayat Kami, Kami akan tarik mereka dengan berangsur-angsur
dengan cara yang tidak mereka ketahui. Dan Aku menangguhkan buat mereka.
Sesungguhnya rencana Ku amat teguh”
(QS. Al-A’raf[7]: 182-183). Dengan demikian – tulis Thabathabai- kemaslahatan
yang dirancang Allah dalam penentuan rezeki, merupakan dasar sunnatullah
menyangkut hal tersebut, tetapi dalam saat yang sama, Dia juga melakukan
ujian-ujian terhadap hamba-hamba Nya. Allah berfirman, “Dan Allah (berbuat demikian) untuk menguji apa yang
ada dalam dada kamu dan untuk membersihkan apa yang ada dalam hati kamu. Allah
Maha Mengetahui isi hati” (QS
Al’Imraan [3]: 154). Atau dia mengubah
nikmat dan mengkufurinya, sehingga Allah pun mengubah sunnahnya terhadap
yang bersangkutan dengan memberinya apa yang menjadikannya berlaku aniaya.
Thabathaba’i lebih jauh menjelaskan bahwa, ketentuan memberi dengan kadar
tertentu itu bukan hanya terbatas pada anugerah harta, tetapi juga dalam
anugerah anak serta nikmat-nikmat lain
seperti pengetahuan yang haq serta tuntunan agama yang berakhir kepada wahyu.
Semua diatur dari segi turunya, ujian yang dilakukan Allah melaluinya serta
pelaksanaannya berdasar rezeki yang telah diatur oleh Nya pula. Seandainya
pengetahuan dan hukum-hukum agama yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia
turun sekaligus atau tidak bertahap, niscaya itu akan sangat menyulitkan
manusia, dan tidak akan dipercaya kecuali oleh segelintir orang saja. Tetapi
syukur bahwa Allah menurunkannya kepada Rasul secara bertahap sehingga umat pun
menerimanya secara bertahap. Pengetahuan yang mendalam pun tidak dianugerahkan
Nya kecuali kepada orang-orang tertentu, karena orang kebanyakan sulit
memahaminya. Ayat-ayat al Quran disusun Nya dalam redaksi yang dapat dipahami
secara umu oleh banyak orang, tetapi maknanya yang dalam hanya terjangkau oleh
orang-orang khusus. Demikian lebih kurang Thabathaba’i.
Diambil dari Tafsir Imam Al Qurthubi, Tafsir Al Aisar, Tafsir Ibnu Katsir dan Tafsir Al Mishbah.