Senin, 25 April 2016

PENJELASAN HIKMAH TIDAK DILAPANGKANNYA REJEKI



Surah As Syuuraa ayat 27

“Dan jikalau Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hamba Nya tentulah mereka akan melampaui batas di bumi, tetapi Dia menurunkan apa yang dikehendaki Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia terhadap hamba-hamba Nya Maha Mengetahui lagi Maha Melihat”

Penjelasan Tafsir Al Aisar, Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi.

Firman Allah, “Dan jikalau Allah melapangkan rejeki kepada hamba-hambaNya 1, niscaya mereka akan berbuat melampui batas di bumi...” ini penjelasan tentang tanda-tanda kekuasaan, ilmu dan hikmah Allah yang mengharuskan kita untuk menjadikan Allah sebagai Tuhan dan beribadah hanya kepadaNya, Allah mengatakan bahwa jika Allah melapangkan rezeki mereka, niscaya mereka melampaui batas, bertindak sewenang-wenang kepada sebagian yang lain dan berbuat zhalim sehingga mengakibatkan kerusakan yang sangat besar2 dimuka bumi ini dan kehidupan terhenti semuanya. “Tetapi Dia menurunkan dengan ukuran yang Dia kehendaki...” artinya Allah akan menurunkan rezeki kepada ciptaanNya sesuai dengan ukuran-ukuran yang telah Dia tentukan berdasarkan aturan Nya. Dan hal ini ditunjukan oleh Firman Nya, “sesungguhnya Dia Maha mengetahui3 lagi Maha Melihat”.  Yakni Allah mengetahui semua apa yang dibutuhkan oleh hamba-hamba Nya dalam kehidupan mereka, mengetahui apa-apa yang mereka lakukan semenjak zaman azali. Ini merupakan salah satu tanda-tanda keilmuan, kekuasaan, dan kebijaksanaan Allah.

Note :
11.      Diriwayatkan bahwasanya Khabbab bin Al-Arat berkata, “Ayat ini turun kepada kami, pada waktu itu kami melihat harta benda milik Bani Nadhir, Bani Quraidzah dan Bani Qainuqa’ lalu kami mengharapkannya, maka turunlah ayat ini, “Dan jikalau Allah melapangkan rezeki ....” Ayat ini merupakan bantahan bagi orang yang berkata ,”Jika Allah mengabulkan doa orang-orang yang beriman, mengapa mereka tidak meminta kepada Allah agar Dia melapangkan rezeki, harta yang banyak dan memberikan kekayaan kepada mereka?” Maka jawabnya adalah jikalau Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hamba Nya niscaya mereka akan melampaui batas dimuka bumi”
22.      Berdasarkan sebuah hadits Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Demi Allah! Bukan kefakiran yang aku khawatirkan atas kalian, akan tetapi yang aku khawatirkan adalah dihamparkannya dunia bagi kalian sebagaimana Allah telah menghamparkannya bagi orang-orang sebelum kalian, lalu kalian berlomba-lomba untuk mendapatkannya dan dunia ini akan membinasakan kalian sebagaimana ita telah membinasakan mereka”
33.      Kata “Al-qadar” artinya ukuran dan ketentuan. Dan penggabungan antara sifat ‘Khabiir” dan sifat “Bashiir” karena sifat “khabiir” menunjukan tentang pengetahuan Allah terhadap kemaslahatan hamba-hamba Nya dan kondisi mereka sebelum Dia menentukan segala sesuatunya bagi mereka. Sedangkan sifat “bashiir” menunjukan tentang pengetahuan Allah akan kondisi dan sesuatu yang telah terjadi.

Penjelasan Tafsir Al-Jami’Lil Ahkam karya Imam Qurthubi

“Tentulah mereka melampaui batas di muka bumi” yakni melampaui batas dan melakukan kemaksiatan.

