Rabu, 11 Oktober 2017

Apakah yang dimaksud dengan Kajian Sunnah.

Saat ini sering kita denger kajian sunnah, seakan-akan Kajian yg tidak ada embel2 sunnahnya jadi tidak sunnah.

Apa sih sebenarnya sunnah itu?

As-Sunnah menurut istilah syari’at ialah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam bentuk qaul (ucapan), fi’il (perbuatan), taqrir (penetapan), sifat tubuh serta akhlak yang dimaksudkan dengannya sebagai tasyri’ (pensyari’atan) bagi ummat Islam. [1]. Qawaa’idut Tahdits (hal. 62), Muhammad Jamaluddin al-Qasimi, Ushul Hadits, Dr. Muhammad ‘Ajjaj al-Khathib, cet. IV Darul Fikr 1401 H, Taisir Muthalahil Hadits (hal. 15), Dr. Mahmud ath-Thahhan.

Pertanyaan berikutnya adalah, apabila ada perbuatan yang tidak dilakukan rosul, atau tidak dilakukan (sahabat) dijaman rosul masih hidup, apakah serta merta tidak sesuai dengan sunnah?

Contoh sederhana, dahulu adzan sholat jum'at hanya 1 kali. Namun dijaman sahabat, yaitu Utsman bin 'affan, adzan jum'at menjadi 2 kali. Apakah perbuatan Utsman tidak sesuai sunnah?

Jawaban seharusnya adalah tidak sesuai sunnah, karena Rosul tidak pernah melakukannya.

Namun bila kemudian ada yg menyanggah, karena ada hadits yg mengatakan "Pada suatu hari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berdiri di tengah-tengah kami. Beliau memberi nasihat yang sangat menyentuh, membuat hati menjadi gemetar, dan airmata berlinangan. Lalu dikatakan; "Wahai Rasulullah, engkau telah memberikan nasihat kepada kami satu nasihat perpisahan, maka berilah kami satu wasiyat." Beliau bersabda: " Hendaklah kalian bertakwa kepada Allah, mendengar dan taat meski kepada seorang budak Habasyi. Dan sepeninggalku nanti, kalian akan melihat perselisihan yang sangat dahsyat, maka hendaklah kalian berpegang dengan sunnahku dan sunnah para khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk. Gigitlah sunnah itu dengan gigi geraham, dan jangan sampai kalian mengikuti perkara-perkara yang dibuat-buat, karena sesungguhnya semua bid'ah itu adalah sesat." (HR. Ibnu Majah: 42)

Sesuai hadits diatas, maka perbuatan para khulafaur Rasyidin (Utsman bin 'Affan) masih tergolong sesuai sunnah karena sesuai dgn hadits.

Baik, mari coba ambil contoh yang lain. Kita ketahui bahwa di masjidil haram pada 10 malam terakhir di bulan ramadhan melakukan sholat qiyamul lail/witir berjamaah rutin tiap tahun, setelah sebelumnya melakukan tarawih berjamaah. Bahkan ditambahkan di qunut terakhir witir, dimasukan doa khataman qur'an.. Kita ketahui bahwa rosul dan sahabat khulafaur rasyidin tidak pernah melakukan hal ini. Dan ini adalah perbuatan yang "baru" yang bisa dikatakan "bid'ah". Apakah kemudian semua imam dan jamaah di masjidil haram artinya tidak sesuai sunnah?

Satu contoh terakhir, Syaikh Albani berpendapat bahwa Tarawih itu hanya 11 rakaat. 8 rakaat plus 3 witir. Sementara jumhur ulama mengatakan tarawih itu 20 rakaat plus 3 witir.

Bila kemudian temen2 yg yang suka mengikuti kajian sunnah mengatakan ini perkara khilafiyah, kenapa permasalahan yang lain (seperti qunut subuh, melafadzkan niat, dzikir jahr) tidak mau mengakui sebagai permasalahan khilafiyyah?

Bila mau dikatakan adil, marilah menghargai pendapat pihak lain yang memang berbeda dengan pendapat kelompok/jamaahnya.

Bila dikatakan, ulama di mekah tidak Ma'shum, yg Ma'shum hanya Rosulullah, maka apalagi Ustadz yg baru menimba ilmu disana dibandingkan para Ulama yg sanad keilmuannya, bisa bersambung sampai kepada Rosulullah.

Yuk kita perdalam ilmu agama kita. Jangan sedikit2 bilang "gak sesuai sunnah". Banyak hal yang memang "baru", namun bukan berarti dholal (sesat). Untuk mengetahuinya perlu belajar langsung ke ulama, bukan buka/mencari di "mbah google".

Wallahua'lam bishowab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar