Assalamu'alaikum wr wb...
Banyak hal tentang puasa, yang orang "awam" sering tidak tahu hukumnya, sehingga bila menjumpai hal tersebut, mereka beranggapan bahwa puasanya batal. Berikut saya tuliskan ulang dari buku Fiqh Kehidupan milik Ust Ahmad Sarwat Lc, yang mudah-mudahan bisa menjadi penjelasan dan referensi dalam menilai permasalahan tersebut.
Berikut ini adalah hal-hal yang sering dianggap membatalkan puasa, namun para ulama UMUMNYA menolak bila hal itu dianggap membatalkan.
1. Mimpi Keluar Mani.
Bila pada saat puasa seseorang tidur dan dalam tidurnya itu dia mengalami mimpi yang mengakibatkan keluarnya mani, maka hal itu tidak membatalkan puasanya. Dan dia tetap boleh meneruskan puasanya, sebagaimana yang sudah menjadi ijma' dikalangan ulama (Al Qawanin Al Fiqhiyah hal 81)
Diantara dalil yang mendasari nya adalah sabda Rasulullah SAW berikut ini,
Dari Abi Said Al Khudri RA, berkata bahwa Rasululah SAW bersabda, "tiga hal yang tidak membuat batal orang yang berpuasa: berbekam, muntah dan mimpi (hingga keluar mani)" (HR. At Tirmidzy)
Dalam hal ini para ulama sepakat menyebutkan bahwa bila seseorang secara sengaja melakukan hal-hal yang dapat membangkitkan birahi baik melalui pikiran (imajinasi) atau melihat atau mendengarkan hal-hal yang merangsang birahi nya hingga mengakibatkan keluarnya mani, maka hal itu tidak dianggap membatalkan puasa.
Mengapa?
Karena batasannya adalah adanya sentuhan langsung ke alat kelamin, baik dengan lewat percumbuan, atau pun cara-cara lainnya.
Maka bila terjadi sentuhan langsung, seperti onani, atau bercumbu tanpa jima' dengan istri tetapi mengakibatkan keluar mani, maka hal itu disepakati telah membatalkan dan merusak puasa.
Namun bila seseorang mengalami janabah di malam hari, lalu melewati waktu shubuh dalam keadaan janabah, puasanya sah dan tidak diharuskan untuk mengganti puasanya di hari lain.
Al Hanafiyah menyebutkan bahwa meski seseorang sepanjang hari berada dalam keadaan janabah, puasanya tetap sah. Dasarnya adalah perkataan kedua orang istri Rasulullah SAW yaitu Aisyah dan Ummi Salamah RA.
"Kami menjadi saksi bahwa Rasulullah SAW memasuki waktu shubuh dalam keadaan janabah yang bukan karena mimpi, kemudian beliau mandi janabah dan melakukan puasa (HR Bukhari dan Muslim)
Sedangkan hadits lain yang bertentangan dengan hal itu dianggap oleh para ulama bahwa hadits itu telah dinasakh atau termasuk bab afdhaliyah.
Orang yang memasuki waktu shubuh dalam keadaan janabah maka tidak ada puasa baginya (HR Bukhari dan Muslim)
Kalimat tidak ada puasa baginya menurut para ulama maksudnya bukan puasanya tidak sah, melainkan maknanya adalah bahwa tidak ada fadhilah atu keutamaan dalam puasanya itu.
Imam An Nawawi menyebutkan bahwa kebolehan orang yang memasuki waktu shubuh dalam keadaan janabah merupakan ijma' Sebagaimana keterangan yang sama dikemukakan oleh Ibnu Daqiq Al 'Id. Sedangkan Asy Syaukani menyebutkan bahwa hal itu merupakan pendapat jumhur ulama.
2. Celak Mata, Obat tetes mata dan Semprot Asma.
Boleh memakai celak mata, atau dalam bahasa Arab sering disebut al kuhl pada saat puasa dan tidak membatalkannya. Karena Rasulullah SAW juga pernah menggunakannya pada saat berpuasa.
Dari Aisyah RA, bahwa Nabi SAW memakai celak mata pada bulan Ramadhan dan beliau dalam keadaan berpuasa (HR Ibnu Majah)
Meski obat tetes mata itu masuk ke dalam mata, namun dilihat dari arah masuknya, cairan obat itu tidak masuk ke bagian dalam tubuh, seperti lambung atau perut. Obat tetes mata adalah sejenis obat luar seperti obat lainnya seperti kompres, plester, obat luka dan lainnya.
Obat asma yang di semprot kan bagi penderita asma bila digunakan oleh orang yang puasa, juga tidak termasuk yang membatalkan puasa. Sebab secara teknis, jauh dari kriteria makan, atau minum yang membatalkan puasa. Sehingga penggunaannya bagi orang yang sedang puasa tidaklah membatalkan puasanya.
Hal ini juga di fatwa kan oleh Syeikh Abdullah bin Baz salah seorang tokoh ulama di Saudi Arabia. Dalam salah satu fatwanya, beliau menegaskan kebolehan penggunaan obat semprot ini bagi penderita asma, dalam keadaan berpuasa.
3. Bersiwak, Kumur dan Istinsyak.
Bersiwak atau membersihkan gigi tidak membatalkan puasa. Namun menurut Imam Asy Syafi'i bersiwak hukumnya makruh bila telah melewati waktu zhuhur hingga sore hari. Alasannya adalah hadits Nabi yang menyebutkan, "Bau mulut orang puasa lebih harum di sisi Allah dari aroma kesturi" (HR Bukhari)
Berkumur adalah memasukkan air ke dalam mulut untuk dibuang kembali, sedangkan istinsyak adalah memasukkan air ke dalam lubang hidung untuk dibuang kembali. Keduanya boleh dilakukan saat puasa meski bukan untuk keperluan berwudhu'. Namun harus dijaga jangan sampai tertelan atau masuk kedalam tubuh, karena akan membatalkan puasa.
4. Mandi dan Berenang.
Secara umum mandi dan berenang tidak membatalkan puasa. Namun bila karena mandi atau berengan mengakibatkan ada air yang ter minum atau tertelan secara tidak sengaja, hukum puasanya tetap batal. Sebab ketidaksengajaan tidak disamakan dengan lupa. . Sedangkan orang yang mandi atau berenang lalu telinganya kemasukan air, para ulama umumnya sepakat mengatakan bahwa air yang masuk di telinganya itu tidak membatalkan puasanya. Sebab masuknya air ke telinga itu jauh dari kriteria makan dan minum.
5. Kemasukan Asap dan menghirup aroma wangi.
Para ulama telah berijma' bahwa bila seseorang kemasukan asap, debu, atau sisa rasa obat ke dalam mulut tidak membatalkan puasa, asal sifatnya tidak disengaja dan buka bikinan, semua itu tidak membatalkan puasa, sebagaimana dikatakan oleh ibnu Juzayi, karena tidak mungkin menghindar dari hal-hal kebetulan seperti itu (Ad Dur Al Kukhtar wa Radd Al Muhtar, jilid 2 hal 103)
Demikian juga bila air mata masuk ke dalam tenggorokan nya, bila jumlahnya sedikit barang setetes dua tetes, tidak menyebabkan puasanya batal. Karena nyaris sulit untuk menghindari hal ini. Namun bila jumlahnya banyak sehingga memenuhi mulut seseorang, jelaslah hal itu membatalkan puasa.
Umumnya para ulama membolehkan orang yang sedang berpuasa untuk menghirup aroma yang wangi dari parfum.
6. Copot Gigi.
Termasuk yang tidak membatalkan puasa adalah orang yang copot giginya tanpa sengaja. Meskipun karena copot gigi itu sampai keluar darah, asalkan darahnya itu tidak ditelan ke dalam tubuh, tentu tidak membatalkan puasa.
7. Suntik.
Sebenarnya ada 2 macam suntikan yang dikenal dalam dunia kedokteran. Pertama suntikan obat, yang dimasukkan lewat jarum suntik ke urat nadi pasien. Isi suntikan itu biasanya adalah obat, yang bertugas untuk membunuh bibit penyakit yang ada didalam tubuh pasien. Untuk hal yang seperti ini, ulama sepakat bahwa suntikan obat tidak membatalkan puasa. Kedua adalah suntikan glukosa, yang biasanya dikenal sebagai infus. Meski sama-sama menggunakan jarum dan ditusuk kan ke urat nadi, namun prinsip infus jauh berbeda dengan suntikan obat. Ulama sepakat bahwa infus makanan itu hukumnya membatalkan puasa.
8. Mencicipi makanan.
Seseorang yang sedang puasa, boleh mencicipi rasa suatu makanan, asalkan langsung dibuang seketika itu juga. Dalam hal ini, belum dikatakan sebagai memakan makanan, karena tidak ditelan masuk ke dalam perut. Makanan yang dicicipi hanya dirasakan dengan lidah saja, kemudian dibuang bersama ludah itu.
Masalah ini nyaris mirip dengan orang yang berkumur-kumur, yaitu memasukkan air ke dalam mulut namun segera dikeluarkan lagi.
9. Puasa dalam keadaan janabah.
Menurut jumhur ulama apabila seseorang sedang mengalami junub dan belum sempat mandi, padahal waktu subuh sudah masuk, maka tidak ada halangan baginya untuk tetap melakukan puasanya. Meski dalam keadaan jabanah atau berhadats besar, namun puasanya tetap sah hukumnya.
Hal itu didasarkan dari apa yang pernah dialami sendiri oleh Rasulullah SAW, sebagaimana tertera dalam hadits berikut ini:
Dari Aisyah dan Ummi Salamah RA, bahwa Nabi SAW memasuki waktu shubuh dalam keadaan berjanabah karena jima' kemudian beliau mandi dan berpuasa. (HR Bukhari dan Muslim)
Oleh karena itulah maka kalau kita perhatikan, para ulama tidak mencantumkan suci dari hadats sebagai salah satu syarat sah dalam melaksanakan ibadah puasa.
Memang ada hadits yang menyebutkan bahwa orang yang dalam keadaan janabah tidak sah puasanya misalnya hadits berikut ini :
"Orang yang masuk waktu shubuh dalam keadaan junub, maka puasanya tidak sah" (HR Bukhari).
Namun larangan itu ditafsirkan bahwa yang dimaksud dengan junub adalah seseorang meneruskan jima' setelah masuk waktu Shubuh. Sedangkan bila jima' sudah selesai, meski berjanabah karena bleum mandi, maka hal itu tidak menghalanginya dari mengerjakan ibadah puasa.
Demikian yang dapat saya rangkum dari Buku Puasa Seri Fiqh Kehidupan karya Ust Ahmad Sarwat Lc MA. Semoga bermanfaat.
Wallahu'alam
Enif