Ibnu Abbas RA berkata, “Tindakan melampaui batas yang mereka lakukan adalah meminta kedudukan setelah menempati suatu kedudukan, meminta harta yang lain setelah mendapatkan  harta yang satu, meminta kendaraan lain setelah mendapatkan kendaraan yang satu, dan meminta pakaian yang lain setelah mendapatkan pakaian yang satu (tidak pernah merasa puas)”.

Menurut satu pendapat, maksud firman Allah tersebut adalah: jika Allah memberi mereka banyak, tentu mereka akan meminta lebih banyak lagi. Hal ini berdasarkan kepada sabda Rasulullah SAW:
“Seandainya anak cucu Adam itu mempunyai 2 lembah emas, niscaya dia akan mencari yang ke3” (HR Muslim).
Ini melampaui batas yang dimaksud. Ini adalah pengertian dari ucapan Ibnu Abbas.

Menurut pendapat yang lain, (makna firman Allah tersebut adalah): seandainya Kami menjadikan mereka sama dalam (kepemilikan) harta, niscaya sebagian dari mereka tidak akan tunduk kepada sebagian yang lain, dan niscaya berbagai aktivitas pun akan kacau.

Dalam Hal ini, kiranya cukuplah Qarun sebagai pelajaran. Oleh karena itulah Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya hal yang paling aku takutkan atas ummatku adalah perhiasan duniawi dan melimpah ruahnya”

“Tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki Nya dengan ukuran.” Maksudnya, Allah akan menurunkan rezeki kepada mereka dengna ukuran yang dikehendaki Nya untuk mencukupi mereka.

Muqatil berkata, “(Maksud firman Allah), menurunkan apa yang dikehendaki Nya dengan ukuran” adalah Menjadikan Kaya siapa yang dikehendaki Nya dan menjadikan miskin siapa yang dikehendaki Nya”

Imam Malik mengatakan bahwa perbuatan-perbuatan Allah itu tidak luput dari kemaslahatan, meskipun Allah itu tidak wajib mendatangkan kemaslahatan. Terkadang Allah memalingkan dunia dari seorang hamba, karena Allah mengetahui bahwa jika Dia memeberikan kelapangan rizki kepada si hamba, maka hal itu akan menggiringnya untuk berbuat kerusakan. Hal itu dilakukan demi kemaslahatannya.

Dengan demikian, sempitnya rizki bukanlah sebuah kehinaan, dan lapangnya rizki bukanlah sebuah keutamaan. Terkadang pula Allah memberikan (kelapangan rizki) kepada beberapa kaum, merskipun Dia mengetahui bahwa mereka akan menggunakannya untuk berbuat kerusakan.

Seandainya Allah melakukan hal yang berseberangan dari apa yang telah dilakukan Nya kepada kaum-kaum, niscaya itu akan lebih dekat kepada kemaslahatan. Dalam hal ini, semuanya bergantung kepada kehendak Nya dan adalah tidak mungkin terus berpergian pada prinsip maslahat pada setiap perbuatan Allah.

Anas meriwayatkan dari Nabi SAW dalam sebuah hadits qudsi, Allah berfirman, “Barangsiapa yang merendahkan kekasih Ku, maka sesungguhnya Dia telah berduel dengan Ku dalam sebuah peperangan. Sesungguhnya Aku adalah dzat yang Maha cepat dalam menolong kekasih-kekasih Ku, dan sesungguhnya Aku benar-benar marah kepada mereka (orang-orang yang menghinakan kekasih Allah) seperti singa yang sedang marah. Aku tidak pernah ragu pada sesuatu yang akan Aku kerjakan, seperti Aku ragu untuk mencabut ruh hamba Ku yang beriman, yang tidak menyukai kematian. Aku tidak suka menyakitinya, namun hal itu merupakan keharusan baginya. Tidaklah hamba Ku yang beriman mendekatkan diri kepadaku dengan mengerjakan sesuatu seperti yang telah Aku wajibkan kepadanya, dan tidak henti-hentinya hamba KU yang beriman mendekatkan diri kepada Ku dengna mengerjakan hal-hal yang sunnah, hingga Aku mencintainya. Apabila Aku telah mencintainya, maka Aku akan menjadi pendengaran, penglihatan, lidah, tangan dan pendukungnya. Jika dia meminta kepada Ku maka Aku akan memberinya. Jika dia memanggil Ku maka Aku akan mendatanginya. Sesungguhnya diantara hamba-hamba Ku yang beriman ada yang meminta pintu ibadah kepada Ku, dan sesungguhnya Aku mengetahui bahwa jika aku memberikan itu kepadanya, maka perasaan sombong akan masuk kedalam dirinya, kemudian merusaknya. Sesungguhnya diantara hamba-hamba Ku yang beriman ada orang yang hanya pantas untuk kaya, dan jika Aku membuatnya miskin maka kemiskinan akan membinasakannya. Sesungguhnya diantara hamba-hamba Ku yang beriman ada oarng yang hanya pantas untuk miskin, dan jika Aku membuatnya kaya maka kekayaan akan membinasakannya. Sesungguhnya Aku benar-benar mengatur hamba-hamba Ku, karena Aku mengetahui isi hati mereka. Sesungguhnya Aku adalah Dzat yang Maha Mengetahui”
Anas kemudian berkata, “Ya Allah, sesungguhnya aku adalah sebagian dari hamba-hamba Mu yang beriman yang hanya patas untuk kaya. Maka dengan rahmat Mu, janganlah engkau membuat aku Miskin” (HR Bukhari)

Penjelasan Tafsir Ibnu Katsir.

Firman Allah, “Dan jikalau Allah melapangkan rizki kepada hamba-hamba Nya, tentulah mereka akan melampaui batas dimuka bumi” Yakni, sekiranya Allah memberikan kepada mereka rizki melebihi kebutuhan mereka, tentu hal itu akan menyebabkan sebagian mereka sombong, melampaui batas dan angkuh atas sebagian yang lain.

Firman Allah, “Tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba Nya lagi Maha Melihat.”
Yakni, akan tetapi Allah mengaruniakan kepada mereka rizki yang Dia pilih, yang didalamnya terdapat kemaslahatan bagi mereka, dan Dia lebih mengetahui dalam perkara ini. Maka Dia akan memberikan kekayaan kepada orang yang berhak mendapatkannya, dan menjadikan fakir orang yang berhak mendapatkan kefakiran.

Penjelasan Tafsir Al Mishbah oleh M Quraish Shihab.

Setelah ayat yang lalu (ayat 26) menjanjikan pengabulan doa dan penganugerahan kelebihan, ayat diatas mengingatkan bahwa hal itu dianugerahkannya untuk kebaikan dan kemaslahatan manusia, karean itu tidak jarang pengabulan doa ditangguhkan waktunya, atau permintaan harta diganti oleh Allah dengan menganugerahkan rezeki yang lain, baik dalam bentuk pemberian maupun dalam bentuk penyelamatan dari petaka dan itu dilakukan  Nya untuk kemaslahatan manusia sendiri, karena jikalau Allah melapangkan rezeki kepada hamba hamba Nya semua, sesuai dengan permintaan dan keinginan masing masing tentulah mereka akan melampaui batas dan berlaku sewenang-wenang di muka bumi, tetapi tentu saja ini tidak sejalan dengan kehendak Ilahi, karena itu Dia menurunkan rezeki untuk hamba-hamba Nya sesuai apa yang dikehendaki Nya dengan ukuran tertentu, guna kemaslahatan masing-masing. Sesungguhnya Dia terhadap hamba hamba Nya Maha Mengetahui keadaan mereka lagi Maha Melihat  sehingga anugerah Nya selalu tepat dan bermanfaat.

Kekayaan dan kekuatan secara umum sering kali menjadikan seseorang lupa daratan, karena ketika itu dia tidak merasa khawatir, berbeda dengan kelemahan dan kemiskinan, yang menjadikan seseorang lupa daratan, karena ketika itu dia tidak merasa khawatir, berbeda dengan kelemahan dan kemiskinan, yang menjadikan seseorang selalu berpikir dua tiga kali sebelum melangkah, karena khawatir jangan sampai keadaannya menjadi lebih parah lagi. Dalam QS al ‘Alaq (96); 6-7, Allah mengingatkan bahwa, “Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, karena di melihat dirinya berkecukupan”

Disisi lain, seandainya semua orang diberi sesuai keinginannya, maka kehidupan sosial tidak akan terlaksana. Tidak akan ada kerjasama dan bantu membantu. Dalam konteks ini Allah berfirman, “Kami telah menentukan antara mereka dengan penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain” (QS. Az-Zukhruf [43]:32)

Thabathaba’i mengingatkan bahwa keterangan ayat diatas, tentang kemaslahatan yang lahir dari pengaturan rezeki, tidak bertentangan dengan kenyataan adanya sekian banyak orang kaya yang melampaui batas dan melakukan penganiayaan serta dalam saat yang sama rezeki mereka tetap bertambah. Karena disamping sunnatullah atau ketentuan Ilahi yang diuraikan ayat ini, ada juga ketentuan Nya yang lain yang berkaitan dengan sunnatullah itu, yaitu tentang ujian Allah bagi manusia. Allah berfriman, “Sesungguhnya harta-harta kamu dan anak-anak kamu adalah ujian” (QS at-Taghabun [64]:15). Disamping itu, ada juga yang dinamai sunnatul istidraj dalam arti mengulur kedurhakaan pendurhaka. Allah berfirman,”Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, Kami akan tarik mereka dengan berangsur-angsur dengan cara yang tidak mereka ketahui. Dan Aku menangguhkan buat mereka. Sesungguhnya rencana Ku amat teguh” (QS. Al-A’raf[7]: 182-183). Dengan demikian – tulis Thabathabai- kemaslahatan yang dirancang Allah dalam penentuan rezeki, merupakan dasar sunnatullah menyangkut hal tersebut, tetapi dalam saat yang sama, Dia juga melakukan ujian-ujian terhadap hamba-hamba Nya. Allah berfirman, “Dan Allah (berbuat demikian) untuk menguji apa yang ada dalam dada kamu dan untuk membersihkan apa yang ada dalam hati kamu. Allah Maha Mengetahui isi hati” (QS Al’Imraan [3]: 154). Atau dia mengubah  nikmat dan mengkufurinya, sehingga Allah pun mengubah sunnahnya terhadap yang bersangkutan dengan memberinya apa yang menjadikannya berlaku aniaya. Thabathaba’i lebih jauh menjelaskan bahwa, ketentuan memberi dengan kadar tertentu itu bukan hanya terbatas pada anugerah harta, tetapi juga dalam anugerah anak serta  nikmat-nikmat lain seperti pengetahuan yang haq serta tuntunan agama yang berakhir kepada wahyu. Semua diatur dari segi turunya, ujian yang dilakukan Allah melaluinya serta pelaksanaannya berdasar rezeki yang telah diatur oleh Nya pula. Seandainya pengetahuan dan hukum-hukum agama yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia turun sekaligus atau tidak bertahap, niscaya itu akan sangat menyulitkan manusia, dan tidak akan dipercaya kecuali oleh segelintir orang saja. Tetapi syukur bahwa Allah menurunkannya kepada Rasul secara bertahap sehingga umat pun menerimanya secara bertahap. Pengetahuan yang mendalam pun tidak dianugerahkan Nya kecuali kepada orang-orang tertentu, karena orang kebanyakan sulit memahaminya. Ayat-ayat al Quran disusun Nya dalam redaksi yang dapat dipahami secara umu oleh banyak orang, tetapi maknanya yang dalam hanya terjangkau oleh orang-orang khusus. Demikian lebih kurang Thabathaba’i.

Diambil dari Tafsir Imam Al Qurthubi, Tafsir Al Aisar, Tafsir Ibnu Katsir dan Tafsir Al Mishbah.