Membaca Al-Qur’an merupakan ibadah yang paling utama dan
dicintai Allah. Dalam hal ini para ulama sepakat, bahwa hukum membaca Al-Qur’an
adalah wajib ‘ain. Maknanya, setiap individu yang mengaku dirinya muslim harus
mampu baca Al-Qur’an dengan baik dan benar. Kalau tidak, maka ia berdosa.
Karena bagaimana mungkin kita mengamalkan al-Qur’an tanpa mau
membaca dan memahaminya. Beriman terhadap Al-Qur’an bukan sekedar percaya saja,
namun mesti dibuktikan dengan implementasi yang nyata sebagai tuntutan dari iman
tersebut yaitu membaca, memahami dan mengamalkannya dalam kehidupan
sehari-hari.
Sungguh banyak keutamaan dan keuntungan yang diperoleh bagi
orang yang membaca al Qur’an. Diantara keutamaan dan keuntungan orang yang
membaca al-Qur’an yaitu;
Orang yang pandai (mahir, lancar dan benar) membaca Al-Qur’an
akan disediakan tempat yang paling istimewa di surga bersama para malaikat yang
suci. Sedangkan
orang yang membaca terbata-bata (belum pandai), maka ia akan diberi dua pahala
yaitu pahala mau belajar dan kesungguhan membaca, sesuai dengan sabda
Rasulullah saw, ”Orang yang pandai membaca Al-Qur’an akan ditempatkan
bersama kelompok para Malaikat yang mulia dan terpuji. Adapun orang yang
terbata-bata dan sulit membacanya akan mendapat dua pahala.” (H.R Bukhari &
Muslim).
KENAPA QUR’AN HARUS
DIPELAJARI SECARA TALAQI?
Seperti yang diketahui, pada prinsipnya Al-Qur’an bukanlah
“tulisan” (rasm), tetapi “bacaan” (qira’ah), dalam arti ucapan dan sebutan.
Baik proses turun-(pewahyuan)-nya maupun penyampaian, pengajaran dan
periwayatan-(transmisi)-nya dilakukan melalui lisan dan hafalan, bukan tulisan.
Karena itu, dari dahulu yang dimaksud dengan “membaca” Al-Qur’an adalah membaca
dari ingatan (qara’a ‘an zhahri qalbin). Sedangkan tulisan berfungsi sebagai
penunjang semata. Sebab sumber semua tulisan itu sendiri adalah hafalan, atau
apa yang sebelumnya telah tertera dalam ingatan sang qari’ (baca: M.M.
Al-A’zami).
Selain itu, sebagaimana diketahui, karakter huruf arab sangat
jauh berbeda dengan huruf latin. Malah kalau boleh dibilang, semua huruf arab
itu tidak ada padanannya dalam huruf latin.
Tidak ada orang yang bisa menyebutkan huruf "syin"
seperti dalam kata "Syajarah", kecuali dia belajar dulu
membunyikannya di depan seorang yang ahli membaca Al-Quran. Sebab huruf 'syin'
itu punya karakter, sifat dan cara membunyikan yang spesifik, unik dan tidak
ada padananya dalam bahasa lain.
Demikian juga tidak ada orang yang bisa menyebutkan huruf
'ain seperti dalam kata 'ibadah. Huruf 'ain itu tidak bisa diwakili oleh koma,
atau apostrop atau apapun. Karena huruf 'ain itu punya karakter, sifat dan cara
melafazkan yang teramat unik. Hanya orang yang belajar Al-Quran dengan talaqqi
saja yang bisa melafazkan dengan benar.
Karena itulah, Al-Quran tidak pernah diajarkan lewat tulisan
dan huruf. Al-Quran diajarkan lewat mendengarkan dan mengucapkan/mengulang apa
yang didengarkan, untuk mengetahui, apakah sudah benar pengucapan kalimat yang
ada dalam Al Quran.
Berikut ada sebuah cerita dan latar belakang kenapa Al Qur’an
harus dipelajari dan dibaca secara benar.
Nabi Muhammad SAW, lahir dan dibesarkan di tengah kabilah bangsa
Arab yang dikenal sangat menjunjung sastra dan kefasihan, kabilah quraisy. Tak
seorang mukmin pun meragukan kecakapan tutur kata dan kefasihan Rasulullah SAW.
Kejadian ini terjadi pada saat Rasulullah SAW menerima wahyu al-Qur’an yang disampaikan
melalui Jibril as, Rasul SAW sebagai seorang yang ummi (tidak mengenal tulisan
dan tidak bisa membaca) memiliki semangat belajar yang tinggi. Saat menerima
wahyu, Rasul menggerak-gerakkan lidah, pertanda ingin segera mampu menghafal
dan menguasai cara baca al-Qur’an. Kejadian inilah yang melatarbelakangi
turunnya ayat 16 sampai 18 surat al-Qiyamah. Sebagai satu teguran bagi Rasulullah
SAW dan merupakan etika serta metode mempelajari cara membaca Al-Qur’an.
لاتحرك به لسانك لتعجل به ان علينا جمعه وقرءانه فاذا قرأنه فاتبع قرءا
16. Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Quran
Karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya [Maksudnya: nabi Muhammad s.a.w.
dilarang oleh Allah menirukan bacaan Jibril a.s. kalimat demi kalimat, sebelum
Jibril a.s. selesai membacakannya, agar dapat nabi Muhammad s.a.w. menghafal
dan memahami betul-betul ayat yang diturunkan itu.].
17. Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di
dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya.
18. Apabila kami Telah selesai membacakannya Maka ikutilah
bacaannya itu.
Subhanallah.., betapa bacaan al-Qur’an telah dikhususkan oleh
Allah,, sehingga cara bacanya pun tidak dapat disamakan dengan bacaan bahasa
Arab pada umumnya. Sedangkan Muhammad bin Abdillah adalah putra Arab yang
sangat fasih dalam berbicara.
Pada ayat ke-18 Allah swt, menegaskan suatu metode
pembelajaran yang kemudian terwarisi turun temurun oleh para sahabat, tabi’in,
tabi’ittabi’in hingga zaman ini. Metode inilah yang dikenal dengan sebutan
talaqqi. Kalau saja seorang yang fasih berbahasa Arab harus ditalaqqi
bacaan al-Qur’an, maka tidak ada alasan yang membenarkan seorang mukmin
mempelajari bacaan al-Qur’an secara otodidak tanpa seorang pembimbing yang
dapat mempertanggung jawabkan kebenaran apa yang diajarkan.
Dari ulasan ini timbul suatu pertanyaan, seperti apakah cara baca
yang harus diikuti oleh Rasulullah SAW dalam membaca Al-Qur’an?
Allah mempertegas cara baca Al-Qur’an yang diperintahkan
kepada Rasul-Nya dalam surat al-Furqon : 32 yang artinya
32. Berkatalah orang-orang yang kafir: "Mengapa Al Quran
itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?"; demikianlah [Maksudnya:
Al Quran itu tidak diturunkan sekaligus, tetapi diturunkan secara
berangsur-angsur agar dengan cara demikian hati nabi Muhammad s.a.w menjadi
Kuat dan tetap ] supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacanya
secara tartil (teratur dan benar).
Pada ayat tersebut Allah-lah yang membacakan al-Qur’an dengan
tartil, sehingga para ulama menegaskan “bahwa tartil merupakan sifat atau
cara Allah berbicara dalam Al-Qur’an, maka barang siapa yang tidak
mentartilkan bacaan Al-Qur’an sesungguhnya dia telah menafikan salah satu sifat
berbicara Allah”
Bacaan tartil inilah yang diperintahkan Allah kepada
Rasulullah dan semua pengikutnya dalam Tilawah al-Qur’an. Allah menegaskan
dalam surah Al Muzzammil : 4
ورتل القرءان ترتيلا
4. Atau lebih dari seperdua itu. dan Bacalah Al Quran itu
dengan perlahan-lahan.
Makna ayat ini pernah didiskusikan oleh para sahabat, dan Ali
bin Abi thalib menjawab berdasarkan apa yang diajarkan oleh Rasulullah : bahwa
yang dimaksud dengan tartil adalah membaguskan cara mengucapkan huruf dan
mengetahui tempat berhenti (pemenggalan kata/waqof). Hal ini dikarenakan jika
terjadi kesalahan dalam mengucapkan huruf atau memenggal kata dapat berakibat
pada rusaknya susunan Al-Qur’an atau merubah makna yang diinginkan Allah swt.
Ibnu mas’ud, seorang sahabat yang bacaannya dikenal sangat
mirip dengan bacaan Rasulullah, suatu hari pernah mendengarkan bacaan seorang
pemuda yang sedang beliau bimbing membaca al-Qur’an. Ketika sampai pada ayat :
انما الصدقات للفقراء والمساكين
pemuda tersebut memendekkan mad pada kata fuqoroo’ , maka
dengan segera Ibnu Mas’ud menghentikan bacaannya seraya berkata : “Rasulullah
tidak membacakan ayat ini seperti ini kepadaku.” Lalu pemuda itupun bertanya
tentang bacaan Rasulullah pada ayat tersebut. Ibnu Mas’ud mengulang kalimat
tersebut dengan memanjangkan mad. Ibnu Mas’ud tak sedikit pun menjawab dengan
teori tajwid yang kita kenal sekarang ini. Tidak lain hal ini merupakan suatu
penegasan bahwa al-Qur’an harus dipelajari dengan TALAQQI. Sebuah metode yang
pada kenyataannya mulai terlupakan di jaman ini. Astaghfirullah…
Demikianlah dituntut, mengapa kita wajib mempelajari Qur’an
secara Talaqqi, semata-mata agar ayat-ayat yang kita ucapkan, sama sesuai
dengan yang Rasulullah SAW ajarkan / beliau terima dari Jibril AS. Dan
bagaimana kita bisa mengetahui apakah apa yang kita ucapkan sama seperti dengan
yang Rasulullah SAW ajarkan, yaitu dengan bimbingan seorang guru Qur’an (Qari’)
yang memiliki kompetensi untuk itu.
MENGAPA HARUS MENGHAPAL
AL QUR’AN
Hafalan bukanlah metode belajar yang berdiri sendiri. Ia
bagian dari satu rangkaian/proses menuntut ilmu yang secara langsung diajarkan
oleh Rasulullah saw kepada para sahabat beliau. Jika kita telusuri lebih jauh,
perintah baginda Rasul saw untuk menghafalkan Al-Qur’an kala itu bukan hanya
karena kemuliaan, keagungan dan kedalaman kandungannya, akan tetapi juga untuk
menjaga otentisitas Al-Qur’an itu sendiri.
Demikian juga dengan hafalan Al-Hadith, sangat berperan dalam
menjaga otentisitas dan keberlangsungan Hadith-hadith Nabi saw. Imam Al-Bukhari
dan Imam Muslim misalnya, dua Muhaddith yang sejak kecil berkunjung ke berbagai
tempat dan negara hanya untuk menemui dan belajar langsung kepada para ulama
yang hafal dan memahami Hadith-hadith Rasul saw dengan sangat baik. Pentingnya
hafalan Hadith ini telah Rasulullah saw isyaratkan dalam sebuah sabda beliau:
“Semoga Allah menjadikan berseri-seri wajah seseorang yang mendengar dari kami
Hadits lalu dia menghafalkannya dan menyampaikannya kepada orang lain” (HR.
Tirmidzi, Abu Dawud dan Ibnu Majah dari sahabat Zaid bin Tsabit r.a.).
Disamping berkaitan dengan otentisitas, hafalan juga
berkaitan dengan pemahaman dan pengamalan. Sebagai utusan Allah swt, baginda
Rasul saw, penerima wahyu (Al-Qur'an), memiliki kemampuan menangkap, memahami,
dan menafsirkan firman Allah swt dengan sangat baik. Jadi, seperti apa dan
bagaimana kandungan Al-Qur’an dijelaskan dan dilakukan langsung oleh beliau
(QS. al-Nahl: 44).
Hafalan Hadith pun demikian, diikuti pemahaman. Para ulama,
dalam menghafal satu Hadith misalnya, diperoleh dari ulama yang otoritatif,
bukan sekedar dari membaca buku yang diproduksi secara luas tanpa bimbingan
orang-orang yang ahli (Muhaddith). Al-Muhaddith Imam Bukhari misalnya,
berkunjung ke berbagai negara untuk bertemu langsung dengan banyak ulama dalam
rangka menghafal Hadith dan memahami isinya. Guru-guru beliau banyak sekali, di
antara yang sangat terkenal adalah Abu ‘Ashim An-Nabiil, Al Anshari, Makki bin
Ibrahim, Ubaidaillah bin Musa dan Abu Al Mughirah.
Hal ini menunjukkan bahwa dalam setiap hafalan Hadith, harus
ada proses pemahaman ilmu dari sang ulama kepada sang murid. Oleh karenanya,
umat Islam masa klasik tidak pernah diresahkan oleh Hadits-hadits atau
ayat-ayat yang bertebaran secara sepotong-potong di tengah umat. Ayat-ayat dan
Hadits selalu dipelajari dalam konteks, tidak sekedar dihafalkan tanpa
penjelasan yang memadai.
Sebagai sumber utama umat Islam, hafalan Al-Qur’an dan
Al-Hadith memberi andil sangat besar dalam perkembangan peradaban Islam.
Melihat peran sentral tersebut, maka tidak heran jika para
ulama memandang bahwa hafalan Al-Qur’an adalah satu keniscayaan. Bahkan ada
yang sampai menyatakannya sebagai prasyarat bagi siapapun yang ingin mendalami
ilmu-ilmu Keislaman secara luas. Sebab bagi mereka, menuntut ilmu itu ada
tahap-tahapnya. Dan tahap yang paling atas dan utama adalah menghafal
Al-Qur’an, terang Abu Umar bin Abdil Barr. Al-Hafizh An-Nawawi juga menegaskan:
“Yang pertama kali dimulai adalah menghafal Al-Qur’an yang mulia, dimana itu
adalah ilmu yang terpenting diantara ilmu-ilmu yang ada. Adalah para salaf
dahulu tidak mengajarkan ilmu-ilmu Hadits dan Fiqh kecuali kepada orang yang
telah menghafal Al-Qur’an (An-Nubadz fii Adabi Thalabil ‘Ilmi, p. 60-61).
Apa keutamaan menghafal
al-Qur’an itu?
Banyak hadits dari
Rasulullah SAW yang menganjurkan untuk menghafal Al-Qur’an, agar diri orang
muslim tidak lepas dari kitab Allah, seperti yang disebutkan dalam hadits yang
diriwayatkan oleh Ibnu Abbas secara marfu’:
إن الذي ليس في جوفه شيء من القرأن كالبيت الخرب
“Sesungguhnya orang
yang di dalam dirinya tidak ada sedikit pun dari al-Qur’an, maka ia seperti
rumah yang roboh.” (diriwayatkan At-Tirmidzy).
Rasulullah SAW menghormati orang-orang yang menghafal
Al-Qur’an dan mengajarkannya, menempatkan mereka pada kedudukan tersendiri dan
melebihkan mereka dari pada yang lainnya. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu,
dia berkata, “Rasulullah SAW mengirim beberapa orang utusan yang jumlahnya
cukup banyak. Lalu beliau mengecek mereka satu persatu, tentang hafalan
al-Qur’annya.
Beliau tiba pada salah seorang di antara mereka yang paling
muda usianya. Beliau bertanya, “Apa yang engkau hafal wahai fulan?”
Orang itu menjawab, “Aku hafal ini dan itu serta surat
Al-Baqarah.”
Beliau bertanya, “Apakah engkau hafal surat Al-Baqarah?”
“Benar”, jawabnya.
Beliau bersabda, “pergilah dan engkau adalah pemimpin
rombongan.”
Seseorang yang lebih
terpandang di antara mereka berkata, “Demi Allah, tidak ada yang menghalangiku
untuk menghafal surat Al-Baqarah melainkan karena aku takut tidak mampu
melaksanakan isinya.”
Lalu beliau bersabda, “pelajarilah Al-Qur’an dan bacalah ia.
Sesungguhnya perumpamaan Al-Qur’an bagi orang yang mempelajarinya lalu dia
membacakannya, seperti kantong kulit yang diisi minyak kesturi, yang aromanya
menyebar ke segala penjuru. Siapa yang mempelajarinya lalu dia tidur, seperti
kantong kulit yang diikatkan kepada minyak kesturi.”
Jika demikian ini perlakuan beliau terhadap seseorang ketika
masih hidup, maka setelah meninggal, jasadnya didahulukan pengurusannya oleh
beliau, seperti perlakuan terhadap para syuhada’ perang uhud.
Beliau biasa megutus para Qori’ di antara para sahabat, untuk
mengajarkan kewajiban-kewajiban Islam dan adab-adabnya, karena mereka hafal
kitab Allah dan lebih mampu melaksanakan tugas ini. Di antara mereka itu adalah
tujuh puluh orang yang mati syahid di perang Bi’r Ma’unah yang terkenal dalam
tarikh, karena pengkhianatan orang-orang musyrik.
Dari Abu Hurairah RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda,
“Orang yang membaca Al-Qur’an datang pada hari kiamat, lalu
Al-Qur’an berkata, ‘ya rabbi berilah dia pakaian’. Maka dia diberi mahkota kemuliaan.
Kemudian Al-Qur’an berkata lagi, ‘ya rabbi tambahilah’. Maka dia diberi pakaian
kemuliaan. Kemudian Al-Qur’an berkata lagi, ‘ya rabbi ridhailah dia’. Maka
Allah ridha padanya. Lalu dikatakan kepadanya, ‘bacalah dan tingkatkanlah’. Dan
dia ditambahi satu kebaikan dari setiap ayat.” (Diriwayatkan At-Tirmidzy)
KEUTAMAAN DI DUNIA
Berikut beberapa keutamaan penghapal Al
Quran berdasarkan ayat qur’an dan hadits-hadits shohih yang kami
ketahui.
1.Hifzhul Qur’an Merupakan Nikmat Rabbani Yang Datang Dari
Allah
Bahkan Allah membolehkan seseorang memiliki rasa iri terhadap
para ahlul Qur’an.
“Tidak boleh seseorang berkeinginan kecuali dalam dua
perkara, menginginkan seseorang yang diajarkan oleh Allah kepadanya Al Quran
kemudian ia membacanya sepanjang malam dan siang, sehingga tetangganya
mendengar bacaannya, kemudian ia berkata, ‘Andaikan aku diberi sebagaimana si
fulan diberi, sehingga aku dapat berbuat sebagaimana si fulan berbuat.’”
(Riwayat Bukhari)
2. Al Quran Menjanjikan Kebaikan, Berkah, Dan Kenikmatan Bagi
Penghafalnya
“Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari Al Quran dan
mengajarkannya.”(Riwayat Bukhari dan Muslim)
Oleh karena itu, orang yang terbaik di dunia ini bukanlah
orang yang punya memiliki harta yang melimpah, jabatan maupun pangkat yang
tinggi. Namun, disisi Allah Swt orang terbaik itu adalah orang yang mau belajar
al-Qur’an dan mengajarkan kepada orang lain.
3. Seorang Hafizh Al Quran Adalah Orang Yang Mendapatkan
Tasyrif Nabawi (Penghargaan Khusus Dari
Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam)
Di antara penghargaan yang pernah diberikan Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam kepada para sahabat penghafal Al Quran adalah perhatian yang
khusus kepada para syuhada Uhud yang hafizh Al Quran. Rasul mendahulukan
pemakamannya. “Nabi mengumpulkan di antara dua orang syuhada Uhud kemudian
beliau bersabda, ‘Manakah di antara keduanya yang lebih banyak hafal Al Quran,
ketika ditunjuk kepada salah satunya maka beliau mendahulukan pemakamannya di
liang lahat.’” (Riwayat Bukhari)
4. Hifzhul Qur’an Merupakan Ciri Orang Yang Diberi Ilmu
“Sebenarnya, Al Quran itu adalah ayat-ayat yang nyata di
dalam dada orang-orang yang diberi ilmu. Dan tidak ada yang mengingkari
ayat-ayat Kami kecuali orang-orang yang zhalim.” (al-Ankabut : 49)
5. Hafizh Qur’an Adalah Keluarga Allah Yang Berada Di atas
Bumi
“Sesungguhnya Allah mempunyai keluarga di antara manusia.”
para sahabat bertanya, ‘Siapakah mereka ya Rasulullah?’ Rasul menjawab, ‘Para
ahli Al Quran. Mereka lah keluarga Allah dan pilihan-pilihan-Nya.”‘ (Riwayat
Ahmad)
6. Menghormati Seorang Hafizh Al Quran Berarti Mengagungkan
Allah
“Sesungguhnya termasuk mengagungkan Allah menghormati orang
tua yang muslim, penghafal Al Quran yang tidak melampaui batas (di dalam
mengamalkan dan memahaminya) dan tidak menjauhinya (enggan membaca dan
mengamalkannya) dan penguasa yang adil.”(Riwayat Abu Daud)
7. Mengangkat Kejayaan (meninggikan) Umat Islam.
Kejayaan suatu umat Islam itu dengan membaca al-Qur’an dan
mengamalkannya. Namun sebaliknya, musibah yang menimpa umat ini disebabkan
karena sikap acuh tak acuh kepada al-Qur’an dan meninggalkannya. Rasulullah saw
bersabda: ”Sesungguhnya Allah Swt meninggikan (derajat) ummat manusia ini
dengan Al-Qur’an dan membinasakannya pula dengan Al-Qur’an” (H.R Muslim).
Inilah rahasia mengapa generasi awal umat Islam (generasi sahabat, tabi’in dan
tabi’itabi’in) menjadi generasi terbaik umat ini sebagaimana dinyatakan oleh
Rasul saw. Mengapa demikian?
Jawabannya adalah karena mereka mengamalkan al-Qur’an dan
sunnah Rasul saw. Maka Islampun berjaya pada masa-masa mereka, sehingga
tersebar keseluruh penjuru dunia. Namun, setelah generasi tersebut sampai saat
ini umat Islam meninggalkan al-Qur’an sehingga umat Islam menjadi lemah dan
hina karena dijajah oleh orang kafir, bahkan dizalimi dan dibunuh seenaknya
oleh orang kafir akibat meninggalkan al-Qur’an.
8. Memberikan ketenangan kepada yang membacanya.
Orang yang membaca dan mendengar Al-Qur’an akan mendapatkan
sakinah, rahmah, doa malaikat dan pujian dari Allah. Nabi saw bersabda:
”Tidaklah suatu kaum berkumpul dalam salah satu rumah Allah (masjid) untuk
membaca Kitabullah (al-Qur’an) dan mempelajarinya, melainkan ketenangan jiwa
bagi mereka, mereka diliputi oleh rahmat, dikelilingi oleh para malaikat, dan
Allah menyebut nama-nama mereka di hadapan para Malaikat yang ada di sisi-Nya.”
(H.R Muslim).
Memang, membaca dan mendengarkan ayat-ayat al-Qur’an
menentramkan hati kita sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah Swt,
““...Ingatlah, hanya dengan zikir (mengingat) Allah hati menjadi tenang”. (Q.S
Ar-Ra’d: 28). Al-Qur’an merupakan zikir yang paling afdhal (utama). Oleh karena
itu, ketenangan tidaklah diperoleh dengan harta yang banyak, pangkat dan
jabatan, namun diperoleh dengan sejauh mana interaksi kita dengan al-Qur’an.
KEUTAMAAN DI AKHIRAT
1. Al Quran Akan Menjadi Penolong (syafa’at) Bagi
Penghafalnya.
Dari Abi Umamah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku
mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Bacalah olehmu Al
Quran, sesungguhnya ia akan menjadi pemberi syafa’at pada hari kiamat bagi para
pembacanya (penghafalnya).” (Riwayat Muslim).
Tentunya tidak hanya sekedar membaca, juga mengamalkannya.
Namun demikian, tanpa membaca al-Qur’an maka tidak mungkin kita mengamalkannya.
Selain Rasulllah saw, tidak seorangpun yang mampu memberikan pertolongan kepada
seseorang pada hari hisab, kecuali al-Qur’an yang dibaca selama ia hidup di
dunia.
2. Hifzhul Qur’an Akan Meninggikan Derajat Manusia Di Surga.
Dari Abdillah bin Amr bin ‘Ash dari Nabi Shallallahu ‘alaihi
wasallam, beliau bersabda, “Akan dikatakan kepada shahib Al Quran, ‘Bacalah dan
naiklah serta tartilkan sebagaimana engkau dulu mentartilkan Al Quran di dunia,
sesungguhnya kedudukanmu di akhir ayat yang kau baca.” (Riwayat Abu Daud dan
Turmudzi)
3. Para Penghafal Al Quran Bersama Para Malaikat Yang Mulia
Dan Taat.
“Dan perumpamaan orang yang membaca Al Quran sedangkan ia
hafal ayat-ayatnya bersama para malaikat yang mulia dan taat.” (Muttafaqun
‘alaih)
4. Bagi Para Penghafal Kehormatan Berupa Tajul Karamah
(Mahkota Kemuliaan).
“Mereka akan dipanggil, ‘Dimana orang-orang yang tidak
terlena oleh menggembala kambing dari membaca kitabku?’ Maka berdirilah mereka
dan dipakaikan kepada salah seorang mereka mahkota kemuliaan, diberikan
kepadanya kesuksesan dengan tangan kanan dan kekekalan dengan tangan kirinya.”
(Riwayat at-Tabrani)
5. Kedua Orang Tua Penghafal Al Quran Mendapat Kemuliaan
“Siapa yang membaca Al Quran, mempelajarinya, dan
mengamalkannya, maka dipakaikan mahkota dari cahaya pada hari kiamat. Cahayanya
seperti cahaya matahari dan kedua orang tuanya dipakaikan dua jubah (kemuliaan)
yang tidak pernah didapatkan di dunia. Keduanya bertanya, ‘Mengapa kami
dipakaikan jubah ini?’ Dijawab, ‘Karena kalian berdua memerintahkan anak kalian
untuk mempelajari Al Quran.’” (Riwayat al-Hakim)
6. Penghafal Al Quran
Adalah Orang Yang Paling Banyak Mendapatkan Pahala Dari Al Quran
Untuk sampai tingkat hafal terus-menerus tanpa ada yang lupa,
seseorang memerlukan pengulangan yang banyak, baik ketika sedang atau selesai
menghafal. Dan begitulah sepanjang hayatnya, sampai bertemu dengan Allah.
Sedangkan pahala yang dijanjikan Allah adalah dari setiap hurufnya.
“Barangsiapa yang membaca satu huruf dari Al Quran maka baginya satu hasanah,
dan hasanah itu akan dilipat gandakan sepuluh kali. Aku tidak mengatakan Alif
Lam Mim itu satu huruf, namun Alif itu satu huruf, Lam satu huruf dan Mim satu
huruf.” (Riwayat at-Turmudzi)
7. Penghafal Al Quran Adalah Orang Yang Akan Mendapatkan
Untung Dalam Perdagangannya dan Tidak
Akan Merugi.
“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan
mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami anugerahkan
kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan
perniagaan yang tidak akan merugi, agar Allah menyempurnakan kepada mereka
pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah
Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.” (Faathir: 29-30)
Melihat semua ini nampaknya, kita semua harus memulai untuk
menghafal Al Quran. Mari kita mulai…!(***)
Wallahua’lam
Dihimpun dari berbagai nara sumber internet (Lembaga Tahfizh,
dll)