Selasa, 26 Juli 2011

Hadits-Hadits Dha’if Seputar Ramadhan


Dalam rangka mempersiapkan diri kita menghadapi bulan Ramadhan, mari kita kenali hal-hal yang dapat mengotori bulan suci ini. Setelah kita mengenal ritual-ritual ibadah yang tidak ada contohnya dari Rasulullah dalam bulan Ramadhan, tidak kalah penting untuk diketahui adalah hadits-hadits lemah dan palsu seputar Ramadhan.


Bulan ramadhan merupakan bulan yang dltunggu kedatangannya oleh seluruh kaum muslimin. Berbagal macam keglatan diadakan dalam rangka memanfaatkan bulan Ini. Diantara kegiatan yang sering diadakan adalah ceramah atau ta’llm. Kegiatan Inl sangat membantu kaum muslimin dalam mengenal agama Islam ini.
Namun sangat disayangkan, banyak diantara para da’i ini yang menyampalkan hadits-hadits dha’if (derajatnya lemah), bahkan hadits maudhu’ (palsu). Padahal mestlnya kita berhati-hati dalam menyampaikan sebuah hadits.  Kita harus tahu dulu derajat hadits tersebut Jika kita sudah mengetahui, bahwa hadits tersebut maudhu’, namun kfta tetap menyampaikannya, berarti terkena ancaman berdusta atas nama Rasulullah yang balasannya adalah neraka. Wal iyadzu billah.


Berikut ini kami sampaikan beberapa hadits dhaif dan maudhu’ yang banyak beredar di masyarakat bekaitan dengan bulan Ramadhan. Semoga bermanfaat.


Bulan Ramadhan itu permulaannya rahmat, pertengahannya maghfirah (ampunan),   dan akhirnya adalah pembebasan dari api neraka.    


Hadits munkar. Diriwayatkan oleh Al ‘Uqaili dalam Adh Dhu’afa (172), Ibnu Adi (1/165), Al Khatib dalam Al Muwadhdhih (2/77), Ad Dailami (1/1/10-11), Ibnu ‘Asakir (8/506/1), dari jalan Sallam bin Siwar dari Maslamah bin Ash Shalt dari Az Zuhri dari Abu Salamah dari  Abu Hurairah secara marfu’

Shalat Jum’at di Madinah seperti seribu shalat di tempat lain, dan puasa bulan Ramadhan di Madinah seperti puasa seribu bulan di tempat lain.

Hadits -dengan lafadz seperti. ini- adalah maudhu’ (palsu). Diriwayatkan oleh Ibnul Jauzi dalam Minhajul Qashidin 1/57/2 dan dalam  Al llal Al Wahiyah, dan Ibnu An Najjar dalam Ad Durar Ats Tsaminah Fi Tarikh Al Madinah (337), dari jalan Umar bin Abu Bakar Al Mushili dari Al Qasim bin Abdullah dari Katsir bin Abdullah bin ‘Amr bin ‘Auf dari   Nafi’ dari Ibnu Umar secara marfu’.


Dari Anas berkata, Nabi pernah ditanya, "Puasa apa yang paling utama setelah Ramadhan?" Beliau menjawab, "(Puasa)  Sya’ban untuk mengagungkan Ramadhan." Beliau ditanya lagi, "Shadaqah manakah yang lebih utama?" Beliau menjawab,  "Shadaqah di bulan Ramadhan." 

Hadits dha’if. Diriwayatkan oleh At Turmudzi 1/129, Abu Hamid Al Hadhrami dalam haditsnya, dan dari jalannya Al Hafizh Al Qasim bin AI Hafizh Ibnu Asakir meriwayatkan dalam Al Amalfi (majiis 47/2/2) dan Adh Dhiya’ Al Maqdisi dalam AlMuntaqa Minal Masmu’at Bi Marwu7/1 dari jalan Shadaqah bin Musa dari Tsabit dari Anas  Abu isa At Turmudzi berkata,"Ini adalah hadits ghalib (satu  jalan periwayatannya).


Dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah bersabda, "Barangsiapa berbuka satu hari pada (siang hari) Ramadhan tanpa ada sebab keringanan  atau sakit, maka tidak bisa diganti meski dengan puasa sepanjang masa." 


Hadits dha’if. Diriwayatkan oleh At Turmudzi no. 723, Abu Daud no. 2396, dan Ibnu Majah no. 1672. Abu Isa berkata,"Hadits  Abu Hurairah, tidak kami ketahui, kecuali dari jalur ini. Aku mendengar  Muhammad (Al Bukhari) berkata, ‘Abul Muthawwis namanya adalah Yazid bin Al Muthawwis, saya tidak mengetahui darinya kecuali hadits ini’." Lihat Dha’if At Turmudzi halaman 78-79 (no. 723), Dha’if Sunan Ibnu  Majah halaman 131 no. 329/1696 – secara ringkas-, Dha’if Al Jami’Ash  Shaghir no. 5462 dan Dha’if Sunan Abu Daud 413.

Jika datang malam pertama bulan Ramadhan, Allah melihat kepada makhlukNya, dan jika Allah telah melihat hambaNya, maka Allah tidak akan mengadzabnya  untuk selamanya, di setiap malam dan Allah memiliki satu juta jiwa yang dibebaskan dari api neraka. 


Hadits maudhu’ (palsu). Diriwayakan oleh Ibnu Fanjuyah dalam  Majlis Min Al Amali Fi Fadhli Ramadhan (hadits terakhir), dan Abu  Qasim AI Ashbahani dalam At Targhib (Q 180/1) dari jalan Hammad bin Mudrik dari Utsman bin Abdullah dari Malik dari Abu Az Zinad dari AI A’raj dari Abu Hurairah secara marfu’. Dari jalan ini pula Adh Dhiya’ Al Maqdisi meriwayatkannya daiam Al Mukhtarah (10/100/1), dengan ada tambahan, kemudian is (Adh Dhiya’) berkata,"Utsman bin Abdullah Asy Syami, tertuduh (memalsukan hadits) dalam periwayatannya."
Demikian pula ibnul Jauzi menyebutkannya secara sempurna dalam Al Maudhu’at (2/190), kemudian beliau berkata yang kesimpuiannya sebagai berikut-,"(Hadits) maudhu’, dalam (sanad)nya terdapat para periwayat yang majhul (tidak dikenal), dan yang tertuduh memalsukan adalah Utsman." Hal itu disetujui oleh As Suyuthi dalam Al Laali’ (2/100-101).


Ketahuilah, aku kabarkan kepada kalian, bahwa malaikat yang paling utama adalah Jibril nabi yang paling utama adalah Adam hari yang paling utama adalah hari Jum’at , bulan yang paling utama adalah bulan Ramadhan, malam yang paling utama adalah malam lailatul qadar, dan wanita yang paling utama adalah Maryam binti lmran.


Hadits maudhu’ (palsu). Diriwayatkan oieh Ath Thabarani no. 11361 dari jalan Nafi’ Abu Hurmuz dari ‘Atha bin Abi Rabah dari Ibnu ‘Abbas secara marfu’ Ini adalah hadits maudhu’. Nafi’ Abu Hurmuz dinyatakan dusta oleh  Ibnu Ma’in. Sedangkan An Nasal mengatakan, "Dia tidak tsiqah." Dan Nabi yang paling utama adalah Muhammad, berdasarkan hadits shahih,  Aku adalah penghulu manusia pada hari kiamat… (HR Muslim 1/127).


""Subhanallah, apa gerangan yang akan kalian hadapi dan apa gerangan yang akan mendatangi kalian – beliau ucapkan tiga kali-. "Umar bertanya, ‘ Wahai Rasulullah, apakah telah turun wahyu ataukah ada musuh yang datang?"Beliau menjawab, "Bukan, tetapi Allah akan mengampuni setiap ahli kiblat ini (umat Islam) pada awal bulan Ramadhan." Sementara itu, ada seorang laki-laki di sudut kerumunan orang banyak sedang menggelengkan kepalanya sambil mengucapkan ‘puh, puh’. Maka Nabi berkata kepadanya, "Sepertinya dadamu merasa sesak dengan apa yang kamu dengar."Orang tersebut menjawab, "Demi Allah, tidak, wahai Rasulullah. Akan tetapi, engkau mengingatkan tentang orang-orang munafikin." Maka Nabi berkata, "Sesungguhnya orang munafik itu kafir, dan orang kafir tidak memperoleh bagian sedikitpun dalam hal ini."


Hadits munkar. Diriwayatkan oleh Ath Thabrani dalam Al Awsath (1/97/1 -salah satu diantara tambahan-tambahannya), Abu Thahir Al Anbari dalam Masyikhah-nya (147/1-2), Ibnu Fanjuyah dalam Majlis Min Al Amalfi Fi Fadhli Ramadhan (3/2-4/1), Al Wahidi dalam Al Wasith (1/64/1), dan Ad Dulabi dalam Al Kuna (1/107), dari jalan ‘Amr bin Hamzah Al Qaisi Abu Usaid dari Abu Ar Rabi’ Khalaf dari Anas bin Malik, secara marfu’. Dalam sanadnya terdapat para periwayat yaitu:  `Amr bin Hamzah. Didha’ifkan oleh Ad-Daruquthni. Ath Thabrani berkata,"Hadits  ini tidak diriwayatkan dari Anas , kecuali dengan sanad ini, dan ‘Amr  bersendiri dalam meriwayatkannya." Khalaf Abu Ar Rabi’, seorang yang majhul (tidak dikenal). Dan ia bukan  Khalaf bin Mahran sebagaimana disebutkan oleh AI Bukhari dan Ibnu  Abi Hatim.


Pahala Bulan Ramadhan itu tergantung diantara langit dan bumi, dan tidak akan diangkat kepada Allah kecuali dengan zakat fitrah.


Hadits dha’if. Disebutkan oleh Ibnul Jauzi dalam Al ‘Hal Al Mutanahiyah (2/8/824). Lalu beliau manyatakan, bahwa hadits ini tidak shahih. Di dalamnya terdapat periwayat bernama Muhammad bin Ubald AI Bashri, dia seorang yang majhul (tidak dikenal).


Orang yang berpuasa Ramadhan ketika safar seperti orang yang berbuka ketika mukim.


Hadits munkar. Diriwayatkan oleh Ibnu Majah (1/ 511), AlHaitsam bin Kulai dalam Al Musnad (22/2) dan Adh Dhiya’ dalam Al Mukhtarah (1/305), dari jalan Usamah bin Zaid dari Ibnu Syihab dari Abu Salamah bin Abdurrahman dari bapaknya Abdurrahman bin `Auf, secara marfu’.


Barangsiapa beri’tikaf sepuluh hari di bulan Ramadhan, maka sama pahalanya seperti dua kali dan dua kali umrah.


Hadits maudhu’ (palsu). Diriwayatkan oleh Al Baihaqi dalam Asy Syu’ab dari hadits AI Husain bin Ali; secara marfu’. Lalu beliau berkata,"Sanadnya dha’if, Muhammad bin Zadan seorang periwayat hadits ini- adalah seorang matruk (ditinggalkan haditsnya)." Imam Al Bukhari berkata, "Haditsnya tidak boleh ditulis."


Barangsiapa berbuka satu hari (di slang hari) bulan Ramadhan dalam  keadaan mukim, maka hendaknya menyembelih seekor hewan kurban (unta  atau sapi). Jika tidak sanggup, maka memberi makan orangorang miskin dengan kurma sebanyak 30 sha’.


Hadits maudhu’ (palsu). Disebutkan oleh Ibnul Jauzi dalam Al Maudhu’atdari apa yang diriwayatkan oleh Ad-Daruquthni, dari jalan Khalid bin ‘Amr Al Himshi dari bapaknya dari Al Harits bin ‘Ubaidah  Al Kila’i dari Muqatil bin Sulaiman dari ‘Atha bin Abi Rabah dari Jabir, secara marfu’. Beliau (Ibnul Jauzi) berkata (2/196), "Muqatil itu pendusta, dan Al Harits itu dha’if (lemah haditsnya)."


Sesungguhnya, syurga akan berhias menghadapi bulan Ramadhan dari tahun ke tahun. Maka jika datang malam pertama bulan Ramadhan, berhembuslah  angin dari bawah ‘arsy, lalu terbukalah daun-daun syurga dari tubuh  Hur’ien (para bidadari syurga), lalu mereka berkata, "Wahai Rabb kami, jadikanlah untuk kami pasangan-pasangan dari hamba-hambaMu  yang dapat menyejukkan mata kami dan menyejukkan mata mereka."


Hadits munkar. Diriwayatkan oleh Ath Thabrani dalam Al Mu’jam Al Awsath no. 6943, Tammam dalam Al Fawaid (Juz 1,.no. 34), dan Ibnu ‘Asakir dalam Fadhlu Ramadhan (Q/171-2) , dari jalan Al Walid bin Al Walid dari Ibnu Tsauban dari’Amr bin Dinar dari Ibnu Umar, secara marfu’. Ath Thabrani berkata,’Tidak ada yang meriwayatkan dari Ibnu Tsauban selain Al Walid." Dan dia adalah Al Qalanisi, seorang yang wahin (amat lemah haditsnya). Ad Daruquthni menyatakan, bahwa dia (Al Walid) itu matruk. Di waktu lain beliau mengatakan, "Munkarul  hadits." Sedangkan Nashr Al Maqdisi menyatakan,"Mereka (ahli hadits) telah meninggalkannya (AI Walid).


"Barangsiapa memberi buka kepada seorang yang berpuasa di bulan Ramadhan dari pendapatan yang halal, maka malaikat akan mendo’akannya sepanjang malam-malam Ramadhan, Jibril akan menjabat tangannya. Dan barangsiapa yang tangannya dijabat oleh Jibril, maka hatinya akan lunak dan air katanya akan banyak bercucuran." Seorang laki-laki bertanya,’ Wahai Rasulullah, jika seseorang tidak punya?"   Beliau menjawab, "Cukup segenggam makanan." Orang tersebut bertanya lagi,’Bagaimana dengan orang yang tidak punya itu?" Beliau menjawab,  "Kalau begitu sepotong roti. "Orang itu bertanya lagi,  "Bagaimana jika dia tidak punya itu." Beliau menjawab, "Kalau begitu, seteguk susu. " Orang itu bertanya lagi,  "Bagaimana jika dia tidak punya itu?" Beliau menjawab, " Kalau begitu, seteguk air minum."    


Hadits dha’if. Diriwayatkan oleh Ibnu Adi dalam Al Kamil (Q69/2), dari jalan Hakim bin Khidzam Al Abdi dad Ali bin Zaid dari Sa’id bin Al Musayyib dari Salman Al Farisi, secara marfu’. Sanad hadits ini lemah sekali, padanya ada dua ‘illat (sebab kelemahannya),  yaitu:  Ali bin Zaid, yaitu bin Jad’an adalah seorang yang dha’if karena buruk hafalannya. Hakim, dinyatakan oleh Abu Hatim sebagai,"Matrukul hadits."        Sedangkan Al-Bukhari menyebutnya, "Munkarul hadits."


“Kalaulah seandainya kaum muslimin tahu apa yang ada di dalam Ramadhan, niscaya umatku akan berangan-angan agar satu tahun Ramadhan seluruhnya. Sesungguhnya surga dihiasi untuk Ramadhan dari awal tahun kepada tahun berikutnya..” Hingga akhir hadits ini.


Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah 886, Ibnul Jauzi di dalam Kitabul Maudhuat 2/188-189 dan Abu Ya’la di dalam Musnad-nya 9/180 dari jalan Jabir bin Burdah dari Abu Mas’ud al-Ghifari. Hadits ini adalah maudhu’ (palsu). Ibnul Jauzi rahimahullah menghukumi hadits ini sebagai hadits palsu, demikian juga Syaikh al-Albani di dalam Dha’if Targhib wa Tarhib 1/149.


“Wahai manusia, sungguh bulan yang agung telah datang (menaungi) kalian, bulan yang di dalamnya terdapat suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan, Allah menjadikan puasa (pada bulan itu) sebagai satu kewajiban dan menjadikan shalat malamnya sebagai amalan Sunnah. Barangsiapa yang mendekatkan diri pada bulan tersebut dengan (mengharapkan) suatu kebaikan, maka sama (nilainya) dengan menunaikan perkara yang wajib pada bulan yang lain... Inilah bulan yang awalnya adalah rahmat, pertengahannya ampunan dan akhirnya adalah merupakan 
pembebasan dari api neraka...” sampai selesai.


Hadits ini panjang, kami cukupkan dengan membawakan kalimat-kalimat yang paling masyhur darinya. Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah: 1887 dan al-Muhamili di dalam Amali-nya (293) dan al-Harits dalam Musnad-nya, 1/412 dari jalan Ali bin Zaid Jad’an dari Sa’id bin al-Musayyib dari Salman.
Hadits ini sanadnya Dha’if, karena lemahnya Ali bin Zaid. Berkata Ibnu Sa’ad, “Di dalamnya ada kelemahan dan tidak dijadikan hujjah dengannya.” Berkata Imam Ahmad bin Hanbal, “Tidak kuat,” berkata Ibnu Ma’in, “Dha’if” berkata Ibnu Abi Khaitsamah, “Lemah di dalam segala sesuatu,” dan berkata Ibnu Khuzaimah, “Aku tidak ber-hujjah dengannya karena jelek hafalannya.” (Lihat Tahdzibut Tahdzib oleh Ibnu Hajar, 7/322-323). Ibnu Abi Hatim menukilkan dari bapaknya di dalam Ilalul Hadits 1/249, “Hadits yang Munkar,” demikian juga Syaikh al-Albani berkata tentang hadits ini, “Munkar.” (Silsisalah Dha’ifah, 2/370).

“Berpuasalah, niscaya kalian akan sehat.”

Hadits tersebut merupakan potongan dari hadits riwayat Ibnu Adi di dalam al-Kamil, 7/2521 dari jalan Nahsyal bin Sa’id, dari ad-Dhahak dari Ibnu Abbad. Nashsyal adalah matruk dan dia pendusta dan ad-Dhahhak tidak mendengar dari Ibnu Abbas. Dan diriwayatkan juga oleh ath-Thabrani di dalam al-Ausath, (2/225) dari jalan Muhammad bin Sulaiman bin Abi Dawud, dari Zuhair bin Muhammad, dari Suhail bin Abi Shalih dari Abu Hurairah.
Hadits ini dilemahkan oleh Syaikh al-Albani di dalam Silsilah Dha’ifah, 1/420.

“Tidur orang yang berpuasa adalah ibadah, diamnya adalah tasbih, amalnya dilipatgandakan (pahalanya), doanya dikabulkan dan dosanya diampuni”.


HR Baihaqi [Syu’ab al-Imam], HRSuyuti [al-Jami’ al-Shaghir 1404/1981, 2/678] Derajat hadits: Hadith dhaif [al-Imam al-Suyuti]. Para ulama’ tahqiq yang lain yang lebih cenderung mengatakan bahwa hadits tersebut adalah hadits maudhu’.

(Do’a berbuka puasa yang populer di Indonesia) 

1. “Dari Ibnu Abbas, ia berkata : Adalah Nabi shållallåhu ‘alaihi wa sallam apabila berbuka (puasa) beliau mengucapkan :


“Allahumma Laka Shumna wa ala Rizqika Aftharna, Allahumma Taqabbal Minna Innaka Antas Samiul ‘Alim (artinya : Ya Allah ! untuk-Mu aku berpuasa dan atas rizkqi dari-Mu kami berbuka. Ya Allah ! Terimalah amal-amal kami, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar, Maha Mengetahui).


HR Daruqutni di kitab Sunannya, Ibnu Sunni di kitabnya ‘Amal Yaum wa-Lailah No. 473. Thabrani di kitabnya Mu’jamul Kabir. Hadits ini telah dilemahkan oleh Imam Ibnul Qoyyim, Ibnu Hajar, Al-Haitsami dan Al-Albani, dll, (Mizanul I’tidal 2/666, Majmau Zawaid 3/156 oleh Imam Haitsami, Zaadul Ma’ad di kitab Shiam/Puasa oleh Imam Ibnul Qoyyim, Irwaul Gholil 4/36-39 oleh Muhaddist Muhammad Nashiruddin Al-Albani.)


2. “Dari Anas, ia berkata : Adalah Nabi shållallåhu ‘alaihi wa sallam : Apabila berbuka beliau mengucapkan :


“Bismillah, Allahumma Laka Shumtu Wa Alla Rizqika Aftartu (artinya : Dengan nama Allah, Ya Allah karena-Mu aku berbuka puasa dan atas rizqi dari-Mu aku berbuka).


HR Thabrani di kitabnya Mu’jam Shogir hal 189 dan Mu’jam Auwshath. Derajat hadits: Lemah/Dlo’if. Kecacatan hadits ini dikarenakan adanya perawi yang bernama Dawud bin Az-Zibriqaan, (adapun komentar ulama): Kata Muhammad Nashiruddin Al-Albani : Dia ini lebih jelek dari Ismail bin Amr Al-Bajaly.Kata Imam Abu Dawud, Abu Zur’ah dan Ibnu Hajar : Matruk. Kata Imam Ibnu ‘Ady : Umumnya apa yang ia riwayatkan tidak boleh diturut (lihat Mizanul I’tidal 2/7)


“(Yang artinya) Puasa adalah separuh dari kesabaran”


Dhåif, Hadits ini diriwayatkan oleh at-Tirmidziy di dalam as-Sunan, no. 3519; dan adDaarimiy, no. 659; Imam Ahmad, di dalam Musnad, 4/260; dan alMarwaziy di dalam Ta’zhimi Qadri ashShalah, no. 432 dari hadits seorang laki-laki dari Bani Sulaim.


“Dari Abdurraman bin ‘Auf RA, bahwa Rasûlullâh SAW pernah menyebut bulan Ramadhân lalu bersabda, ‘Bulan yang Allâh SWT telah wajibkan atas kalian puasanya dan aku menyunahkan buat kalian shalat malamnya. Maka barangsiapa yang berpuasa dan melaksanakan shalat malam dengan dasar iman dan mengharapkan ganjaran dari Allâh SWT, niscaya dia akan keluar dari dosa-dosanya sebagaimana saat dia dilahirkan oleh ibunya”. (HR. Ibnu Mâjah, no. 1328 dan Ibnu Khuzaimah, no. 2201 lewar jalur periwayatan Nadhr bin Syaibân)


Sanad hadits ini lemah, karena Nadhr bin Syaibân itu layyinul hadîts (orang yang haditsnya lemah), sebagaimana dikatakan oleh al-Hâfizh Ibnu Hajar dalam kitab Taqrîb beliau. Ibnu Khuzaimah juga telah menilai hadits ini lemah dan beliau mengatakan bahwa hadits yang sah adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA.


 “Tidak ada bulan yang datang kepada kaum muslimin yang lebih baik daripada Ramadhan. Dan tidak datang kepada kaum munafiqin bulan yang lebih buruk daripada bulan Ramadhan.”


Hadits ini dhaif. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad (2/330, Fathurrabbani,9/231-232), Ibnu Khuzaimah no.1884 dan lain-lainnya.Semua riwayat ini melalui jalur periwayatan Katsir bin Zaid dari Amr bin Tamim dari bapaknya dari Abu Hurairah secara marfu’.
Al-Haitsami dalam kitabnya Majma’uz Zawaid 3/140-141 mengatakan,”Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Thabrani dalam kitabnya al-Ausath dari Tamim dan aku tidak menemukan riwayat hidup Tamim.” Maksud Tamim (bapaknya Amr) seorang perawi yang majhul.


“Barangsiapa yang memiliki tanggungan shaum (puasa) Ramadhan, maka hendaknya dia mengqadha’nya dengan cara berturut-turut dan tidak diputus-putus (selang-seling).”


Hadits ini dhaif. Hadits ini diriwayatkan oleh Daruquthni dalam Sunannya 2/191-192 dan al-Baihaqi dalam Sunan beliau 2/259 lewat jalur Abdurrahman bin Ibrahim al Qash dari ‘Ala bin Abdrurrahman dari bapaknya dAbu Hurairah (ia mengatakan), Rasulullah bersabda (seperti hadits diatas).
Al Hafizh Ibnu Hajar dalam kitabnya Talkhishul Habir 2/260 no.920 mengatakan,”Ibnu Abi Hatim telah menerangkan bahwa bapaknya yaitu Abu Hatim telah mengingkari hadits ini karena ada Abdurrahman.”


Dihimpun dan disarikan dari:


Silsllah Al Ahadits Adh Dha’ifah, karya Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani, Cetakan 1, Maktabatul Ma’arif, Riyadh, KSA.
lrwa’ul Ghalil Fi Takhriji Ahaditsi Manaris Sabil, karya Syaikh Muhammad Nashirudin AI Albani, Cetakan 2, Al Maktab Al Islami, Beirut.
Dha’if Sunan At Turmudzi, karya Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani, Cetakan 1, Maktabatul Ma’arif, Riyadh, KSA.
Dha’if Sunan Abu Daud, karya Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani, Cetakan 1, Maktabatul Ma’arif, Riyadh, KSA.
Dha’if Sunan Ibnu Majah, karya Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani, Cetakan 1, Maktabatul Ma’arif, Riyadh, KSA.
Dha’if Al Jami’ush Shaghir, karya Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani, Cetakan 3, Al Maktab Al Islami, Beirut.
Al ‘ilal Al Mutanahiyah Fil Ahaditsil Wahiyah, karya Ibnul  Jauzi, tahqiq, Al Ustadz Irsyadul Haq Al Atsari, ldaratul ‘Ulumil  Atsariyyah, Faishal Aabad, Pakistan.
Panduan dan Koreksi Ibadah-ibadah di Bulan Ramadhan, Arif Fathul Ulum, Majelis Ilmu.
Sumber-sumber lain dari Internet.

2 komentar:

  1. Apakah Syaikh Albani seorang muhaddist?
    http://al-albani.blogspot.com/

    BalasHapus
  2. Sangat lebih etis kalo dalam komentar disebutkan pengirim...bukan anonim..seakan-akan spt dalam peribahasa "lempar batu sembunyi tangan"...hehehe.
    Ini juga ada link nya...http://ewidoyoko.blogspot.com/2014/03/qunut-shubuh-al-albani-vs-ibnul-qayyim.html

    BalasHapus