Kamis, 14 April 2011

Larangan menginformasikan setiap berita yang didengar (apa adanya) tanpa mengecek terlebih dahulu kebenaran beritanya.

Berikut ada hadits singkat, tentang terlarangnya menyampaikan berita, tanpa dilakukan cek dan ricek kebenaran tersebut (terutama terkait dengan berita-berita gossip, berita yang menyudutkan seseorang, kelompok maupun organisasi tertentu) tanpa kita tahu pasti kebenaran berita tersebut. Sebab bila kita “ikut-ikutan” menyebarkan berita ini, kita akan terkena ancaman dari hadits berikut ini :



Dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam bersabda, "Cukuplah seseorang dikatakan berdusta dengan menceritakan apa yang telah dia dengar. " (HR Muslim, Abu Daud)



Dari Abdurrahman bin Mahdi, dia berkata, “Seseorang tidak akan menjadi imam yang dijadikan sebagai panutan sampai dia benar-benar mampu menahan (untuk tidak menceritakan) sebagian apa yang telah dia dengar." (Hadits Mauquuf)



Intisari hadits maupun atsar (perkataan shahabat) dalam masalah ini adalah larangan untuk memberitahukan setiap berita yang pernah didengar, sebab sebuah berita adakalanya benar, dan adakalanya dusta. Apabila seseorang menyampaikan setiap berita yang didengarnya, maka dia akan dianggap berdusta jika memang sumber berita yang dia peroleh ternyata benar. Definisi para ulama tentang dusta telah kami sebutkan, yakni menginformasikan sesuatu yang berbeda dengan realitas. Sesuatu yang dianggap sebagai tindakan dusta tidak harus disyaratkan dilakukan secara sengaja.



Dengan demikian makna hadits di atas adalah larangan untuk menyampaikan sesuatu yang munkar yang bisa menyebabkan pembicaranya dicela dan dianggap sebagai orang yang buruk, karena dengan demikian riwayatnya akan dianggap dusta, diragukan, bahkan derajat dirinya menjadi merosot.



Wallahua’lam

Diringkas dari Syarah Kitab Muslim karangan Imam Nawawi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar