Jumat, 29 April 2011

Ringkasan Tafsir Al Baqarah 17-20 tentang Orang Munafik dari beberapa Mufassirin

Berikut Ringkasan Tafsir surah Al Baqarah ayat 17-20 dari beberapa kitab tafsir.

"Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan mereka da¬lam kegelapan, tidak dapat melihat. Mereka tuli, bisu dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar). Atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap gulita, guruh dan kilat; mereka menyumbat telinganya dengan anak jarinya, karena (mendengar suara) petir, sebab takut akan mati. Dan Allah meliputi orang-orang yang kafir. Hampir-¬hampir kilat itu menyambar penglihatan mereka. Setiap kali kilat itu menyinari mereka, mereka berjalan di bawah sinar itu, dan bila gelap menimpa mereka, mereka berhenti. Jikalau Allah meng-hendaki, niscaya Dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka. Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu." (Al-Baqarah: 17-20).

Tafsir As Sa’di :

Yaitu perumpamaan mereka yang sesuai dengan kondisi mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, yaitu ia berada dalam kegelapan yang pekat, dan sangat membutuhkan api, lalu menyala dari selain dirinya, dan ia sendiri tidak memiliki persiapan akan tetapi di luar kesiapannya, dan ketika api itu telah menerangi sekitarnya, dan ia mampu melihat tempat di mana ia berada dan segala yang ia rasakan berupa kekhawatiran, ia menenangkan diri dan memanfaatkan api tersebut, lalu tenanglah pandangannya, dan ia mengira bahwa ia menguasai kondisi itu, lalu ketika ia berada dalam kondisi seperti itu, Allah memadamkan cahayaNya hingga hilanglah cahaya dari api itu dan lenyaplah kebahagiaannya, lalu ia berada kembali dalam kegelapan yang pekat sedangkan api masih menyala-nyala namun telah hilang cahaya darinya dan tinggallah padanya api yang menyala-nyala, dan ia berada dalam kegelapan yang bermacam-macam; kegelapan malam, kegelapan awan, kegelapan hujan, dan kegelapan yang terjadi setelah adanya cahaya, maka bagaimanakah kondisi orang yang seperti ini? Demikianlah juga orang-orang munafiq yang menyalakan api keimanan dari kaum mukminin. namun tidak menjadi ciri bagi mereka, mereka menjadikannya penerangan untuk sementara waktu dan memanfaatkannya, hingga terjagalah darah mereka dan selamatlah harta mereka, serta mereka mendapatkan suatu keamanan di muka bumi ini, lalu ketika mereka dalam kondisi seperti ini, tiba-tiba kematian menyergap mereka, dan menghentikan pemanfaatan mereka terhadap cahaya tersebut, hingga terjadilah kegundahan, kebimbangan dan siksaan, dan mereka mendapatkan kegelapan kubur, kegelapan kekufuran, kegelapan kemunaqikan dan kegelapan kemaksiatan dengan segala perbedaan coraknya, lalu kemudian setelah itu kegelapan api neraka; dan itulah seburuk-buruk kediaman, oleh karena itu Allah berfirman tentang mereka. (Al Baqarah:17)

Mereka “tuli" maksudnya tuli dari mendengarkan kebaikan, "bisu" maksudnya bisu dari_membicarakannya, "dan buta" dari melihat kebenaran, "Maka tidaklah mereka akan kembali ke jalan yang benar" karena mereka meninggalkan kebenaran setelah mereka mengetahuinya, lalu mereka tidak kembali kepadanya, berbeda dengan orang yang meninggalkan kebenaran karena kebodohan dan kesesatan, karena sesungguhnya ia tidak berfikir dan ia lebih dekat untuk kembali daripada mereka. (Al Baqarah :18)

Kemudian Allah SWT: berfirman, "Atau seperti orang-orang yang ditimpa hujan lebat dari langit" yaitu yang terkena hujan, dia adalah hujan yang mengalir, yaitu turun dengan derasnya, "di sertai gelap gulita" kegelapan malam, kegelapan awan dan kegelapan hujan, yang ada padanya, "guruh" yaitu suara yang terdengar dari awan dan juga ada padanya "kilat" yaitu cahaya yang menyala dan terlihat dari awan. (Al Baqarah:19)

"Setiap kali kilat itu rnenyinari mereka" kilat dalam kegelapan-kegelapan tersebut "Mereka” berjalan di bawah sinar itu, dan bila gelap menimpa mereka, mereka berhenti" yaitu mereka diam, seperti itulah kondisi orang-orang munafiq ketika mereka mendengarkan al-Qur'an, perintah-perintahnya, larangan-larangannya, janjinya dan ancamannya. Mereka meletakkan jari jemari mereka pada telinga-telinga mereka dan mereka berpaling dari perintahnya, larangannya, janjinya dan ancamannya, lalu ancamannya menggetarkan mereka, janji-janjinya mengganggu mereka, dan mereka berpaling darinya dengan sekuat apa pun, hingga membuat mereka lebih kokoh, mereka membencinya seperti seorang yang terkena hujan dan ia mendengar guruh lalu meletakkan jari jemarinya pada kedua telinganya karena takut dari kematian, orang ini masih mempunyai kemungkinan saja memperoleh keselamatan. Adapun orang-orang munafiq dari manakah mereka memperoleh keselamatan, padahal Allah mengawasi mereka baik dengan kemampuan maupun pengetahuannya dan mereka tidak akan lepas dariNya dan tidak mampu melemahkanNya, bahkan Dia menjaga perbuatan-perbuatan mereka lalu memberikan balasan atasnya dengan balasan yang setimpal.
Dan ketika mereka diuji dengan ketulian, kebutaan dan kebisuan maknawi serta tertutupnya pintu-pintu keimanan bagi mereka, Allah berfirman "Jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka" yaitu yang bersifat nyata, dalam hal ini merupakan sebuah tindakan menakut-nakuti mereka, dan peringatan dari hukuman dunia, agar mereka berhati-hati lalu mengambil pelajaran dari sebagian kejahatan dan kenifakan mereka. "Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu" Dia tidaklah lemah terhadap apa pun, dan di antara kekuasaanNya adalah bahwa apabila Dia menghendaki sesuatu niscaya Dia lakukan tanpa ada penghalang dan tanpa ada perintang. Dalam ayat ini dan ayat-ayat yang semisalnya ada sebuah jawaban terhadap al-Qadariyah yang berpendapat bahwasanya perbuatan-perbuatan mereka tidaklah termasuk dalam kekuasaan Allah SWT, karena perbuatan-perbuatan mereka termasuk bagian dari hal-hal yang masuk dalam firmanNya, "Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu".(Al Baqarah :20)

Tafsir Fathul Qadir

Allah memberikan perumpamaan ini bagi orang-orang munafik untuk menerangkan, bahwa keimanan yang mereka tampakkan dan kemunafikan yang mereka sembunyikan itu tidak mengukuhkan hukum-hukum Islam bagi mereka, sebagaimana halnya orang yang menyalakan api, lalu apinya im menerangi sekelilingnya, kemudian api itu padam, maka ia kembali dalam kegelapan, dan penerangan yang sebentar itu tidak ada gunanya baginya. Tetapnya orang yang menyalakan api itu dalam kegelapan tanpa bisa melihat adalah seperti tetapnya orang-orang munafik dalam kebingungannya. Disandangkannya karakter menerangi pada api, walaupun itu api yang bail karena kebatilahjuga begitu, dimana kobaran apinya bisa membahana sejenak kemudian meredup.
Dari pengertian tersebut terbentuk ungkapan mereka, "Kebatilan bisa membengkak, kemudian menciut."
Ibnu Jarir berkata, "Sesungguhnya orang-orang yang diperumpamakan pada mereka di sini, mereka itu sama sekali tidak pernah beriman." Lalu ia berdalih dengan firman Allah Ta'ala:
Di antara manusia ada yang mengatakan, "Kami beriman kepada Allah dan Hari Kemudian," padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yg beriman) (Qs. Al Baqarah [2]: 8).

(Setiap kali kilat itu menyinari mereka, mereka berjalan di bawah sinar itu) Yakni setiap kali orang-orang munafik itu mendapatkan kemuliaan dari Islam, maka mereka merasa tenteram, dan bila mereka mendapatkan hambatan dalam Islam, mereka berhenti untuk kembali kepada kekufuran, sebagaimana firman-Nya: (Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi)." (Qs. Al Hajj 22;11)

Ibnu Katsir berkata, "Yang benar, bahwa pemberitahuan tentang mereka ini adalah mengenai kemunafikan dan kekufuran mereka, dan ini memastikan bahwa mereka itu sebelumnya pernah beriman lalu keimanan itu hilang dari mereka kemudian, hati mereka dikunci mati, ini sebagaimana dikatakan oleh firman Allah Ta'ala:
(Yang demikian itu adalah karena bahwa sesungguhnya mereka telah beriman, kemudian menjadi kafir [lagi!] lalu hati mereka dikunci mati; karena itu mereka tidak dapat mengerti). (Qs. Al Munaafiquun [63] : 3).

(Mereka itu tuli, bisu, dan buta), yakni: mereka tidak dapat mendengar petunjuk, tidak dapat melihatnya dan tidak pula memikirkannya.

Tafsir Al Qurthubi


Maksud dari ayat di atas adalah membuat perumpamaan orang-orang munafik. Yakni, mereka yang menampakkan keirnanan yang dengannya seseorang diperlakukan seperti orang-orang muslim dalam hal perkawinan waris-mewarisi, pembagian harta ghanimah dan jaminan keamanan bagi keluarga dan harta, sama seperti orang yang menyalakan api di malam gelap gulita. Ketika itu, dia mendapatkan cahaya dan dapat melihat apa yang dia harus takuti dan hindari. Namun apabila api padam dari cahayanya sirna maka merekapun kebingungan dan rentan terhadap gangguan:

Seperti itulah orang-orang munafik. Ketika mereka beriman mereka tertipu dengan kata iman. Setelah meninggal dunia, mereka akan dijerumuskan ke dalam adzab yang pedih.

Dalam Al Qur'an, Allah SWT berfirman "sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka (An-Nisaa' [4] : 145).

Mereka tuli, bisu dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar), (Al Baqarah:18)

Apa yang disebutkan di atas bukan maksudnya meniadakan semua kemampuan dari panca indera mereka, akan tetapi maksudnya adalah meniadakan kemampuan panca indera mereka dari satu sisi saja. Qadatah berkata (tuli) dari mendengar yang haq, (bisu) dari berbicara yang haq, (buta) dari melihat kepada yang haq. (Tafsir Al Mawardi)

(Al Qurthubi) katakan, "Makna ini adalah makna yang dimaksudkan dalam ungkapan Nabi SAW tentang para pemimpin di akhir jaman dalam kisah Jibril AS yang bertanya kepada beliau, “Apabila kamu melihat orang-orang yang tidak beralas kaki, telanjang, tuli dan bisu menjadi raja-raja di muka bumi maka itu merupakan tanda-tanda hari kiamat." Wallaahu a 'lam." (HR Muslim)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar